Peluh dan keringat menjadi saksi bisu penyatuan Galaksi dan Mentari malam itu. Gala benar-benar meminta haknya saat itu juga karena sudah mendapatkan lampu hijau dari sang istri.Awalnya Mentari ragu juga, tapi setelah dipikir-pikir ulang akhirnya Mentari setuju untuk Gala unboxing dan terjadilah gempa lokal penuh keringat di dalam kamar kontrakan sempit mereka.Keduanya melakukan penyatuan yang sudah halal untuk mereka lakukan. Bukan dosa yang mereka dapatkan, melainkan pahala karena yang mereka lakukan sekarang adalah Sunnah Rasulullah."Shhh.. Kak Gala. A-aku---"Mentari terus meracau dan mengerang nikmat, matanya yang merem melek menjadi bukti bahwa ia sangat menikmati permainan panas dengan Gala malam ini."Keluarin aja suaranya, Sayang. Kakak suka," Gala semakin bersemangat karena suara-suara kenikmatan yang keluar dari bibir Mentari.Hingga pada akhirnya Mentari benar-benar tidak lagi menahan suara-suara kenikmatan dari bibirnya. Keduanya hanyut dalam malam panas ditemani cahay
Gagal sudah Gala dan Mentari pergi ke kampus hari ini. Rencana mereka akan ikut kelas siang karena pagi ini telat bangun harus diurungkan karena kondisi Mentari yang tidak memungkinkan untuk keluar rumah.Bagian inti Mentari benar-benar sangat sakit sehingga menyulitkannya untuk bergerak apa lagi untuk berjalan.Sangat tidak mungkin rasanya jika Mentari harus memaksakan diri untuk tetap berangkat kuliah.Mentari tidak ingin satu kampus heboh karena melihat cara jalannya yang mengangkang. Gala benar-benar kuat, dia berhasil membuat Mentari tidak bisa berjalan setelah dia gempur habis-habisan semalam."Kalau izin sehari ini aja, nggak akan berpengaruh sama beasiswa kita 'kan Kak?" Tanya Mentari kepada Gala yang tengah menyiapkan sarapan untuk mereka.Keadaan Mentari yang sulit bergerak karena ulahnya membuat Gala harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, mulai dari memasak, nyuci, nyapu dan pekerjaan ruamh yang lain.Tapi Gala sama sekali tidak mengeluh melakukan semua itu sendirian,
"Aku nggak terima dia bisa hidup bahagia, Bu. Dia harus menderita meskipun enggak hidup bareng kita lagi." Fania melempar apa saja yang ada di hadapannya.Bantal, selimut, sprei, dan semua barang-barang yang terletak di atas ranjang, Fania lempar semua tanpa terkecuali.Rosa mengurut pangkal hidungnya merasa pening dengan kelakuan anak gadisnya in. Sejak ia bangunkan untuk berangkat kuliah tadi Fania mengamuk tidak jelas entah marah kepada siapa."Cerita dulu sama, Ibu. Apa masalahnya? Kalau kamu gini terus, Ibu jadi bingung, Fania." Rosan memunguti barang-barang yang Fania lemparkan.Sejak Mentari pergi dari rumah ini ia harus mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, Marwan sama sekali tidak mau memberikannya seorang pembantu, sedangkan Fania adalah anak yang pemalas dan tidak becus mengerjakan pekerjaan rumah."Si gadis bodoh itu udah banyak berubah sekarang, Buk. Aku nggak terima dia lebih unggul dari pada aku," jerit Fania dengan amarah yang meletup-letup."Maksud kamu, Mentari? Mem
Fania melebarkan matanya, apa telinganya tidak salah dengar si Mentari menyebutnya nenek lampir?"Lo bilang gue nenek lampir?" tanya Fania sambil menunjuk dirinya sendiri.Mentari mengangkat sebelah alisnya. "Aku nggak ada bilang kalau yang aku sebut nenek lampir itu kamu." Mentari menjeda kalimatnya sambil menatap Fania dari atas sampai bawah dengan pandangan penuh arti. "Tapi kalau kamu merasa yah ... mau gimana lagi."Arumi mengacungkan kedua jari jempolnya memuji sang sahabat dan mati-matian menahan tawa melihat wajah geram Fania."Itu baru namanya Bestie gue," ucap Arumi begitu kagum."Berani banget lo sekarang, mau lawan gue lo?" tantang Fania dibalas tatapan datar oleh Mentari."Aku sih nggak mau ngelawan siapa-siapa, yah. Tapi kalau orangnya mau jahatin aku, kenapa enggak aku lawan. Aku bukan lagi yang Mentari lemah yang selalu nurut perintah kamu sama orang tua kamu itu." Tekan Mentari.Pancaran mata Mentari berapi-api memancarkan kemarahan yang tak bisa dijabarkan dengan kat
