“Oh, my God, oh my God... he’s so delicate, so ethereal... i’m dying, Dya... damage-nya gila!”
Dya terkikik melihat reaksi saudarinya ketika menemukan Danish sudah bersiap dengan pakaian pesta dan tatanan rambut terbaru yang sudah mereka sepakati bersama. Rambut pemuda itu lebih panjang lagi dibanding terakhir kali dengan under cut memikat serta ditata berbeda dari biasanya.
“Lucu banget!” Dya juga ikut mendekat dan memberikan komentarnya. “Cakep, beda banget, Nish. Fresh gini meskipun agak mirip bibi-bibi sedikit.”
“Heh!”
Gadis itu tertawa melihat reaksi tidak senang dari iparnya. Hairstylish Danish menyisir helaian rambut gondrongnya ke belakang, menampakkan dahi pemuda itu yang terang benderang, alisnya yang tegas dan tajam juga ikut terpampang, bagian sebelah kanan dinaikkan hingga under cut-nya kelihatan. Dia sangat tampan.
“Kamu tahu kan, Danish kalau males sisiran kelihatan kayak ora
Berjaga malam di stase obgyn benar-benar sebuah ujian karena sangat menguras tenaga dan pikiran. Gio berada di stase ini untuk minggu keempat dari 8 atau 10 minggu yang tersisa dan masih belum terbiasa. Pukul 6 pagi dia sudah harus tiba di rumah sakit, mulai melakukan follow up pasien dan diteruskan dengan kegiatan stase seperti pemeriksaan poliklinik, bangsal, kamar bersalin atau ikut operasi sampai sore. Setelahnya melanjutkan waktu berjaga hingga malam hari di bangsal atau kamar bersalin. Menunggui ibu-ibu pasca melahirkan, kadang menyuapi salah satu dari mereka jika keluarganya sedang tidak di tempat. Berjaga di stase ini membuat Gio seolah berlatih jadi suami siaga di masa depan. Dia menyaksikan tiap detiknya perjuangan para ibu yang akan bersalin, saat bersalin dan usai bersalin. Mereka mengagumkan. Setelah melewati malam yang panjang dan melelahkan dengan jam tidur super pendek dan tersendat-sendat maka tibalah pagi yang ditunggu-tunggu. Tapi
“Gue nggak pernah gangguin lo kencan sama Sayna!” “Gue nggak bakal ganggu, Dya! Gue cuma mau ikut, ngawasin lo sebagai saudara. Gue khawatir, gimana kalau lo dipukul lagi?” Pramudya menatap tajam pemuda itu dengan perasaan kesal setengah mati. Danish yang punya banyak waktu luang senang sekali mencampuri urusannya. Apalagi sejak dia tahu kalau Dya juga cuti kuliah, habislah sudah Dya dijajah. Danish memborbardir ponselnya dengan berbagai pesan dan panggilan, mengatakan banyak alasan untuk pergi jalan-jalan, dan lain-lain. Sementara Dya tidak pernah punya banyak waktu dengan Kevin, dia hanya dihubungi sesekali dan harus dapat gangguan dari Danish seperti saat ini. “Mas Kevin nggak pernah nyentuh gue kalau gue nggak kasih izin, Nish.” Dya berbisik pelan, mobil yang mereka kendarai menuju salah satu hotel kecil di pinggir kota. Pertemuan Dya dan Kevin memang sudah terencana. “Dia tahu gue bakal sakit.” “Terus kenapa lo kasih izin?” tanya Danish tak habis
Dear, Nika... Udah lama ya aku nggak tanya kabar dan tulis surat untuk kamu. Aku capek nangis tiap kangen sama kamu, tiap ingat kesalahanku. Nika, maaf kalau ternyata aku udah sembuh dan jarang tulis surat buat kamu. Mimpi-mimpiku menunggu. Kapan-kapan kita ketemu, ya. Hidup di sini terus berjalan, dan mungkin ini surat terakhirku buat kamu. Kamu mungkin hadir sebagai kesalahanku, tapi kamu juga pelajaran terbesar. Terima kasih, Nika. Aku ingin bahagia, maaf kalau kamu nggak ada di dalamnya. Kamu bagian dari masa laluku, dan aku udah nggak di sana. Selamat tinggal, Arunika, anak mama. Regards, Sayna Lalisa Ghissani Kemudian surat itu mungkin akan bernasib sama dengan yang lainnya. Dihanyutkan hingga kertasnya basah, atau dibakar hingga jadi abu yang terbang di udara. Sayna tidak tahu, yang jelas dia tidak akan menulisnya lagi. Sudah cukup, luka itu harus dikubur sepenuhnya. Dia hanya perlu merayakannya setahun sek
Dya membuka kelopak matanya perlahan. Lampu tidur kekuningan menyala di sana, memberi penerangan seadanya. Di atas perut gadis itu sebuah kompres silikon berisi air hangat—yang sekarang sudah dingin, teronggok. Dya menolak dibawa ke rumah sakit, dia hanya ingin berbaring. Oleh-olehnya dari Kevin hari ini sama sekali bukan apa-apa, Dya pernah mengalami yang lebih parah. Dan baru ke rumah sakit beberapa hari kemudian saat tubuhnya kuat dibawa berjalan. Mas K: Nduk... Sebagai putri pemilik jaringan hotel di Indonesia, Dya punya akses khusus dan tempat pribadi di hotel keluarganya. Selalu ada satu kamar miliknya di antara belasan hotel itu, ada barang pribadinya di sana. Dan meski barang-barang Dya tertinggal ketika bergelut dengan Kevin tadi, gadis itu selalu punya cadangan. Ponsel yang diam-diam dia simpan di laci itu adalah buktinya. Dya terjaga dini hari, menemukan pesan masuk yang baru dikirim satu jam lalu. Kemudian terhenyak. “Gue tidur di
