Share

66

Bila dilihat sepintas, tanah lapang tak jauh dari rumah-rumah warga di Wijil Ngisor pagi itu nampak seperti puncak perayaan hari raya, entah Idul Fitri atau Idul Adha. Puluhan orang berkumpul di antara kuda-kuda gagah, beberapa pria tegap berseragam membawa panji-panji kebesaran bergambar matahari kuning pada permukaan kain hitam—lambang kebesaran Keraton Pasir. Dan di sekeliling mereka, belasan lainnya lagi berkerumun menonton dengan bersimpuh. Mereka adalah warga Wijil Ngisor, yang baru saja sembuh dari sirep besar-besaran yang dilancarkan Tanpa Aran sekian hari lalu saat menerabas masuk ke puncak Gunung Wijil.

Di salah satu sudut, Bajul memegangi tali kekang kudanya dengan muka muram.

“Harusnya aku bersama Wisnu dan Rinjani sekarang ini, menyelidiki rumah,” gumamnya pelan.

“Tunggu sampai lukamu benar-benar sembuh. Baru kau bisa ikut mereka ke Karang Bendan,” sahut Jaladri datar.

Bajul mendengus. “Belum apa-apa aku su

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status