Share

Lima

Orang-orang bergosip kasus Ibro sepertinya ulah si juragan tahi yang meminta ditemani untuk menjadi penunggu tegal Useng.

Sesuai arahan Hikam, orangtua Ibro tak meninggalkannya barang sedetik pun. Tapi, dijaga seketat apa pun ada lengahnya juga. Tak hanya sekali Ibro ditemukan tak sadarkan diri di tegal Useng.

Orangtua Ibro pun meminta Hikam untuk mengobati anaknya. Untuk pemulihan, sementara Ibro tinggal di rumah Amira bersama Hikam. Sejak saat itu, rumah milik Useng tak lagi sepi karena Ibu Ibro turut serta. Amira tak keberatan, selain punya teman para tetangga pun berdatangan ke rumahnya untuk melihat keadaan Ibro.

"Rumah bapak kan besar, buk. Kasihan Bik Yati loh, lagipula kondisi a Ibro jadi membaik dibantu Kang Hikam," ujar Amira karena Sulastri terus mengomel.

"Saya yang dianggap buruk karena pacaran sama suami orang, apa bedanya sama kamu. Apa menurut kamu baik, Hikam tinggal di sini? Tambah lagi si Ibro!" Sulastri mengejek.

Amira terdiam. Entah kenapa, sedari dulu Sulastri selalu saja mencari-cari kesalahan dirinya. Sebisa mungkin, dia bersikap baik padanya selama ini. Tapi Sulastri baik pada Amira jika ada maunya.

Amira bukan tak sanggup membalas Sulastri. Bisa saja dia mengusirnya dari rumah Useng. Toh, rumah yang ditinggali hasil kerja keras bapak dan ibunya. Benar kata orang, mengasihi orang tak tahu diri tak lebih dari kebodohan.

Meskipun Hikam tinggal di rumahnya, Amira tak pernah mengobrol tanpa mengajak orang lain. Mengetahui tabiat Sulastri, Amira khawatir dia menyebar fitnah yang tidak-tidak.

Gadis itu pun mengutarakan keresahannya. Hikam merenung, apa yang dikatakan Sulastri tidak sepenuhnya salah. Karena itu, Hikam meminta izin pada Amira untuk membangun gubug di tegal Useng.

"Padang seluas itu, tak papa Kang Hikam tinggal di sana seorang diri?" tanya Amira.

Hikam mengulum senyum. Tinggal di tegal lebih baik karena selama teror selalu saja ada warga yang tak sadarkan diri di sana. Hikam ingin tahu yang sebenarnya terjadi.

Amira menurut dan menyerahkan semuanya pada Hikam. Setelah kondisi Ibro membaik, Hikam meminta Bik Yati membawa anaknya pulang.

Hikam merundingkan masalah Ibro bersama keluarganya. Ibro yang selama ini periang berubah menjadi pemurung. Hikam mengawang saat pertama kali melihat Ibro, dia tak bisa dikelabui bahwa Ibro pura-pura kesurupan. Hikam pun mengikuti kemauan si Ibro agar mengetahui apa keinginannya.

"Aaainggg! Pengeeennn kaawiiiinnnn! Gggrrrr!" Ibro kejang-kejang ketika Hikam mencengkeram kepala Ibro sembari menjampi-jampi.

Saat ada kesempatan berdua Hikam mencecar Ibro untuk terus terang. Pemuda kribo itu cuma cengengesan dan meminta Hikam untuk menolongnya.

Ibro menyukai gadis di kampung sebelah ingin menikahinya. Keluarganya menentang merasa tidak se-level. Hikam terbahak untuk pertama kalinya. Baginya, acting si Ibro luar biasa bagus.

Sekarang Hikam paham, jampi-jampi apa pun tak mempan padanya. Orang-orang mengatakan, jin yang merasuki Ibro sangatlah berbahaya. Apalagi cara makan Ibro tidak seperti manusia normal.

