Dari lirikan mata aku melihat Mutia mengikuti arah langkah kakiku yang melewatinya. Setelah Aku memastikan keadaan di dapur hingga ke belakang rumah sampai ke pintu samping pun tak luput dari pantauanku, aku tidak menemukan siapapun di sana atau tanda-tanda kehadiran orang lain di sana. Aku membuang nafas kasar Mungkin ini hanya firasat ku saja. Aku mencoba menepih semua pikiran buruk yang menghantuiku, mengingat aku ini bukanlah lelaki setia, sehingga tidak menutup kemungkinan istri keduaku juga melakukan hal yang sama.Untuk Putri, aku bisa mempercayainya karena sejauh ini Ia tidak pernah mengkhianatiku. Walau sekejam apapun perlakuanku kepadanya, tapi istri cantikku itu tidak pernah berpaling dariku sedikitpun.Putri memang tidak bisa hidup tanpa aku, oleh karena itu aku berani semena mena kepadanya.“kamu cari apa Mas?” tegur Mutia yang mengikutiku dari belakang sampai ke pintu samping.Mendengar suara lembut istriku membuat aku mengalihkan atensi ke arahnya.“Enggak ada. Ma
Selalu saja Mutia menggunakan status untuk pembelaan dirinya setiap kali Ia melakukan kesalahan.Dia malas masak dengan dalih Dia hanyalah istri sirih bukan istri sah. Dia selalu minta bayaran setiap melayaniku juga dengan alasan yang sama. Bahkan dia berfoya-foya, lagi-lagi dengan alasan itu.Memang Mutia pernah berjanji ia akan menjadi istri yang paling baik sedunia seandainya aku menikahinya secara negara. Dia butuh pengakuan di publik. Katanya dia tidak ingin dicap sebagai pelakor.“Kamu lihat Mas! Gara-gara kamu yang begitu takut dengan perempuan sialan itu, sampai hari ini aku tidak bisa mengandung.Dulu ketika aku menikah dengan suami pertamaku, hanya dalam jangka satu bulan aku sudah hamil,” Cerocos Mutia.“Apa jangan-jangan kamu tidak pernah mencintaiku dan hanya menginginkan anak perempuan dariku, lalu pergi meninggalkanku?” imbuhnya dengan nada memilukan.“Enggak salah memang selama ini aku menunda kehamilan,” tambah Mutia kemudian ia langsung membekam mulutnya sendir
Ketika aku sedang sedang termenung memikirkan kata-kata kedua putraku, tiba-tiba saja bel rumah berbunyi mengalihkan atau si kami bertiga. Ia, di rumah ini hanya ada Kami bertiga.Siapa gerangan kira-kira yang pagi-pagi bertamu ke rumah?Ketika aku hendak bangun untuk melihat siapa yang datang, Aldo lebih dulu berdiri dari duduknya.“Biar kakak saja yang lihat, Mah. Mama lanjut aja sarapannya, itu nasi dari tadi diaduk-aduk aja tanpa dimakan,” ucap Aldo, lalu ia melenggang pergi untuk membukakan pintu.Lama aku menunggu Aldo tak juga kembali, ia juga tidak memberitahu siapa yang datang.Karena kepo aku bangkit dari duduk menyusul Putra sulungku. Dari ruang tamu aku melihat Aldo hanya berdiri mematung di depan pintu tanpa mengeluarkan sepatah katapun.“siapa kak?” tanyaku penasaran.Mendengar pertanyaan dariku, Aldo beralih menatap ke arahku sambil tersenyum.“bukan siapa-siapa kok Mah, Bapak ini salah alamat. Mama tunggu aja di ruang makan nanti aku nyusul balik kedalam. Aku kasih t
Bab 29 come back Masih dari dalam, aku mengintip Aldo bergeming sama sekali. Sementara Mas Alfi masih juga masih dalam posisinya“Hai jagoan Papa,” ucap Mas Alfi mengalihkan atensinya ke arah Aris yang sedang berlarian ke arahnya.Aris langsung berhamburan ke dalam dekapan sang papa. Bocah itu begitu kentara jika dirinya selama ini merindui sosok sang Papa. Bocah itu memeluk dengan erat leher sang Papa, seolah ia berkata, tidak ingin kembali berjauhan dengan superhero nya itu.Setelah puas memeluk Papanya, Aris menarik diri, lalu beralih menatap ke arah sang kakak yang sedari tadi hanya berdiri mematung tanpa mengeluarkan sepatah kata pun atau hanya sekedar melangkah maju ataupun mundur.“Kakak nggak peluk Papa?” tanya Aris polos. Entah bocah itu memang beneran polos atau dia memang sengaja ingin membuat keluarga ini harmonis kembali. Di awal kepergian Mas Alfi, Aris memang sering menanyakan keberadaan sang Papa. Namun, seiring waktu berlalu bocah itu tidak lagi bertanya hal-hal
