Share

Menyesal Setelah Bercerai : Suamiku Ternyata Kaya Raya
Menyesal Setelah Bercerai : Suamiku Ternyata Kaya Raya
Author: Fei Adhista

Menantu Pengangguran

Senyuman di wajah tampan Reza Pratama, pria tinggi berhidung mancung yang saat ini berusia 30 tahun tak pernah luntur, sekalipun gundukan ‘luka’ tumbuh di tenggorokannya, yang kini perlahan membuatnya sesak.

Dia masih berusaha bersikap manis, sekalipun hatinya sudah babak belur karena sikap istri dan keluarganya.  Seperti halnya saat ini, dia hanya berdiri dengan senyum yang mulai hampa, kala istrinya berdandan dengan cantik.

Bukan tak senang, hanya saja penampilan cantik itu ditunjukkan sang istri untuk orang lain, bukan dirinya. "Sa, aku temenin kamu, ya!"

Raysa melirik Reza dengan ekor matanya, kemudian dia memutar bola matanya dengan jengah. Sudah bosan mendengar ucapan Reza yang menurutnya tidak masuk diakal.

"Kamu mau mempermalukan aku atau gimana sih. Jangan menghayal, kamu itu gak sekelas sama kita!"

 "Tapi, bukankah orang lain ditemani suaminya. Jadi—"

Belum sempat Reza menyelesaikan kalimatnya, Rasya langsung keluar dari kamar sembari membawa tas branded berwarna hitam metalik. Disusul Reza yang kini berjalan cepat, berusaha mengimbangi langkah sang istri di anak tangga.

Reza bukan siapa-siapa, dia hanya seorang suami yang menghabiskan waktunya di rumah. Tak memiliki pekerjaan, hanya menumpang hidup pada istrinya yang merupakan seorang pebisnis sukses di bidang kecantikan. Itulah kenapa dia diremehkan karena memang selama menikah, dia hanya bergantung pada Raysa Aulya Widya saja.

Di rumah besar itu hanya ada satu asisten rumah tangga dan satu sopir pribadi untuk mertuanya, hanya saja semua pekerjaan rumah harus Reza yang kerjakan. Namun, tetap saja di mata semua orang dia hanyalah laki-laki tak tahu diri yang malas bekerja dan tak memiliki masa depan.

"Ada apalagi sih, Sa?" tanya seorang wanita tua yang sekarang tinggal bersama dengan Raysa.

"Gak tau tuh, pengen banget ikut. Dia gak ngaca gimana penampilannya," gerutu Raysa sembari melirik Reza yang berpenampilan biasa.

"Daripada ikut Raysa ke pertemuan penting, mendingan cari kerja sana! Di rumah terus gak malu kamu, Za?" ujar wanita yang terlihat lebih tua di antara yang lainnya.

Reza tak menanggapi itu, dia bersikap biasa saja seolah tak mendengar ucapan Marsya. Wanita itu adalah mertuanya. Hanya di awal pernikahan saja Marsya memperlakukan Reza dengan baik, setelahnya dia berubah karena tahu kalau Reza tak memiliki uang lagi.

Bukan tak ingin bekerja, Reza sudah sering melamar pekerjaan di luar, tetapi ujungnya Rasya akan kembali menyeretnya menjadi suami yang hanya tinggal di rumah dengan alasan pekerjaannya terlalu rendahan.

Sebenarnya bukan hanya hari ini, setiap hari pun Reza terus mendapatkan banyak protes dan komentar tentang semua hal yang dilakukannya. Semuanya salah dan semuanya memang tak layak di mata keluarga istrinya itu. 

Entah terbuat dari apa hatinya, yang jelas dia sangat sabar menghadapi mereka semua. Keluarga Raysa benar-benar menganggapnya sebagai menantu tak berguna.

Perusahaan kecantikan milik Raysa sangat terkenal. Banyak selebriti papan atas yang dijadikan brand ambassador olehnya, membuat popularitas perusahaannya semakin baik di kalangan masyarakat. Kosmetiknya benar-benar laku di pasaran. 

Itulah kenapa dia sangat besar kepala, menganggap kalau semua yang dimilikinya atas kerja kerasnya sendiri. Raysa lupa kalau itu karena campur tangan Reza juga.

"Mas Reza, kamu mau ikut sama aku?" Sontak Reza langsung berbalik menatap istrinya dengan senyuman mengembang.

Dia mencintai Raysa, sangat mencintai perempuan yang sudah menyelamatkan hidupnya puluhan tahun lalu itu. Jadi apa pun itu yang membuat Raysa bahagia, Reza akan berusaha mewujudkannya. 

"Tapi kamu cuma boleh nganterin sampai parkiran aja. Kamu jadi sopir aku buat hari ini.”