Demi kesurupan pura-puranya, dia rela menahan lapar. Tapi, sekalinya makan permintaannya aneh-aneh. Siapa yang tidak ngeri melihat Ibro makan dengan rakus menghabiskan satu bakul. Ibro pun memaksa Hikam berjanji untuk tidak menceritakan hal ini.

"Gini, ada satu cara supaya Ibro tidak kumat lagi mending dinikahkan saja," tutur Hikam.

Orangtua Ibro saling pandang. Mereka mengatakan Ibro tidak bisa menikah karena belum lulus kuliah.

Hikam pun tak bisa memaksa karena itu wewenang mereka. Hikam melirik Ibro yang terkulai di sofa, tiba-tiba pemuda itu kembali menggeram.

Setelah melihat anaknya, akhirnya orangtua Ibro menyetujui saran Hikam. Sejurus kemudian, Hikam pamit hendak pulang. Baru saja melangkah, Bik Yati mengejarnya.

"Kalo Ibro kumat lagi, gimana Ceng?"

"Oh, gampang. Siram aja pake air panas. In sya Allah, Ibro bakal sadar," jawabnya membuat Bik Yati mengangguk.

Untuk menghindari hal itu, Hikam menyarankan agar cepat-cepat menikahkan Ibro agar tidak kesurupan lagi.

Sepeninggal Hikam, secara tak kasat mata sosok Nyi Rayud masuk ke rumah Ibro. Dia tidak terima, karena pemuda itu sudah memfitnah jin penunggu tegal Useng. Nyi Rayud mengajak kawan-kawannya dari sebangsa jin untuk mengincar Ibro.

***

Sulastri yang tadinya istri Useng menjalin hubungan dengan Adang--- saingan Useng. Mereka pun menjadi selebritis dadakan setelah kabar perselingkuhannya terendus.

Menurut gosip, Sulastri sudah dinikahi Adang diam-diam. Kebenarannya masih abu-abu, karena Amira pun tak tahu. Hal itu membuat para tetangga memperolok Sulastri karena dulunya dia membully Adang.

"Cieee, benci jadi cinta nih ye," ledek ibuk-ibuk ketika Sulastri berbelanja.

Memang tak ada yang bisa meramal masa depan seseorang. Kini, Sulastri harus menebalkan wajah di hadapan mereka. Masa lalu Sulastri pun dikulik sampai ke akar. Bahkan, Sulastri saja sudah tak ingat dengan mantan suaminya dulu.

Menurut mereka, Sulastri sudah menjilat ludahnya sendiri. Menurutnya wajah Adang di bawah standar dan dulu Sulastri mengatakan hal tidak sopan pada ibuk-ibuk itu.

Namun, ingatan mereka begitu tajam sampai perkataan Sulastri dulu dijadikan bahan cemooh.

"Apa, Ceu Lastri tidak sawan tidur sama pak Adang?" tanya sese-ibuk mengulang omongan Sulastri dulu.

Semua orang terpingkal-pingkal. Sulastri pun memilih pergi sembari mengomel sepanjang jalan dan bersumpah akan membalas mereka.

Apa salahnya dalam hal ini? Sulastri hanya ingin hidup enak dan banyak duit. Sulastri tak sadar, karena kerakusannya itu membuatnya tak akur dengan keluarganya sendiri.

Menurut Sulastri, cinta memang tak mandang duit. Tapi, duit bisa menghadirkan cinta. Perbedaannya kontras, dulu saat bersama suami pertamanya Sulastri kenyang dengan kata cinta. Jika bersama Useng, Sulastri akui tidak ada rasa cinta. Tapi sekarang ... kalau sudah tiada baru terasa.

Sulastri masuk ke dalam rumah lalu melempar tasnya kasar. Dia kesal karena dulu menghina sekarang dihina. Jika Useng masih hidup, Sulastri ogah menjalin hubungan dengan Adang.

