Langkah kakinya bergerak dengan terburu-buru, begitu mendengar Raysa masuk rumah sakit karena kecelakaan. Terlebih saat nama menantu tak bergunanya itu terlibat, membuat Marsha naik pitam.
"Mama udah bilang sama kamu, jangan pernah pergi sama dia. Selain dia gak berguna, pengecut, miskin, dia juga membawa sial!" ucapnya terus menggerutu. Marsha tak menyadari kalau di sana bukan hanya ada putrinya, melainkan ada orang asing. Untungnya Marsha tak menyebut Reza sebagai menantunya. Dia langsung membulatkan mata, menaikan alisnya saat Raysa menggerakkan matanya ke sisi lain di belakang Marsha. Marsha langsung mengubah ekspresinya dan mencoba tersenyum, dia sadar kalau putrinya saat ini tengah menunjukkan seseorang di belakangnya. Marsha berbalik badan kemudian menunduk, menyapa seseorang yang kini hanya tersenyum saja. "Selamat siang, Pak. Maaf, saya terlalu panik sampai tidak menyadari ada Anda di sini." "Tidak apa-apa, perkenalkan saya Brian." "Dia salah satu pengusaha juga Ma, perusahaan kecantikan Raysa biasa mengambil bahan dari perusahaan Pak Brian ini," jelas Raysa. Mama Marsha langsung membulatkan matanya, dia merasa takjub dengan sosok tampan yang ada di hadapannya. "Wah, ternyata seorang bos besar." "Kamu beruntung banget bisa kenal Pak Brian ini. Dia tampan, bos besar, dan pastinya kaya raya." Mama Marsha berbisik, membuat Raysa hanya menyikut ibunya itu. Sementara Brian tersenyum dengan bangga. Dia sangat percaya diri, karena baginya dirinya memang sempurna. Wanita mana pun bisa dia dapatkan dengan ketampanan dan uang yang dimilikinya. Saat langit sudah menghitam, Reza baru sampai di rumah, tepatnya di depan pintu gerbang rumahnya. Dia baru saja diizinkan pulang oleh dokter, mengingat luka di tubuhnya cukup serius. Dia yang masih pusing memaksakan diri untuk pulang, takut kalau orang rumah khawatir dengan keadaannya. Baru saja Reza menutup pintu gerbang, seseorang sudah berkacak pinggang dengan mata memicing tajam. "Dari mana kamu?" "Aku tadi ...." "Kamu sengaja ngilang setelah membuat onar sampai Raysa kecelakaan!" teriak Mama Marsya. Reza menggeleng kuat, tentu saja menyangkal hal tersebut. Dia sama sekali tidak berniat untuk meninggalkan tugasnya secara sengaja. "Kalau mau pergi, sekalian aja pergi gak usah balik lagi ke sini. Mau ngapain lagi kamu, gak puas bikin nama baik anak saya rusak, hah?" Mama Marsya masih saja menyalahkan Reza atas sesuatu yang tidak dia perbuat. Semuanya mengalir begitu saja, Reza bahkan tak tahu kenapa media bisa tahu kalau dia adalah suami Raysa. Dia tidak pernah membuka mulut pada siapa pun juga perihal siapa istrinya. Jadi kalau dia disalahkan atas berita itu, Reza tidak bisa menerimanya. Namun, demi cintanya kepada Raysa dia selalu sabar dan menerima semua tuduhan yang tidak pernah dia perbuat. "Cepat pergi kamu dari sini!" usir Mama Marsya. Reza menggelengkan kepalanya, dia ingin bertemu dengan Raysa dulu. "Dua hari lalu aku kecelakaan sama Raysa Ma, aku mau lihat kondisi dia dulu. Aku mau—" "Mau apa? Terlambat, sekarang pergi dari sini dan gak perlu balik lagi. Saya muak liat muka polos kamu, yang seolah memelas, tapi ternyata kamu sama liciknya kayak binatang." "Bisa-bisanya