Aku dan Aisyah masih berada di ruang perawatan Mella. Masih juga penasaran dengan apa yang terjadi di ruang sebelah. Ingin keluar tapi tidak berani."Kenapa ya di sebelah itu?" tanya Bu Tari sambil membereskan piring makan yang ia pegang.Mella sudah selesai makan. Nasi lembek yang diberikan tadi sudah habis ludes dimakan Mella. Walaupun sakit ternyata Mella makannya lumayan banyak, tapi badannya kok nggak gemuk ya? Salut aku dengan Mella. Kalau aku, membayangkan makanan saja, berat badan sudah naik beberapa ons, hihi."Mungkin ada keluarganya yang datang, terus menangis melihat kondisi yang sakit," jawabku."Atau jangan-jangan yang dirawat di sebelah itu meninggal?" sambung Aisyah.Aku langsung melotot ke arah Aisyah, ia tampak cengengesan saja. Sedangkan Mella langsung pucat mendengar ucapan Aisyah."Hush, jangan bilang seperti itu lah. Bikin takut saja," jawabku lagi."Lha soalnya beberapa orang langsung kesitu," kilah Aisyah."Tapi yang dirawat di sebelah itu masih muda lho," jawa
Aku tidak tahu apa yang Bang Jo dan keluarga rencanakan. Yang jelas, tugasku hari ini mengantar makanan untuk Bu Tari. Walaupun kami semua jengkel dengannya, tapi sisi kemanusiaan kami tetap ada. Dengan diantar Bang Jo, aku berangkat ke klinik.Tadi malam Deni tidak datang ke klinik. Ia dirumah menemani Sheila. Kasihan Sheila, kurang perhatian."Assalamualaikum," sapaku pada Bu Tari dan Mella. Bang Jo tidak ikut masuk ke kamar, ia menungguku diluar.Bu Tari sedang duduk menonton televisi, Mella sibuk dengan hpnya."Waalaikumsalam," jawab Bu Tari."Ini, Bu. Ada makanan untuk Bu Tari," kataku sambil menyodorkan kantong berisi makanan. "Ya, taruh saja disitu," sahut Bu Tari sambil menunjuk sebuah meja kecil."Kak Deni kemana, Mbak? Kok nggak kesini?" tanya Mella."Wah, aku nggak tahu, Mel. Tadi aku langsung dari rumah, nggak mampir ke rumah Emak. Aku pikir dia ada disini," jawabku."Dia nggak kesini lagi, sejak kemarin siang, Mbak. Gimana keadaan Sheila? Apakah dia sering menanyakan ke
"Maaf Mella, aku tidak bisa memutuskannya. Semua harus aku rundingkan dengan suamiku," jawabku sambil membantu Mella berdiri. Tidak enak rasanya Mella bersujud dikakiku. Sebenci-bencinya aku dengan Mella, aku tidak pernah berharap ia sujud di kakiku. Dengan Ia meminta maaf secara baik-baik saja, aku sudah cukup senang. "Tolong, Mbak. Bicarakan dengan Bang Jo. Aku tidak mau disini terus," kata Mella sambil terisak-isak."Mella, ngapain sih kamu merengek-rengek seperti itu. Memalukan! Masalah biaya itu urusan Deni, suamimu yang gak punya otak itu. Istri sakit malah nggak pernah dijenguk apalagi ditunggui," ketus Bu Tari berkata pada Mella."Kak Deni nggak punya uang, Bu. Kalau begitu, Ibu yang membiayai perawatan disini. Nanti kalau Mella sudah sehat, Mella akan bekerja untuk membayar hutang pada Ibu," bela Mella."Huh, enak saja. Kamu sudah menikah, jadi bukan tanggungan Ibu lagi. Tapi tanggungan suamimu. Percuma saja kamu menikah kalau semua masih kembali ke Ibu. Makanya cari suami i
Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah Emak. Aku dan Aisyah berjalan menuju pintu. Tampak Bang Jo keluar dari mobil. Mella turun dari mobil dibantu Bu Tari. Mereka berjalan masuk ke dalam rumah."Biar barangnya aku yang bawa," ucap Bang Jo, ketika Mella berusaha mengangkat barang bawaannya. Aku membantu Bang Jo membawa barang bawaan Mella.Aku mengikuti Bang Jo masuk ke dalam rumah, dan meletakkan barang Mella di kamarnya. Kamar Mella sudah tampak bersih dan tidak bau lagi. Mungkin ini yang dikerjakan Deni beberapa hari yang lalu, membersihkan kamar. Kalau kamar seperti ini, pasti sangat nyaman untuk ditinggali.Setelah keluar dari kamar Mella, aku dan Bang Jo menuju ke ruang keluarga. Tampak semua sudah duduk disana.Mella mendekati Emak dan Bapak yang duduk bersebelahan. Kemudian duduk bersimpuh di lantai."Pak, Emak, maafkan segala kesalahanku. Selama ini aku melakukan banyak hal yang membuat Bapak dan Emak marah dan kecewa. Di rumah sakit beberapa hari, membuatku banyak ber
Rutinitas pagi selalu kulalui dengan semangat. Semangat menjemput rezeki, karena didalam rezekiku, ada rezeki untuk orang lain. Para pegawaiku dan mertua. Sesekali aku juga mengirimkan untuk ibu kandungku. Alhamdulillah, sejauh ini, usahaku lancar. Warung nasi sepuluh ribu, lumayan ramai. Jualan es boba dan makanan ringan juga lancar. Aku selalu berusaha untuk mensyukuri apa yang ada. "Assalamualaikum, Mbak Nova," sapa seseorang yang masuk ke dalam rumahku.Aku menoleh ke arah suara itu. Ternyata Mella yang datang, ia tampak lebih segar dari kemarin."Waalaikumsalam," jawabku.Mella mendekatiku, aku baru selesai mencuci pakaian."Sudah sarapan?" tanyaku sambil.mengajaknya untuk duduk di kursi makan. Aku membuka tudung saji dan memperlihatkan makanan yang ada. "Sudah, Mbak. Tadi aku bangun pagi terus masak tumis kangkung. Karena hanya ada kangkung di kulkas," jawab Mella."Nanti siang ambil lauk disini, ya?" kataku pada Mella.Mella mengangguk, kulihat matanya berkaca-kaca."Kenapa?
