Safiyya menatap rumah mewah di depannya dengan perasaan tak menentu. Jantungnya berdetak sangat keras, takut dan khawatir mendominasi pikirannya.Nalen lebih dulu turun membuka pintu mobil untuk sang istri. "Kamu sudah siap bertemu, Mark?" tanya Nalen memastikan, sebelum dia benar-benar membuka pintu."Insya Allah," jawab Safiyya yakin. Ia berusaha membuang jauh semua rasa khawatir. Tak lama setelahnya ia pun turun bersama Nafis."Silahkan Tuan dan Nyonya Akhtar, Tuan Mark sudah menunggu kalian di dalam," ujar Josh, asisten pribadi Mark."Kau tidak berubah, Josh. Masih tetap seperti dulu," ujar Nalen basa-basi. Tak heran jika Nalen bisa terlihat begitu akrab dengan Josh, karena selama ini keduanya memang sering berhubungan untuk membahas bisnis yang Mark tawarkan pada perusahaan Nalen. Bahkan sesekali mereka akan membahas soal kondisi Mark.Josh pun tersenyum sebelum membalas. "Anda juga, Tuan ... mari masuk." Josh akhirnya mengantar mereka ke dalam."Ini rumah siapa, Bunda? Kok bagus
"Sayang, kamu udah siap?" Nalen menyembulkan kepalanya di pintu kamar.Kehadirannya mengagetkan Safiyya yang tengah berkutat dengan hijab pasmina berwarna krem miliknya. Wanita itu tersenyum sebelum menjawab. "Bentar lagi selesai.""Oke, aku tunggu kamu di bawah, ya." Nalen pergi setelah mendapat anggukan dari sang istri.Hari ini keduanya memang akan memutuskan berkencan seharian tanpa Nafis. Beruntung putrinya sangat pengertian dan mau diasuh oleh keluarga William selama ia dan Nalen pergi.Safiyya menatap hasil akhir penampilannya yang sangat cantik hari ini. Midi dres putih brokat, membalut tubuhnya dengan pas. Dipermanis dengan sepatu krem dan sling bag yang senada sepatunya. Keseluruhan penampilan Safiyya sangat simpel tapi tetap cantik. Setelahnya, ia pun memutuskan naik ke lantai atas di mana dapur dan ruang makan berada.Ketika menaiki tangga, Safiyya bisa melihat di sisi kiri ruangan terdapat serangkaian dinding kaca sepanjang lantai sampai langit-langit, yang dikombinasikan
Anna membanting ponselnya ke atas tempat tidur dengan amarah naik ke ubun-ubun. Ia marah setelah melihat foto-foto kebersamaan Nalen dengan Safiyya di sosial media. Anna tak menyangka Nalen benar-benar membawa istrinya menemui Mark. Dan bisa-bisanya laki-laki itu tak pamit padanya."Kalau begini ceritanya, Mark pasti akan mengatakan semua yang terjadi pada Nalen. Termasuk keterlibatanku dengan usahanya menghancurkan Safiyya," gumam Anna gelisah.Meski sejauh ini Mark benar-benar menepati janji untuk tak membawa-bawa namanya di depan Nalen, tetap saja Anna merasa khawatir.Anna pun berjalan mondar-mandir di depan ranjang untuk mencari ide agar membuat Nalen segera pulang ke Indonesia. Sebenarnya bisa saja Anna menyusul Nalen ke Australia, tapi ia mengurungkan niat itu, karena mengingat kalau Kalyra sangat tak menyukainya sejak dulu. Jika sampai ia bertemu sepupu Nalen, bisa-bisa semua sifat aslinya akan terbongkar. Karena dulu Anna dan Kalyra sempat satu sekolah.Tak berapa lama, sebua
Nalen tengah duduk di sebuah bangku taman dengan kepala tertunduk. Bekas luka di pelipis dan bibir karena berkelahi dengan seseorang masih tercetak jelas, tapi Nalen seakan tak menghiraukan kondisinya sendiri. Sejak ayahnya mengatakan akan membawa dia pulang ke Indonesia, Nalen jadi tak bersemangat. Demi meluapkan amarah dia sering sekali berkelahi.Bukannya menunggu ibunya menjemput, ia justru memilih bangkit dan berjalan tanpa arah. Hingga ia sampai di sebuah kawasan pemukiman untuk kalangan menengah ke bawah.Tiba-tiba seorang gadis menabrak tubuhnya dari depan. "Nalen," gumam gadis itu dengan tatapan tak percaya karena bisa bertemu dengan salah satu teman sekolahnya di tempat itu.Nalen tak memperdulikan Anna. Ia hanya menatap gadis itu datar."Anna, kemari kau! Dasar gadis nakal! Kau belum selesai dengan hukumanmu!" Teriak seorang laki-laki dari belakang. Menyadari ayah angkatnya berlari menghampiri, Anna langsung bersembunyi di balik punggung Nalen."Tolong bawa aku pergi dari s