istrinya kecelakaan malah kabur, bukannya bawa Raysa ke rumah sakit kamu malah keluyuran ke mana-mana. Di mana otak kamu itu, hah? Udah miskin, gak ada perhatiannya lagi!" umpat Marsya yang mana dia langsung mendorong tubuh Reza dan menutup gerbang. "Ma, tolong jangan marah dulu. Aku bisa jelasin semuanya, aku bis—" Sebelum dia menjelaskan semuanya, tangan Marsya sudah lebih dulu mendarat di pipi. Marsya menampar Reza tanpa tahu kebenarannya. Dia bahkan terus memaki, mengutuk, dan menghina Reza. Marsha tak membiarkan Reza untuk berkilah, melarangnya menjelaskan sesuatu yang menurutnya tak perlu penjelasan. "Jangan pernah masuk ke rumah ini lagi!" ucap Marsya memperingati sembari telunjuknya menunjuk Reza. Marsya langsung berteriak, "Jangan pernah ada yang bukain pintu buat menantu gak berguna kayak dia. Udah miskin masih aja gak tau diri!" Reza masih terdiam tak melakukan perlawanan apapun. Pria ini telah dibutakan oleh cinta. yang ada dalam benak Reza hanyalah balas Budi. padahal dia adalah pria yang kuat, pria yang berani mengambil resiko, namun sejak bertemu dengan Raysa dia berubah total menjadi pria penurut. "Apa aku harus mencari dua pria itu. Benarkah yang dia katakan kalau aku akan mendapatkan warisan?" batin Reza bertanya. "Jangan-jangan mereka penipu. Ah tidak, apa salahnya aku mempercayai kata-katanya." Reza beberapa kali berjalan lalu lalang di depan rumahnya. Beberapa kali dia memencet bel rumah, namun Marsya terdiam dan tak mengizinkan menantunya masuk rumah. "Ma, tolong beritahu aku, di mana Raysa di rawat?"Reza kini masih berdiri di depan gerbang seperti orang bodoh. Bukan tak punya harga diri, hanya saja dia berpikir untuk menemui Raysa dulu. Tak mungkin dia pergi tanpa tahu keadaan istrinya, tetapi sialnya dia tidak tahu harus menanyakan kondisi Raysa pada siapa.Setelah lelah berdiri, Reza pun berjongkok di depan gerbang sembari berpikir. Kemudian dia tersenyum kecil, saat mengingat seseorang yang mungkin bisa dia minta pertolongan. Reza berkeliling rumah, mencari jalan agar dia bisa menemui seseorang itu. Sampai akhirnya dia tersenyum, begitu melihat seseorang tengah membuang sampah di halaman belakang, Reza bersabar menunggu, sampai wanita itu melirik ke arahnya. Begitu asisten rumah tangga itu melihatnya, dengan cepat Reza melambaikan tangan memintanya untuk mendekat."Kenapa, Pak?""Kamu tahu di mana Nyonya tidak? Dia ada di rumah atau dia ada di mana gitu?""Nyonya Raysa ada di rumah sakit, katanya tadi kecelakaan," ceritanya.Reza mengamati sekitar kemudian bertanya, "Kamu tah
Keesokan harinya Raysa langsung dibawa pulang tanpa sepengetahuan suaminya. Reza datang ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya lagi, tetapi ternyata sang istri sudah tidak ada di ruangannya. Setelah kemarin mereka berdebat yang berujung Reza diusir, Raysa kini memutuskan untuk pulang dan tak ingin menemui Reza. Raysa semakin membenci Reza setelah semalam berita tentang mereka muncul diberita. "Gimana? Ayolah Sa, Mama udah gak bisa tahan lagi sama semua kelakuan bodohnya dia. Apa yang kamu harapkan dari dia, dia cuma numpang hidup di sini, dia cuma laki-laki miskin yang pengen hidup enak tanpa harus bekerja. Dia menjadikanmu alat untuk dia bertahan hidup!" ucap Mama Marsya yang mana Raysa hanya diam saja.Tak ada tanggapan pasti, Raysa seolah mengabaikan ocehan ibunya. Namun, dia melemparkan ponselnya yang mana membuat Mama Marsya langsung menangkap benda pipih itu. Dia membulatkan mata, yang kemudian diikuti senyuman merekah di wajahnya. "Ini baru anak Mama. Kapan kamu mengajukan gu