Bab. 30 Intropeksi diriAku melambai tangan ke arah kedua malaikat kecilku yang semakin menjauh ditelan jarak yang membawa Mereka pergi. Senyuman terus mengembang di bibirku menetap kepergian kedua buah hatiku Kini tinggallah aku dan Mas Alfi.Perlahan tapi pasti langkahku berputar menghadap ke arah lelaki yang masih berstatus suami sahku itu.HeningHanya ada kesunyian dan tatapan yang sulit diartikan dari sorot mata kami yang saling bersitatap.Aku tidak tahu apakah Mas Alfi sudah menceraikan aku secara agama atau tidak.Mengingat aku yang masih berstatus istrinya, aku memilih mengalah dan mengangkat suara terlebih dahulu.“assalamualaikum, Mas,” ucapku sambil berjalan mendekat ke arahnya.Tanganku terulur untuk menyalami tangan kekarnya yang sekian purnama tidak pernah aku lihat apalagi aku genggam.Aku mencium takzim tangan mas Alfi seperti biasanya, seperti di saat rumah tangga kami masih harmonis tanpa kehadiran orang ketiga.“Waalaikumsalam,” jawab Mas Alvi lirih.Tang
MKYHS B. 31. akankah terulang kembali?Lama kami saling mendekap, melepaskan rindu yang menyesakkan Sukma.Tak bisa ku bendungkan lagi, cairan bening pun lolos begitu saja membanjiri pipiku. Bahuku bergoyang menahan isak tangis penuh haru. Allah sudah mengabulkan semua doa-doaku.Aku masih setengah percaya jika ini kenyataan. Suamiku kembali pulang setelah sekian lama menghilang.Tidak banyak yang berubah dari Mas Alfi, hanya saja berat tubuhnya yang sepertinya sedikit turun.Puas melepaskan rindu yang begitu menggebu, Mas Alfi menggendongku ala bridal style dan membawanya ke kamar.Malu dan gugup itulah yang kurasakan di saat Mas Alfi membaringkan tubuh ini di atas kasur kami. Mungkin karena sudah lama tidak melayani suamiku itu sehingga membuatku kaku. Meskipun demikian, aku tetap melayani nya dan juga memperingati suamiku untuk melafadzkan doa terlebih dahulu seperti biasanya. Berharap agar apa yang kami tanam berbuah dengan kebaikan.Puluh yang bercucuran membasahi tubuh kami, t
B.32. Suudzon Hanya anggukan kepala yang mampu aku berikan untuk merespon ucapan Mas Alfi. Sungguh aku tidak yakin masih bisa bertahan jika kenangan masa lalu kembali terulang. Goresan luka lama belum sembuh total. Sungguh aku tidak siap untuk kembali terluka Untuk yang kesekian kalinya.Hanya anggukan kepala yang mampu aku berikan sebagai respon atas ucapan Mas Alfi.Aku memaksakan senyuman di bibir ketika melayani suamiku di meja makan. Aku tidak ingin terlihat banyak pikiran di depan anak-anak.Mas Alfi mengajakku untuk duduk di ruang keluarga Setelah kedua anakku pergi ke kamar mereka untuk beristirahat.Ternyata mas Alfi sekuat ini. Ia bahkan tidak ingin istirahat terlebih dahulu atau hanya sekedar membahasnya ketika di kamar saja seraya istirahat.Dilihat dari gelagat Mas Alfi sepertinya ini memang hal yang sangat penting dan mendesak.Aku mencoba sesantai mungkin agar tidak terlihat tegang oleh suamiku. Aku hanya akan menanti setiap untaian kata yang akan keluar dari bibir
“Terserah kamu jika memang tidak ingin membantu aku.Lagian aku bekerja banting tulang juga untuk kalian. Aku ingin memberikan kehidupan terbaik untuk kalian. Namun, Jika kamu tidak merestuinya, aku akan mengurungkan niatku itu. Biarlah kita hidup pas-pasan seperti ini jika memang itu yang kamu inginkan,” ucap Mas Alfi.Setelah berkata demikian suamiku itu langsung bangkit dari duduknya menuju ke kamar. Ia bahkan tidak menoleh ke arahku.Tubuh ringkiku terkulai lemas di atas sofa. Apa aku keterlaluan?Apa salahnya Mas Alfi yang ingin mengalihkan kembali kepemilikan lahan kami ke atas namanya? Toh dulu juga atas namanya, bukan?Namun, untuk sekarang aku membiarkan dulu Mas Alfi menenangkan pikirannya.Tidak baik bukan mengambilkan keputusan secara tergesa-gesa?Aku membuang nafas kasar untuk menghilangkan sesak di kalbu.Aku menyusul suamiku ke kamar.Aku mendapati Mas Alfi sudah tidur dengan membalutkan tubuhnya menggunakan selimut. Ia mengungguniku, persis seperti anak-anak