Share

2. Kepergian Ardi

"Tolong Mama saya, Om. Tiba-tiba mama saya pingsan." Dinda menatap penuh harap pada laki-laki tinggi dan gagah di depannya.

Laki-laki itu segera mengambil tas kerjanya, dan memeriksa Arumi. Tak lama kemudian Arumi segera sadar. Perlahan ia membuka matanya, menatap Dinda dan dokter muda yang duduk di sampingnya.

"Tadi Mama pingsan, untung ada om itu yang menolong," ucap Dinda menunjuk ke arah dokter muda tadi. Dokter itu mendekat, lalu tersenyum ke arah Arumi.

"Syukurlah kamu sudah sadar." ujar laki-laki itu sambil menyunggingkan senyum manis, menunjukkan barisan gigi putihnya yang tersusun rapi.

"Andrean?" Arumi menaikkan alisnya ketika melihat laki-laki itu. Kenapa dunia begitu sempit, Arumi bisa dipertemukan lagi dengan teman lamanya, dan Andrean terlihat sangat berbeda. Rupanya teman SMA nya itu sekarang sudah menjadi seorang dokter.

Andrean bercerita jika ia baru saja dipindah tugaskan ke Rumah sakit Harapan, menggantikan Dokter Luis yang sebentar lagi akan pensiun. Dokter Luis adalah Dokter yang mengobati penyakitnya. Itu artinya, setelah ini Arumi akan sering bertemu dengan Andrean.

===

"Darimana saja kamu? Sudah tahu suami mau pulang, malah keluyuran!"

Begitu sampai di rumah Arumi disambut dengan tatapan tajam dan ocehan suaminya.

"Itu tadi habis dari depan mau nyari peralatan sekolah untuk Dinda. Tapi tokonya sudah tutup," ujar Arumi beralasan. Ia tidak ingin mengatakan tentang penyakitnya pada sang suami.

"Ya sudah, cepat buatkan aku kopi!" perintah Ardi. Ia terlihat sangat lelah, setelah pulang bekerja. Arumi mengangguk lalu melangkah ke dapur, hendak membuatkan kopi untuk Ardi. Namun tak lama kemudian ia kembali berdiri di depan Ardi sambil membawa toples gula yang kosong.

 "Eh itu, Mas. Gulanya habis," ucapnya sembari menunjukkan toples gula yang kosong.

"Habis ya belilah!" ucap Ardi dengan nada tinggi. Lama- lama ia kesal juga dengan Arumi.

"Mas kan belum ngasih uang belanja," ucap Arumi pelan. Ardi melirik jengkel ke arah istrinya lalu meletakkan lima lembar uang berwarna merah di atas meja.

"Nih uang belanja bulan ini!" ucapnya.

Arumi segera menghampiri suaminya. Senyumnya mengembang dan tangannya  segera meraih uang yang diletakkan Ardi di atas meja. Namun seketika senyumnya surut saat matanya menatap lima lembar uang seratus ribuan yang berjejer di sana. 

"Loh, kok cuma segini, Mas?" protes Arumi sambil meraih lembaran uang di atas meja itu. Uang belanja yang biasa Ardi berikan setiap bulannya saja selalu kurang. Arumi kesulitan mengaturnya karena harga sembako yang terus melonjak naik. Ini malah uang bulanannya dipotong lagi.

"Kamu ini banyak protes, masih sukur aku  mau nafkahin kamu!" Ardi mendengus kesal. Bulan ini Ardi harus membayar biaya kuliah Santi, jadi uang bulanan untuk Arumi ia potong. 

"Tapi, Mas, uang sekolah Dinda juga harus segera dilunasi!" protes Arumi.

Kemarin Arumi sudah ditegur oleh guru Dinda. Kalau sppnya belum lunas, Dinda tidak boleh ikut ujian. Arumi menatap nanar sang suami. Bisa- bisanya ia lebih memprioritaskan Santi daripada Dinda, anaknya sendiri. Namun Ardi seolah tak peduli.