Ini lebih sakit dari sekadar sebuah tamparan. Semua kalimat Raysa terasa menyayat hatinya. Sakit dan sesak. Reza mengangguk kecil dengan mata yang masih menatap Raysa, berharap masih ada setitik harapan pada hubungan mereka ini."Kasih aku waktu buat berkemas, aku akan pergi dari sini.""Baguslah, cepat pergi sana!" usirnya lagi yang mana Raysa kini pergi dari kamarnya.Reza masih duduk di tempat tidur, menatap setiap bagian ruangan itu. Tiba-tiba dia teringat dengan gelang Via yang dia tinggalkan beberapa hari lalu. Reza langsung mencarinya, menggeledah setiap bagian kamar. Namun, ternyata benda itu tidak dia temukan di mana pun juga.Reza belum mengemasi barangnya, dia berniat untuk mendapatkan gelang itu lebih dulu sebelum dia pergi. Dia keluar dari kamar, berniat menanyakannya langsung pada Raysa.Namun, kakinya berhenti melangkah saat melihat ada seorang laki-laki tengah duduk bersama Raysa. Dia terlihat rapi dengan jasnya, di atas meja terdapat banyak berkas yang Reza tidak tahu
Seharian Reza dikurung di sana, sebelum akhirnya ditempatkan ke bangunan di belakang. "Kamu dan yang lainnya untuk sementara waktu tinggal di sini dulu. Kamu bisa ikut aktivitas yang sudah dijadwalkan dan ya bantu-bantu aja di sini.""Ini rumah dinas sosial, tempat di mana orang-orang seperti kalian tinggal. Daripada tinggal di jalanan, mengganggu orang, lebih baik di sini. Kalian akan aman, terjamin juga, asalkan nurut aja sama semua petugas," jelasnya lagi yang mana Reza hanya bisa pasrah.Dia tersenyum hambar, menatap ruangan itu yang terdiri dari beberapa tempat tidur. Bukan merasa hina, Reza hanya merasa terluka dengan sikap Raysa yang dengan tega membuangnya. Kalau dia tidak dibuang, tidak mungkin istrinya itu menolak mengenalinya.Raysa secara terang-terangan menyebut kalau mereka tidak saling mengenal. Membuat dada Reza terasa sesak, tenggorokannya seperti dicekik, benar-benar sakit. Reza mengusap wajahnya, yang ternyata bulir bening melintas di pipi."Terimakasih Pak, sudah m
Senyum penuh kemenangan tampak jelas di wajah pria yang menutup wajahnya dengan masker, dia memberi isyarat pada semua preman suruhannya untuk membawa Reza pergi dari sana. Dia tak mau kalau ada saksi mata yang akan membuat namanya tercoreng di media masa.Reza diseret menuju mobil yang sudah disiapkan tak jauh dari sana, mereka tak sadar kalau tubuh Reza meninggalkan jejak di pasir pantai itu. Reza diangkat dan dilempar dengan kasar. Mobil hitam itu melaju meninggalkan area pantai dan berhenti di sebuah bangunan tua.Kepala Reza terasa pening, kesadarannya sudah kembali walau matanya masih belum bisa menatap sekitar dengan baik. Reza hanya menemukan ada beberapa orang laki-laki bertubuh tinggi besar mengelilinginya. Mereka menggunakan masker hitam dan topi, membuat Reza tak bisa mengenali mereka satu per satu.Reza kembali diseret ke kursi, dia didudukkan dengan paksa."Tanda tangani surat cerai ini atau kamu akan dihabisi!" ucap salah satunya.Saat mendengar ucapan itu, Reza baru sa
