Share

Sahabat Jadi Musuh

Senyum merekah saat kedua mata menangkap pemandangan indah di pantulan cermin. Wajah cantik dengan warna kulit khas wanita Indonesia. Terlebih bibir itu tak pernah absen tersenyum, pada siapa pun juga dia selalu bersikap ramah. Membuatnya semakin terlihat indah

Tubuh tinggi semampai itu sudah dibalut pakaian kerja, khas seorang SPG kecantikan. Rambut panjangnya dicepol dan dipakaikan harnet pita berwarna hitam merah muda. Cantik. Itulah kata yang menggambarkan seorang Riviya Pandhita.

High heels dia kenakan begitu keluar dari kamar kosnya, sembari mengunci pintu dia menundukkan kepalanya memberi salam pada setiap orang yang melihatnya. “Selamat pagi, selamat beraktifitas!”

“Via mau berangkat ke mall?”

“Iya, Mbak Naura mau jaga toko juga di mall?” tanyanya balik dengan senyum yang masih merekah indah.

Percakapan singkat antara sesama penghuni kos-kosan. Via memang terkenal ramah dan sangat murah senyum, dia juga merupakan lulusan sarjana yang nasibnya sedikit kurang baik. Di mana bukannya kerja di kantoran, dia malah menjadi seorang SPG kecantikan.

Namun, semua tak menjadi masalah baginya karena Via menikmati kehidupannya ini. Dia hanya ingin bahagia dan hidup tanpa tekanan. Inilah jalan hidup yang dipilihnya. “Mbak, saya duluan, ya!” ucapnya.

Via kembali menundukkan kepalanya dengan senyum indah yang menjadi ciri khasnya. Via berjalan menuju pusat perbelanjaan, di mana bangunan itu berada tepat di depan kos-kosannya. Jadi, Via tak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke tempat kerjanya tersebut.

Dia kini tengah berjalan kaki sembari bersenandung kecil. Tas kecil yang dibawanya pun ikut terombang-ambing, saat Via berjalan dengan sedikit melompat-lompat ke sana kemari dengan high hell-nya yang lumayan tinggi.

“Pagi, Mas Jo!”

“Ih si cantik, mau berangkat kerja?” Via menjawab dengan anggukan kecil, melewati tukang ojek tetanggannya itu.

Senyuman Via seketika luntur, saat sebuah motor melaju cepat di sampingnya. Bukan itu saja, tetapi kendaraan roda dua itu berjalan di kubangan di mana air di dalamnya muncrat mengenai pakaian Via.

“Aarrghhh! Dasar sialan, dia gak liat ada kubangan apa. Heh, semalam habis hujan ngapain jalannya gak lihat-lihat, sih!” teriak Via.

Si pengendara motor merasa bersalah, tetapi saat berhenti dia melihat dari kaca spion kalau gadis yang terlihat adalah seseorang yang dikenalinya. 

Ternyata motor itu tidak berhenti, melainkan terus melajukan motornya. Dia adalah Reza, laki-laki yang kemarin mengantar Via ke gudang kecantikan untuk membawa barang.

Reza bukan tega, tetapi dia belum berani bertemu dengan Via. Takut kalau gadis itu akan menanyakan perihal gelangnya, sementara benda itu tidak berada di tangannya. “Ya Tuhan, aku gak bisa berhenti, semoga dia gak kenapa-kenapa,” ucapnya.

Motor itu berhenti beberapa meter di depan, tetapi kemudian melaju kembali meninggalkannya.

“Hari ini aku udah semangat banget loh, tapi ada aja yang bikin mood berantakan. Siapa lagi orang gak bertanggung jawab itu!” ucapnya sembari memicingkan mata.

Via langsung menghapal plat nomor motor itu, ya walau jaraknya sedikit jauh, tetapi matanya cukup baik. Matanya cukup jeli melihat angka dan huruf tersebut. Via langsung menggerutu, dia bertekad akan menemukan pemilik motor itu dan memintanya untuk meminta maaf.

Dia menepis kotoran di roknya, sayangnya itu tidak bisa hilang. Jadi dia berjalan lebih cepat sampai ke mall dan langsung mencari air untuk bisa membersihkan sisa tanah di roknya itu.

“Ini dia sengaja atau gimana, sih!” gerutunya sembari terus membersihkan roknya dengan air.

Kebetulan ada kran air di sana dan Via bisa sedikit membersihkan pakaiannya. “Via, tarik napas, jangan emosi, kamu cantik jadi harus tetap sabar. Iya, nanti cantiknya ilang.”