Air mata Sulastri menetes. Semua kenangan bersama Useng tiba-tiba hadir bagai film. Useng pria yang baik, tapi di setiap kesempatan Useng selalu membahas almarhumah istrinya.

Sulastri cemburu. Oh, yang benar saja dia bersaing dengan yang sudah menjadi belulang. Baginya itu sebuah penghinaan besar. Ibunya Amira tahta tertinggi di hati Useng, karena wanita itulah yang menemaninya dari nol.

Sulastri memijit pelipisnya. Samar-samar dia mendengar dentingan sendok dari dapur. Sulastri berpikir mungkin Amira berada di sana.

Namun, setelah dia ingat Amira sedang pergi. Sulastri pun menjadi merinding. Seseorang mengetuk-ngetuk meja makan membuat Sulastri mau tak mau harus ke sana.

Keringat Sulastri bercucuran. Dia hanya bersembunyi di belakang lemari pendingin. Sulastri takut, jika sebelumnya Useng hadir dalam mimpinya apa mungkin sekarang nyata di depan mata.

"Ampun, paaakkk! Saya gelap mata," Sulastri mengingat hari di mana dirinya menjewer Useng saat nyawer.

Badan Sulastri semakin gemetar melihat bayangan tinggi besar di balik tembok. Dia mengatupkan kedua tangan dan menyesali perbuatannya yang gegabah. Sungguh seram sekali perawakannya. Useng memang tinggi tapi tak sebesar itu.

Sulastri yakin, jika ditampakkan secara nyata bakalan seribu kali lipat seramnya. Sulastri ingat, saat mediumisasi ada sosok kala yang menyeramkan.

Mungkinkah, makhluk itu menerornya di rumah saat ini? Sulastri meneguk saliva susah payah, dia bersumpah akan memarahi Amira karena tak ada di rumah. Jujur saja, jika ada Amira dia sendiri bisa merasakan aura rumahnya positif.

Namun, Sulastri gengsi mengakui. Tiba-tiba dia ingat dengan mbah Anom--- dukun yang sering dikunjunginya. Menurut penerawangan mbah Anom, penunggu tegal Useng selalu hilir mudik ke rumahnya.

Sulastri pun diberi jimat penangkal setan selama ini. Dia selalu membawanya ke mana pun agar para lelembut itu tidak menampakkan diri secara nyata.

Namun, bayangan yang dia lihat tak mempan. Sulastri berpikir jimat penangkal setan dari mbah Anom sudah kadaluarsa. Oh, yang benar saja. Untuk mendapatkan jimat ini, Sulastri membayarnya sangat mahal.

Mbah Anom--- pria beruban itu dikenal sebagai paranormal yang tidak diragukan lagi keilmuannya. Mbah Anom bukan asli daerah sana, Sulastri mengenalnya pun dari seseorang.

Hanya saja, untuk meminta bantuan mbah Anom maharnya selain mahal kadang diluar nalar. Tapi, tak sia-sia karena pekerjaannya bagus.

Hati Sulastri memanggil mbah Anom, tapi tetap saja bayangan di tembok tidak menghilang. Tak ada pilihan lain, Sulastri berencana membalikan badannya lalu ngacir ke kamar.

Namun, saat berbalik betapa terkejut dirinya. Sulastri sampai terjungkal melihat sosok di belakangnya.

"Karta?!"

Mata Sulastri membulat. Dia segera memasang wajah sangar, meski dalam hatinya bersyukur ternyata bayangan itu hanyalah seorang Karta.

"Ibuk kunaon? Saya dari tadi mikir, ibuk lagi ngapain. Mau bertanya langsung, kata ibuk jadi jongos mah harus tau diri," Karta tak bisa menahan keheranannya.

Sulastri menarik napas panjang. Dia mengendalikan dirinya agar terlihat biasa saja.

"Itu ... ada Mbah Anom," Karta setengah berbisik menunjuk ruang utama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status