“Aku kesel banget sama Mentari itu, Bu. Masak sekarang dia udah pinter ngelawan sampai bikin aku malu di depan semua anak-anak di kampus.” Fania pulang-pulang sudah dalam keadaan marah-marah melempar tasnya kesembarangan arah.Rosa yang semula asik nonton TV terlonjak kaget mendengar ocehan Fania.“Astaga … Fania, kenapa lagi sama kamu? Pulang-pulang bukannya baca salam malah marah-marah kayak orang kesurupan," ucap Rosa sembari menatap heran sang anak.Fania menghempaskan tubuhnya dengan kasar pada sofa tepat di samping sang ibu.“Mentari Bu … Mentari,” pekik Fania dengan amarah yang menggebu-gebu.“Iya, Mentari kenapa? Kenapa bisa dia bikin kamu malu di depan teman-teman kamu?” tanya Rosa, diusapnya dengan lembut lengan anak kesayangannya.“Kan barusan aku bilang, Bu. Dia bikin aku malu depan anak-anak di kampus.” Fania menghentak-hentakkan kakinya sangat kesal.“Bukannya tadi pagi kamu yang rencananya mau nyerang dia lagi, kenapa sekarang jadi kamu yang pulang-pulang langsung marah
“Mau apa kalian kesini?”Gala melempar pertanyaan sarkas kepada dua tamu tak diundang yang datang ke kontrakan Bu Santi, Gala juga langsung pasang badan di depan Mentari untuk melindungi sang istri dari dua ular beracun yang tidak Gala harapkan kehadirannya.Dari raut wajah Gala yang berubah dingin orang akan langsung bisa menebak bahwa pria itu sangat membenci dua orang yang datang itu.“Saya ke sini untuk mencari anak tidak tau diri itu, sudah dibesarkan bukannya balas budi tapi malah menjelek-jelekkan saya di depan umum.”Mendengar jawaban Rosa, kekehan sinis keluar begitu saja dari bibir Gala. “Makasih yang seperti apa yang Anda minta? Makasih atas ketidak adilan yang selama ini kalian semua perbuat kepada istri saya, iya?”Rosa mengepalkan tangannya, keberadaan Gala sungguh membuat rencananya untuk memberi Mentari pelajaran harus terganggu.“Kamu, laki-laki miskin nggak usah ikut campur, ini bukan urusan kamu.” Rosa menatap nyalang Gala yang kini menyeringai kepadanya.Alzi menat
Tok Tok Tok!"Assalamualaikum!"Ini adalah pertama kalinya Galaksi bertamu ke rumah seorang perempuan. Meskipun Galaksi atau kerap kali di sapa dengan Gala itu tampan tiada obat dan jenius, tapi latar belakangnya yang hanya mahasiswa beasiswa dan berasal dari panti asuhan menjadi alasan para gadis tidak mau menyukainya. Hanya Mentari yang berbeda. Kekasih Gala ini begitu tulus."WAALAIKUMSALAM, TUNGGU SEBENTAR!" Tak lama, seorang perempuan keluar dari dalam rumah sederhana itu."Kaka Gala?" Mata sembab gadis itu membulat sempurna menampilkan raut keterkejutan melihat kedatangan kekasihnya secara tiba-tiba.Ditambah lagi sang kekasih datang dengan keadaan basah kuyup. Beberapa saat lalu, memang hujan."Ayo masuk dulu, Kak! Tari pinjemin handuk buat keringin badan Kakak." Mentari menarik pelan tangan Gala untuk masuk kedalam rumahnya.Sebenarnya ada keraguan di hati Mentari mengajak Gala masuk kedalam rumah padahal rumahnya dalam keadaan kosong seperti ini.Bukan takut kalau Gala aka
Mendengar teriakan itu, spontan Mentari mendorong tubuh Gala dari atas tubuhnya agar sang ayah tak melihat kejadian yang tidak disengaja itu.Namun percuma, Fania lebih cerdik dari itu. Dengan liciknya Fania malah memotret bagaimana Gala yang tidak sengaja berciuman dengan Mentari.Marwan dan istrinya sontak berlari cepat ke arah suara teriakan Fania yang berasal dari arah kamar Mentari."Ada apa, Sayang?" Rosa menatap panik anak kesayangannya yang baru saja berteriak.Tanpa ragu Fania menunjuk Gala dan Mentari yang saat ini hanya bisa menunduk tak berani melihat kedatangan Mawan dan juga Rosa."Nia liat mereka lagi berbuat mesum, Ayah," beritahu Fania, ia tentu saja mengerang bebas.Lidah Fania seolah tak bertulang mengatakan kalimat hina itu tentang Mentari."Kamu jangan Fitnah aku, Nia! Itu cuma salah paham, aku cuma mau pinjemin Kak Gala handuk." Mentari mencoba membela dirinya sedangkan Gala hanya diam karena belum saatnya ia bicara."Gue nggak fitnah, gue ada buktinya," sahut Fa