Via berusaha mengontrol dirinya sendiri. Dia juga menatap kaca mobil  yang memang ada di parkiran.

“Lumayan ada kaca mobil bening. Oke, masih cantik. Tinggal pakai lipstik aja,” ucapnya sembari mengoleskan lipstik ke bibir.

Baru dia berbalik, dia bertemu dengan seseorang yang baru keluar dari mobil. Sosok yang cukup dikenalinya, yang mana berpakaian anggun dan mahal. Via yakin kalau pakaian yang dikenakan sosok itu memanglah mahal.

Via langsung menundukkan kepalanya, kakinya pun melangkah pergi dari sana. Namun, sebelum dia berhasil menjauh sosok itu memanggil namanya. “Riviya!”  panggilnya dengan nada genit.

Via hendak pergi, mengabaikan orang itu, tetapi dia tidak bisa melakukannya karena dia berjalan cepat menghampirinya.

“Kok, malah pergi. Kamu beneran Via ‘kan?” tanyanya memastikan.

“I-iya.” Jawabnya singkat.

Sosok itu menatapnya dengan sinis, dengan sorot mata mengejek. Jika dibandingkan dengan penampilan Via, memang sangat jauh berbeda. Via hanya seorang SPG sementara perempuan di hadapannya sepertinya seorang pengusaha.

“Kamu kerja jadi SPG?”

“Astaga, seorang sarjana dengan nilai terbaik di kampus malah jadi SPG. Memang ya, takdir itu sesuai dengan perbuatan,” ucapnya mengejek.

“Raysa!” panggil Riviya dengan senyum simpul dibibirnya.

Raysa yang dipanggil namanya hanya menaikan sebelah alisnya. Dia tetap tersenyum mengejek, karena menurutnya pemandangan di depannya sangatlah lucu. Dia tahu siapa Riviya dan bagaimana dia berambisi saat masih kuliah dulu. Namun, kini mereka benar-benar berbanding terbalik. Bagai langit dan bumi. Dia seorang pemilik perusahaan kecantikan, sementara Via hanya seorang SPG kecantikan.

Ingin rasanya Raysa tertawa, mengejek atas kesulitan yang dialami  Riviya. “Berapa gaji seorang SPG? Oh iya, kamu sudah menikah atau belum?”

Riviya yang mendengar ocehan itu hanya diam saja. Bukan takut, dia hanya malas beradu mulut dengan Raysa yang menurutnya sosok yang tak pernah mau kalah dalam hal apa pun juga. Jadi rasanya akan percuma, membalas omongan perempuan itu.

“Punya mulut ‘kan kenapa malah diam saja. Atau jangan-jangan kamu belum menikah juga?”

Seketika tawa renyah pun keluar dari mulut Raysa, dia benar-benar mengejek Riviya dan merasa kalau perempuan itu sudah kalah jauh dari berbagai aspek darinya. Pekerjaan dan status, dia bukanlah apa-apa.

“Ya Tuhan, usia berapa kamu ini kenapa belum menikah. Mau jadi perawan tua, ya?”

“Aish, aku lupa kalau gak akan ada yang mau sama SPG rendahan kayak kamu ini. Ck! Ck!”

Perempuan itu sudah menahan diri, menahan emosinya. Dia mengepalkan tangan dengan rahang yang mengeras. Riviya memang enggan berurusan dengan Raysa, tetapi perempuan itu sudah sangat keterlaluan.

Riviya mendekati Raysa dan menatapnya dengan lekat, seolah dia tidak lagi takut padanya. “Siapa yang sok cantik? Siapa yang merebut pacar orang lain? Ayolah, sebaiknya kamu yang berkaca juga. Eh, tunggu-tunggu,” ucapnya sembari menatap Raysa dari ujung kaki hingga ujung rambut.

Keduanya saling menatap, sorot mata mereka saling bertemu. Membuat udara di sekitar terasa mencekik dan Via memilih meninggalkan Raysa.

Saat berjalan ke pintu belakang Mal, Via menemukan sepeda motor yang telah membuatnya kotor. Menunggu beberapa menit tidak ada tanda kehadiran, Via pun membawa helm sang pengendara, berharap saat pemilik kendaraan kehilangan helmnya dia akan mendatangi petugas parkir dan petugas parkir akan menghubunginya ketika helm itu akan diambil.

Namun, ternyata hingga sore hari helm itu tidak ada yang mengambil, dan terpaksa Via membawanya pulang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status