Bahkan hanya dengan menyentuh pinggangnya, tanpa momen apa-apa, tidak ada rencana untuk melakukannya, Gio terlena. Bayangan ketika dia bergerak menggila sambil memegangi pinggang gadis itu segera memenuhi kepala. Dia tidak bisa menahannya. Sayna sudah seperti candu, dia dianugerahi keindahan dewi cinta, tubuhnya, aromanya, menguar afrodisiak. Membuat hasrat lelaki manapun pasti menyeruak. “Faster...” erang gadis itu dengan posisi tubuh membelakangi lelakinya. Seks tanpa rencana adalah sebuah kenikmatan yang tak terhingga. “Oh, God...” “Say something else...” “Please...” Sayna mengerang tertahan, agak menyesal memberi Gio banyak pelajaran, dia berubah menjadi sangat ahli akhir-akhir ini. “Argh... i’m cum...” “Fuck!” geraman Gio teredam oleh tautan bibir mereka. Dia harus menahannya, atau sorakan pelepasan itu akan keluar bak auman hewan. Ujung tubuhnya berdenyut kencang saat milik Say
“Kita harus hidup dengan baik meskipun nggak sama-sama lagi, Nish.” Berdebat dengan wanita, jangankan menang, seri saja sudah jadi prestasi. “Gue nggak yakin,” ucap Danish pelan. Dia bahkan tidak pernah membayangkan bagaimana hidupnya tanpa Sayna di masa depan. “Lo maunya gimana sih?” “Kita bisa jeda lebih lama, sampai benar-benar merasa baik-baik aja, terus balik lagi.” “Gimana kalau nanti perasaan kita udah nggak sama?” Sayna mengerutkan alisnya. Danish benar-benar kehilangan logika. “Lo sadar nggak, Nish, kita cuma sedang menunda-nunda perpisahan yang sesungguhnya.” Dan Sayna tidak sanggup lagi, dia ingin benar-benar lega. Baginya, melepaskan Danish adalah jalan dan bertahan hanya akan menambah daftar kesalahan. “Kita udah nggak cocok sebenarnya, tapi masih terus dicocok-cocokin.” Sayna melihat Danish dan menatap matanya saat pemuda mengangkat kepala. Tampak jelas di mata polosnya, bahwa Danish masih ingin bertahan, tapi har
Danish kira dia akan seperti waktu itu, mengurung diri di kamar, hanya punya sedikit semangat untuk hidup, tidak selera makan, karena kebingungan bagaimana melanjutkan hidup tanpa Sayna. Dan bingung bagaimana memperbaiki semuanya. Juga bingung mengobati hatinya yang terluka. Dia kira, akan ada patah hati sesi kedua. Sampai... Danish keluar dari restoran tempat terakhir dia bertemu dengan Sayna. Sementara gadis itu pergi lebih dulu, dan ternyata seseorang sudah menunggu. Danish melihat sendiri dengan mata kepalanya bahwa Sayna menggandeng lengan lelaki itu, Giovanni, orang ketiga di masa lalu mereka, dan anehnya... dia tidak merasakan apa-apa. Normalnya Danish merasa cemburu, sakit, sesak dan sedih melihat pemandangan itu. Tapi nyatanya tidak. Dia hanya merasa kosong, hampa, tidak merasakan apa-apa, yang akhirnya dia sadari sebagai lunturnya rasa cinta pada Sayna. Lalu merasa bodoh karena terlambat menyadarinya. Ternyata benar kata Sayna waktu itu, bertahan le
Patah hati adalah fase biasa dalam kehidupan cinta usia dewasa muda. Selama belum menemukan tambatan hati yang sesungguhnya, patah hati merupakan proses alami yang mau tak mau harus dilalui. Dan bagi Pramudya ini sudah yang ketiga kali. Pertama saat mendengar pengumuman bahwa Kevin Sandjaya dan Hanum Pramudita bertunangan, kedua adalah saat hari pernikahan mereka, ketiga adalah saat memutuskan untuk benar-benar melepaskan semuanya. Meski tidak pernah benar-benar memiliki, tapi Dya ada di posisi siaga untuk menunggu. Dia siap kapan pun Kevin membutuhkannya, cinta bagi Dya adalah menjadi secuil dari bahagia orang yang dicintainya. Serta menghabiskan sebagian kecil waktu dengannya. Cinta yang sederhana. Dan saat ini dia harus menghentikan semua itu, mematahkan hatinya dengan sengaja, Dya masih bisa melakukan itu semua andai Danish tidak mengetahui rahasianya. Tidak adil, padahal selama ini Dya selalu memberinya dukungan, kenapa Danish tidak bisa bersikap sama? Bahkan di