"Jadi kalian sudah menemukan orang yang bertanggungjawab membakar gedung itu?" Nalen berbicara dengan orang suruhannya. Laki-laki yang ia tugasi untuk menyelidiki kasus kebakaran gedung demi mengungkap kecurigaannya pada Anna."Ya, tapi saat kami mendatangi rumahnya, tempat itu sudah kosong, Pak."Nalen berdecak kesal mendengar jawaban itu. "Tapi kamu sudah mengetahui ciri-ciri orangnya?""Sudah, Pak. Saya akan berusaha lebih keras lagi." Orang di seberang terdengar yakin."Usahakan kemu menemukannya sebelum hari pernikahan saya dilaksanakan.""Mas, lagi bicara sama siapa? Serius banget." Safiyya tiba-tiba melingkarkan tangan di pinggang Nalen. Wanita itu memeluk punggung suaminya yang masih bertelanjang dada.Nalen pun akhirnya terpaksa menutup panggilan sepihak meski belum mendengar jawaban orang suruhannya. Ia berbalik lalu tersenyum pada Safiyya yang baru saja terbangun karena mendengar suaranya. Istrinya masih mengenakan baju dinas khusus untuk di ranjang."Kamu udah bangun?" Nal
Hari ini kantor Nalen tampak sangat sibuk. Ada beberapa masalah yang tiba-tiba terjadi di perusahaan.Desain proyek yang tengah disiapkan untuk mengikuti tender besar tiba-tiba dicuri oleh perusahaan lain. Tak ayal kejadian tak terduga itu benar-benar membuat Nalen kalang kabut karena rapat untuk tender itu hanya tersisa satu hari. Nalen benar-benar harus memutar otak untuk mengatasi semua ini. Tapi masalahnya, Kania bukanya membantu, tapi malah sejak tadi membuat kacau semuanya."Kania, mana file yang saya minta kamu untuk menyiapkan?" Nalen bertanya pada sekretaris-nya yang tengah sibuk di depan laptop."Ada, Pak, sebentar," jawab Kania eneteng, karena dia merasa sudah menyelesaikan dokumen itu sejak beberapa jam lalu.Tapi agaknya sebuah masalah tak terduga terjadi, dokumen yang ia letakan di bawah file lain ternyata sudah tak ada. Kontan wajah Kania berubah panik. Jantungnya berdetak sangat keras, menyadari bahwa hidupnya di kantor ini benar-bebar akan berakhir.Nalen menautkan al
Anna duduk menyilangkan kaki di kursi ruang kerja. Tangannya mengetuk-ngetuk meja hingga menimbulkan suara. Sedang mata wanita itu tak lepas mengamati ponsel yang tergeletak di depannya. Anna tengah menunggu panggilan dari Nalen atau utusan perusahaan yang menginginkan dia kembali ke sana. Anna seolah begitu yakin bahwa Nalen akan menghubungi.Setelah lama menunggu ponselnya benar-benar berdering. Anna tersenyum lebar saat melihat panggilan itu berasal dari nomor perusahaan. Wanita tersebut mengatur suaranya lebih dulu agar terdengar angkuh lalu mengangkat panggilan tersebut."Halo, ada yang bisa saya bantu?""Halo, Miss Anna, ini saya Ali. Pak Aidan meminta Anda untuk kembali bekerja di perusahaan. Apakah Anda bersedia?"Anna diam sejenak, dia menimang-nimang sesuatu. "Kenapa tidak Pak Nalen saja yang menghubungi saya. Saya mau kembali ke perusahaan asal Pak Nalen langsung yang menjemput saya ke sini," tegas Anna. Lalu menutup panggilan begitu saja. Dengan angkuh ia meletakan ponsel
Anna melempar tas dengan kasar ke sembarang tempat. Napasnya naik turun karena menahan amarah sejak ia berada di kantor tadi. "Bisa-bisanya dia sengaja memanasi aku," ujar Anna geram. Rahangnya terkatup rapat karena menahan marah.Anna kembali mengingat lagi kejadian tadi ketika ia berada di kantor dengan semua sahabat Safiyya."Ya, ini bagus, saya suka," gumam Nalen mengomentari usul Anna. Pujian itu membuat Anna tersenyum senang. Suasana kantor sudah mulai sepi karena jam sudah menunjukan pukul delapan malam. Anna benar-benar menyukai suasana ini. Di mana di sana hanya ada dirinya dan Nalen.Bahkan Anna sudah berani menggoda Nalen dengan membuka blezernya dan menyisakan kemeja putih dengan bahan tipis yang membuat dalamannya tercetak dengan jelas ketika terkena air.Di depannya Nalen sebenarnya sudah sangat malas mengerjakan projek itu dengan Anna. Sebab dari tadi wanita itu seperti sengaja menggodanya. Di tengah keheningan itu, lagi-lagi Anna berbuat ulah."Aduh, baju aku," ujar An