Safiyya menilik jam di pergelangan tangan dengan gelisah. Masih tersisa beberapa jam lagi untuk penerbangannya dan Nafis kembali ke Indonesia. Safiyya ragu apakah harus menyetujui permintaan terakhir Mark."Sudahlah, biar aku yang menghubungi Mark kalau kau akan datang." Kalyra tiba-tiba berseru sambil merebut ponsel dari tangan Safiyya.Rupanya Kalyra benar-benar dibuat gemas oleh Safiyya karena dari tadi hanya mondar-mandir di ruang tengah. Padahal dirinya sudah tak sabar melihat Nalen marah besar."Kaly, jangan!" seru Safiyya sambil berusaha merebut ponsel dari wanita bertubuh tinggi itu."Terlambat, dia sudah mengangkatnya," ujar Kalyra sambil memperlihatkan deretan giginya yang rapih. Safiyya menatap kesal sepupu Nalen saat di seberang sana terdengar sebuah suara."Halo," sapa Josh."Jemput Safiyya sekarang di rumah ku. Dia sudah bersiap. Nanti aku kirim alamatnya."Setelah mengatakan itu, Kalyra langsung mengirim alamat lewat pesan. Lagi-lagi tindakanya membuat Safiyya menghembu
"Terimakasih karena selalu peduli padaku. Kamu bahkan rela meninggalkan Safiyya hanya demi aku," ujar Anna sambil menerima suapan dari Nalen. Wanita itu pura-pura merasa tak enak hati walau jauh di dasar hatinya Anna bersorak bahagia.Laki-laki yang diajak bicara tak menunjukan respon berarti. Nalen hanya mengangguk dengan senyum dipaksakan. Matanya kini sibuk menatap foto Safiyya yang tiba-tiba dikirim Kalyra. Bukan foto istri dan anaknya yang membuat laki-laki itu gelisah, tapi isi caption yang Kalyra tulus lah yang membuat Nalen sangat merasa terusik, karena sekilas ia melihat nama Mark disebut. Nalen tak bisa leluasa membaca pesan itu karena Anna sedari tadi mengajaknya bicara."Kamu kenapa, Nalen? Apa ada sesuatu yang kamu pikirkan? Apa Safiyya marah karena kamu pulang demi aku?" tanya Anna penasaran. Wanita itu sedang merasa di atas angin karena akhirnya berhasil mencuri perhatian Nalen lagi. Rupanya Anna sadar atas perubahan sikap Nalen, karena sedari tadi laki-laki itu tak fo
Dua hari sebelum kepulangan Safiyya...."Yusuf," Maira memanggil Yusuf yang masih berkutat dengan pekerjaan.Laki-laki yang dipanggil pun mendongak. Ia menautkan alis menatap Maira. Tak biasanya wanita berhijab itu menyambangi ruangannya. Belum lagi saapan non formal yang keluar dari bibir Maira."Ada apa?" jawab Yusuf datar lalu kembali menekuni pekerjaan. Ia sama sekali tak menyuruh wanita di depannya untuk duduk lebih dulu."Aku ingin bicara," jawab Maira serius."Bicara saja, aku akan dengarkan." Yusuf menjawab tak acuh tanpa menatap Maira. Ia akhirnya juga menggunakan sapaan non formal setelah memastikan tak ada karyawan yang mendengar pembicaraan mereka."Bantu aku menyelidiki Nalen," ujar Maira akhirnya.Mendengar nama Nalen disebut, Yusuf pun mengalihkan perhatian pada Maira. Ia mencopot kacamata dan mulai fokus mendengarkan wanita itu bicara."Ada apa dengan Safiyya?" tanya Yusuf. Perasaannya tiba-tiba menjadi khawatir. Jika Maira meminta bantuannya menyelidiki Nalen pasti ad
Anna turun dari mobil mewah milik Nalen dengan perasaan senang. Ia sama sekali tak peduli walau semua orang memperhatikan kedatangannya dan Nalen dengan tatapan menghakimi.Bukan masalah besar bila Anna hanya datang sendiri, tapi yang membuat semua orang heran adalah kemesraan mereka. Sejak turun wanita itu terus mengapit tangan Nalen.Di depan lobi keduanya tak sengaja berpapasan dengan Safiyya. Nalen terlihat syok melihat kehadiran istrinya di kantor. Pasalnya ketika Nalen menghubungi Safiyya kemarin, nomor sang istri tak aktif. Bahkan Kalyra membohonginya dengan bilang Safiyya masih betah di sana dan baru akan pulang minggu depan."Bersikaplah biasa di depan Anna, Saf. Jangan tunjukan kalau kamu merasa terusik dengan kebersamaan mereka. Kamu pasti bisa," bisik Maira ketika Nalen dan Anna berjalan mendekat.Safiyya mengepalkan tangan, ia berusaha menahan gejolak di hatinya saat menatap mata Nalen. Perasaan terluka, kecewa dan cemburu bercampur jadi satu mengaduk hatinya. Bukan hanya