Reza membersihkan tangannya, kemudian berjalan di belakang Raysa. Keduanya benar-benar sangat berbeda, terlihat seperti si miskin dan si kaya.

"Bu, padahal Kak Raysa bisa punya suami yang jauh lebih ganteng dan kaya dari kita. Kenapa masih mempertahankan laki-laki miskin yang gak tau diri itu, sih. Beban tahu gak!" ucap Andien yang merupakan adik kandung Raysa.

Setiap hari dia berperan sebagai seseorang yang tuna rungu, mencoba menepis semua ucapan yang menyakitkan. Reza di sana hanya untuk Raysa, bukan yang lainnya lagi.

"Aku senang kalau akhirnya kamu sadar kalau ini semua terjadi karena—"

"Karena apa? Kamu?" sahut Raysa yang kini malah tertawa.

Dia menatap Reza yang terlihat kembali mengulum senyumannya. Raysa menggelengkan kepalanya, dia tidak habis pikir kalau sampai Reza merasa dirinya terlibat dalam pencapaiannya saat ini.

Raysa menyentuh tangan Reza dengan senyuman manisnya, tetapi kemudian dia memicingkan matanya dengan menunjukkan senyuman picik. "Aku gak akan pernah merasa hutang budi sama kamu Mas, aku bisa berada di titik ini karena kemampuanku sendiri. Lagian itu uang mahar yang kamu kasih ke aku, 'kan aku gak pernah memintanya. Jadi jangan merasa kamu berkontribusi dalam kesuksesan aku ini!"

Ucapan Raysa seperti belati yang menghunus tepat di jantung. Menyakitkan. Sesak dan membuatnya perlahan mati. 

Harusnya demikian, faktanya Reza hanya tersenyum hampa kemudian memalingkan wajahnya. Dia berusaha mengontrol dirinya sendiri dan kembali memilih bungkam.

Reza turun lebih dulu, dia membukakan pintu untuk Raysa. Mereka kini berada di parkiran sebuah pusat perbelanjaan, di mana salah satu brand milik Raysa diluncurkan hari ini. Dia mengadakan acara di dalam bangunan itu.

"Jangan ikuti aku, kamu cukup menunggu di sini dan ...."

"Bu Raysa!" panggil seseorang yang kini berjalan mendekat, sontak itu membuat Raysa berbalik dan melemparkan senyuman dengan manis.

Sosok itu datang dan mengulurkan tangannya, yang dengan sukarela membuat Raysa menerima jabatan tangan itu. "Pak Ardian?" tanyanya.

"Benar sekali. Senang bisa bertemu di sini, bagaimana kabarnya, Bu Raysa?"

"Alhamdulillah baik. Terima kasih sudah mau datang ke acara saya," ucap Raysa yang masih menguatkan senyumannya agar tak luntur.

Namun, pandangan Ardian kini tertuju pada sosok di belakang Raysa. Dia menunjuknya dan kemudian bertanya, "Dia pasti suaminya Bu Raysa, ya?"

Saat Reza akan mengulurkan tangannya dengan cepat Raysa menyela dengan membantah tuduhan kolega bisnisnya itu.

"Gak mungkin dong, dia ini cuma sopir saya."

"Cepat masuk!" ucap Raysa mengusir Reza.

Reza  mengangguk kecil, ada rasa kecewa yang tak bisa dijelaskan. Namun, lagi-lagi dia juga tak bisa membantah ucapan Raysa karena tahu saat ini dia hanya beban bagi istrinya itu. Tidak diusir Raysa saja sudah untung baginya, karena bagaimanapun Reza berhutang nyawa padanya.

Raysa dan rekan bisnisnya itu masuk ke dalam gedung tersebut, saat Reza masuk ke mobil dia menemukan dompet istrinya di dalam sana. Dia langsung membawanya dan berniat mengantarkan dompet itu, siapa tahu Raysa akan mencarinya nanti.

Kaki Reza memasuki pusat perbelanjaan terbesar di ibukota Harua, dia tersenyum puas saat melihat isinya. Dulu dia pernah bermimpi membangun pusat perbelanjaan, mengisinya dengan berbagai store dari brand yang dia sukai. Kini semua hanya tinggal angan saja. 

"Raysa," gumam Reza. Saat hendak memasuki tempat acara Raysa berada, dua orang berpakaian serba hitam menahannya. Mereka menatap Reza dengan lekat, seolah tengah mengamati sesuatu dari wajahnya.

"Kalian mau apa? Kalian siapa?" tanya Reza saat dua orang itu menarik tangannya.

"Jangan takut Tuan Muda, kami anak buah dari kedua orang tua Anda. Kami selama ini sudah mencari keberadaan Anda, Tuan Muda El!" ucapnya lagi yang membuat Reza mengerutkan keningnya karena tak mengerti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status