Semua nelayan berpencar mencari Reza, setelah beberapa menit pencarian, salah satunya melihat jejak mobil yang membuat mereka langsung mengarah ke beberapa tempat terdekat di sana. "Pak, kita cari ke arah sana. Siapa tahu ada bangunan kosong atau apa yang bisa dijadikan tempat kejahatan. Kita cek satu per satu, sekalian tanya sama orang sekitar siapa tahu melihat mobil mencurigakan!"Baru saja mereka akan pergi, tiba-tiba mereka melihat mobil hitam yang melaju dengan kecepatan tinggi. Mobil itu keluar dari arah hutan, membuat para nelayan segera berlari."Kita cek di rumah kosong itu!"Semua berlarian dan begitu masuk, mereka menemukan Reza berlumuran darah."Pak Darma, ada Nak Reza di sini!""Cepat bawa mobil, kita bawa dia ke rumah sakit!" teriak Pak Darma.Reza pun langsung digotong ke luar dan dinaikan ke dalam pick up. Pak Darma dan beberapa nelayan membawanya ke rumah sakit. Kondisi Reza tidak cukup parah, tusukan itu tak sampai mengenai organ tubuhnya. Jadi, dia bisa langsung p
Pusat perbelanjaan memiliki atap yang dihuni oleh para elit global yang memiliki kartu akses VIP. Di mana tempat itu juga terhubung ke sebuah hunian apartemen bintang 5."Di atas sana ada apa, ya?" tanya Reza.Saat dia naik ke lantai atas, seketika mata Reza beradu dengan sepasang mata yang cukup dikenalinya. Sosok misterius yang pernah memintanya untuk ikut pergi, orang yang mengklaim kalau dirinya adalah sang pewaris.Sosok itu melirik Reza, tetapi kemudian matanya kembali teralihkan pada seorang perempuan yang berjalan di depannya. Reza memicingkan mata, takut kalau orang itu berbuat kejahatan. Namun, terlihat kalau dia seperti tengah mengawalnya."Siapa perempuan yang dikawalnya?" tanya Reza.Reza yang penasaran terus melangkah dengan mata yang tak lepas dari targetnya. Sampai akhirnya di sampai di depan toko pemesan. "Mas, bisa tolong ini atur dulu. Saya ada keperluan sebentar!""Oh boleh, kamu mau ke mana?""Za, ini tempat baru bagi kamu. Jangan jauh-jauh ya, nanti saya susah ca
Senyuman di wajah tampan Reza Pratama, pria tinggi berhidung mancung yang saat ini berusia 30 tahun tak pernah luntur, sekalipun gundukan ‘luka’ tumbuh di tenggorokannya, yang kini perlahan membuatnya sesak.Dia masih berusaha bersikap manis, sekalipun hatinya sudah babak belur karena sikap istri dan keluarganya. Seperti halnya saat ini, dia hanya berdiri dengan senyum yang mulai hampa, kala istrinya berdandan dengan cantik.Bukan tak senang, hanya saja penampilan cantik itu ditunjukkan sang istri untuk orang lain, bukan dirinya. "Sa, aku temenin kamu, ya!"Raysa melirik Reza dengan ekor matanya, kemudian dia memutar bola matanya dengan jengah. Sudah bosan mendengar ucapan Reza yang menurutnya tidak masuk diakal."Kamu mau mempermalukan aku atau gimana sih. Jangan menghayal, kamu itu gak sekelas sama kita!" "Tapi, bukankah orang lain ditemani suaminya. Jadi—"Belum sempat Reza menyelesaikan kalimatnya, Rasya langsung keluar dari kamar sembari membawa tas branded berwarna hitam metal