"Ya, kamu pikir sendirilah bagaimana cara membayarnya. Jadi istri kok bisanya nyusahin suami!" Ardi mendengus kesal. Pulang kerja bukannya mendapat sambutan hangat dan secangkir kopi, malah diajak ribut oleh Arumi.

"Mas, Dinda itu anak kamu, tapi kenapa kamu lebih mementingkan ibu dan adik kamu dari pada anak kamu sendiri?" Arumi meninggikan suaranya, karena ia sudah tidak tahan dengan sikap Ardi yang tidak adil. Bulir- bulir bening yang sejak tadi menggantung di sudut matanya, kini sudah mengalir membasahi kedua pipinya.

Plak!" Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Arumi, menyisakan bekas kemerahan dan nyeri yang berdenyut. Arumi menyentuh pipinya yang terasa panas dan nyeri. Matanya menatap nanar pada sang suami, "Tega sekali kau menamparku, Mas!" Arumi merintih, air matanya semakin deras mengalir.

"Dasar perempuan sundal! Berani kau meninggikan suaramu padaku lagi, aku tak hanya akan menamparmu. Tapi akan kubuat mulutmu itu tak bisa lagi bicara!" ucap Ardi sembari beranjak menuju ke kamarnya.

Arumi seperti tak mengenal Ardi. Entah kemana perginya Ardi yang dulu, yang selalu bersikap lembut padanya. Sikapnya berubah 180 derajat setelah kelahiran Dinda.

"Ma, jangan nangis!" suara polos Dinda membuat Arumi tersentak. Ia tidak boleh menangis di depan Dinda. Segera ia menghapus air matanya, dengan lengan bajunya.

"Eh, enggak kok. Mama ga nangis, ini hanya kelilipan." Arumi membelai lembut rambut Dinda. Hatinya trenyuh, setiap kali mengingat perlakuan Ardi pada Dinda. Entah kesalahan apa yang pernah dilakukannya ketika mengandung Dinda, sehingga Ardi sangat membenci kehadiran Dinda.

 

"Mama jangan bohong." Dinda menatap manik hitam sang mama. Ia mendengar semuanya. Kedua orang tuanya ribut gara - gara uang sekolahnya. "Dinda tidak apa- apa, tidak ikut ujian. Yang penting Mama jangan nangis," ucapnya  lirih. Anak itu mencoba tersenyum, meski Dinda tak mampu menyembunyikan wajah murungnya pada Arumi.

"Mama dan Papa tidak bertengkar, Sayang." Arumi mengulurkan tangannya, merengkuh tubuh gadis kecil itu ke dalam pelukannya. Ia tidak ingin Dinda merasa tertekan dengan pertengkaran kedua orang tuanya. Selama ini Dinda sudah cukup tertekan dengan sikap Ardi yang selalu acuh padanya.

"Dinda jangan khawatir, Mama pasti akan membayar uang sekolah Dinda. Dinda hanya perlu belajar yang rajin." Arumi melanjutkan kata-katanya, sembari mengelus rambut bocah itu dengan lembut.

Arumi melepaskan pelukannya pada Dinda, ketika terdengar derap langkah dari belakang. Ia menoleh ke arah belakang dan mendapati suaminya sudah berdiri dengan menenteng ransel di tangannya.

"Mas, kamu mau kemana?" Arumi menautkan kedua alisnya, lalu beranjak menghampiri suaminya.

"Aku mau nginep di rumah Ibu, pusing di rumah, diajakin berantem terus!" Ardi melangkah melewati Arumi yang masih berdiri mematung. Arumi meraih lengan Ardi, berusaha menahannya. Namun Ardi tak memperdulikannya, ia menghempaskan tangan Arumi dan beranjak menuju ke mobilnya.

 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Cowok Inisial R
ardi gue buang ke hutan lo ye
goodnovel comment avatar
Alnayra
ya Allah laki-laki macam apa lah itu si ardi
goodnovel comment avatar
Nur Cahaya
Parah Ardi. minta di sunat habis itu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status