"Kalian kok bisa tiba-tiba datang ke kantor? Ini udah malem loh." Nalen memulai percakapan ketika mereka sudah berada di dalam mobil dalam perjalanan pulang."Ini semua ide Maira, Sayang. Untung dia berusaha meyakinkan aku untuk datang ke kantor. Kalau enggak pasti Anna sudah melancarkan aksinya menggoda kamu. Buktinya tadi bajunya basah."Nalen terdiam mendengar kalimat terakhir Safiyya. Ternyata istrinya juga menyadari sikap aneh Anna. "Ya, aku benar-benar bersyukur karena kalian datang tepat waktu. Anna benar-benar sudah gila. Bisa-bisanya dia sengaja menyiram bajunya sendiri dengan air."Safiyya melebarkan mata mendengar kejujuran Nalen. Ia menatap suaminya kesal. "Mas, jadi kamu tadi lihat bagian dalam Anna?" Safiyya tak terima. Ia merajuk lalu mencubit pinggang Nalen yang duduk di sampingnya, karena yang mengemudikan mobil adalah Yusuf."Maaf, Sayang. Mas nggak sengaja melihatnya. Demi Allah. Karena Anna melakukan itu semua tiba-tiba." Nalen mencoba menjelaskan sambil menghindar
"Halo, apa kamu menemukan sesuatu?" Nalen bertanya pada orang suruhannya yang bicara diseberang. Laki-laki tampan tersebut terlihat tengah sibuk dengan setupunk dokumen di meja."Ya, Pak Nalen. Saya membawa kabar penting. Saya sudah menyelidiki siapa orang yang pertama kali menjual dokumen itu pada perusahaan Agra Grup."Info yang barusan didengarnya membuat Nalen merasa senang. Secercah harapan muncul di hatinya. "Benarkah? Kalau begitu kirim alamatnya pada saya sekarang. Saya akan secepatnya mendatangi orang ini." Nalen menjawab tanpa melepaskan perhatian dari dokumen-dokumen yang tengah ia kerjakan."Baik, Pak." Sambungan ditutup setelah itu.Nalen memutuskan mendial nomor Safiyya lebih dulu setelah ia mendapat kiriman alamat yang dimaksud orang suruhannya. Telalu tergesa-gesa membuat Nalen tak sempat membaca dengan teliti alamat yang dikirim itu. Sebab ia memilih langsung menghubungi Safiyya. Lama panggilang tak kunjung diangkat. Hingga suara istrinya terdengar di seberang sana.
Yusuf dan Pak Ali saling berpandangan ketika keduanya menemukan keanehan pada beberapa vidio cctv."Coba ulangi bagian ini," ujar Yusuf pada penjaga keamanan. Laki-laki berseragam di depan Yusuf pun menuruti perkataannya."Lalu coba ulangi yang ini?" sambung Yusuf. Ia terdiam sejenak setelah menemukan sesuatu yang janggal."Apa Pak Ali bisa melihat juga apa yang saya lihat?" Yusuf mengalihkan perhatian pada Pak Ali saat bertanya. Laki-laki paruh baya itu pun mengangguk setuju."Banyak sekali vidio yang dihapus di sini. Lihat saja, jam nya lompat-lompat nggak berurutan," sambung Yusuf."Kamu benar," ujar Pak Ali setuju, laki-laki itu lalu mengalihkan perhatian pada orang yang duduk di depanya sambil mengawasi cctv."Kamu tahu siapa orang yang bekerja di jam dan hari itu?" tanya Pak Ali pada petugas keamanan sambil menunjuk vidio cctv di depannya."Seingat saya yang bertugas hari itu Angga. Saya masih ingat sekali saat kami berganti sift hari itu."Jawaban dari petugas membuat Yusuf dan
"Jadi kamu beneran bakal menggelar acara pernikahan di Bali, Saf?" Felis bertanya pada Safiyya dengan suara yang sengaja dikeraskan. Ia melirik Indah yang duduk di belakang sambil memakai headset.Meski bibir wanita itu seolah tengah bernyanyi mengikuti irama musik, Safiyya dan semua sahabatnya jelas tahu bahwa Indah sebenarnya sedang tidak menyalakan musik di ponsel."Kita taruhan, yuk. Aku yakin si Indah sebenarnya sengaja memakai headset hanya untuk mengelabui kita. Dia pasti nggak menyalakan musik di ponselnya," Silvia mencondongkam tubuh dan berkata dengan nada sedikit berbisik agar Indah tak mendengarnya."Coba aja buktikan kalau memang benar, berani nggak?" Tantang Maira."Siapa takut. Mari kita buktikan." Setelah mengatakan itu, Silvia pun bangkit. Dia berjalan menghampiri Indah yang tengah memejamkan mata di kubikelnya. Sedang semua sahabatnya terus mengawasi Silvia dari kejauhan, takut-takut kalau Indah akan memancing keributan."Eh, Indah. Lo dari tadi diam di sini terus ka