Hari ini Septi datang ke rumahku, sendirian. Aku senang akhirnya ia mau main kesini. Septi mengajakku ke rumah Bapak. Ia ingin meminta restu pada Bapak dan Bu Sis, sekalian meminta Bapak untuk menjadi wali nikahnya nanti. "Intan, beri salam pada Tante Septi," kataku pada Intan ketika ia pulang sekolah.Intan mendekati Septi dan memberi salam. Kemudian Intan masuk ke dalam untuk ganti pakaian. Aku mengajak Septi ke warung."Mbak Mella, apa kabar," sapa Septi."Alhamdulillah, kabar baik. Kapan sampainya Sep?" tanya Mella."Baru saja, Mbak."Kemudian Mella dan Septi asyik berbincang-bincang. Mereka cepat akrab, selama ini mereka hanya saling sapa saja. Maklumlah dulu Mella kurang bersahabat. Tak lama kemudian Dewi pulang sekolah. Ia pun menyalami Septi dan kemudian masuk ke dalam rumah. Selesai berganti pakaian ia langsung membantu menjual es Boba."Kamu nggak makan dulu, Wi?" tanyaku."Nanti saja, Bu. Kalau sudah lapar. Masih kenyang tadi jajan di sekolah," sahut Dewi.Akhirnya Dewi s
"Ibu maklum, yang penting semua sehat-sehat dan selalu memberi kabar. Gimana mertuamu?" tanya Bu Sis."Alhamdulillah, Bu. Semua sudah berubah menjadi lebih baik. Emak sekarang sudah rajin ikut pengajian, jadi waktunya banyak digunakan untuk kegiatan positif. Mella semenjak sembuh dari sakit, juga mulai berubah. Sekarang ia membantu di warung.""Syukurlah, semua harus melewati jalan yang terjal dulu, sebelum akhirnya berubah.""Biar Nova yang membawanya, Bu." Aku membantu Bu Sis membawa minuman ke depan.Septi sedang bercanda dengan Nayla, ketika aku membawakan minuman."Ayo diminum dulu, haus kan tadi di jalan," kata Bu Sis."Iya, Bu. Makasih," jawab Septi."Gimana kabarnya Ibu, Sep?" tanya Bu Sis. Sepertinya beliau berusaha untuk membuka percakapan dengan Septi, supaya suasana tidak kaku."Alhamdulillah, sehat, Bu. Tapi ya gitu, harus selalu diingatkan dalam hal makanan. Senangnya makan yang asin-asin, padahal punya penyakit darah tinggi. Kalau dikasih tahu, ngeyel." Septi sepertinya
Terdengar suara langkah kaki yang masuk ke dalam rumah. Semua menoleh ke arah pintu. Ternyata Nayla dan Icha masuk ke dalam rumah, mungkin sudah capek main di luar."Icha, kasih salam sama Mbak Septi," kata Bapak pada Icha. Icha pun mendekati Septi, kemudian Septi mencium pipi Icha."Icha sudah besar ya? Ini Mbak Septi, mbaknya Icha." Septi berkata pada Icha."Oh, Mbak Septi ya? Bapak pernah cerita sama Icha kalau Icha punya dua Mbak. Mbak Nova dan Mbak Septi. Kalau sama Mbak Nova sering bertemu. Tapi dengan Mbak Septi baru sekali ini. Waktu Icha tanya kok Mbak Septi nggak pernah kesini? Bapak menjawab katanya Mbak Septi sedang sibuk sekolah. Nanti kalau sekolahnya sudah selesai pasti Mbak Septi kesini. Berarti sekarang Mbak Septi sudah selesai ya sekolahnya?" Icha nyerocos dengan polosnya.Septi mengangguk sambil meneteskan air mata. Sepertinya ia merasa sangat bersalah, mungkin karena sudah menyia-nyiakan waktu selama ini."Iya, Mbak Septi sudah selesai sekolahnya. Maafkan Mbak ya,