Share

Tiga

Kemampuan yang Hikam miliki bukanlah suatu kelebihan yang harus diistimewakan. Dia memperolehnya bukan karena mendalami suatu ilmu, melainkan sudah sejak dulu leluhur Hikam berkesinambungan dengan bangsa jin.

Hal itu membuatnya peka terhadap hal ghaib, bahkan mewarisi khodam berupa harimau putih. Dulu, daya tahan tubuh Hikam tak sekuat sekarang. Aura Hikam memang disukai makhluk ghaib dan tidak hanya sekali dia berbentrokan energi.

Jatuh sakit dan kesurupan sering dialaminya, tapi seiring bertambahnya usia Hikam mampu mengendalikannya.

Hikam pernah protes, tapi orangtuanya mengatakan takkan bisa di hilangkan. Karena tidak ada yang membimbingnya, mereka khawatir Hikam depresi. Oleh karena itu, Hikam dikirim ke pondok pesantren untuk mempelajari ketauhidan. 

Setelah cukup lama, dengan restu guru Hikam mengasah kemampuannya agar bisa bermanfaat.

Amira mengadu pada Hikam karena gelisah dengan laporan orang-orang disertai ejekan bahwa bapaknya telah disiksa di neraka. Hal itu membuat Amira terbebani.

Tegal Useng tak hanya menjadi buah bibir di kampungnya saja. Media sosial pun dipenuhi dengan kasus tegal Useng. Bahkan, Amira diminta datang ke berbagai podcast sebagai narasumber.

Tentu Amira menolak. Dia berjanji suatu saat nanti akan muncul ke publik setelah berhasil mengetahui yang sebenarnya.

Melihat Amira, Hikam jadi kasihan. Dia menahan diri untuk tidak menceritakan apa yang diketahuinya. Situasi saat ini tidak memungkinkan, hal itu hanya membuat jiwa Amira terguncang.

Apalagi, setelah domba-domba Useng mati mendadak. Hanya Bargola yang tersisa, itu pun penuh misteri. Bargola, si domba Garut kesayangan Useng kedapatan ke luar dari kandang tengah malam.

Tak hanya satu orang yang melihat Useng menuntun Bargola di jalan, termasuk petugas ronda yang menyaksikan pun langsung terbirit-birit. 

Setelah laporan tersebut, memang betul Bargola menghilang bahkan di setiap kejadian hanya Hikam yang berhasil menemukannya.

"Bargola salah satu saksi, andai bisa bicara sudah sejak dulu dia mengatakan apa yang terjadi," ucap Hikam pada mang Asep dan mang Karta. 

Amira semakin gelisah. Banyak cerita perihal terror Useng termasuk Sulastri, tapi dirinya tak pernah ditampakkan selain dalam mimpi.

Malam ini, Hikam mengajak mang Karta dan mang Asep untuk berjaga di tegal. Amira yang mengetahui hal itu, mempersiapkan makanan untuk mereka. Lagi-lagi Sulastri mencebik, dia mengatakan jangan terlalu royal pada pekerja agar mereka tetap tahu diri.

Apalagi, ternak Useng menjadi bangkrut. Hal itu membuat Sulastri tak terima. Dia uring-uringan lalu mendatangi dukun karena tidak ingin jatuh miskin.

Amira sempat menasihati, tapi Sulastri malah memarahinya. Sulastri mengatakan, dukun yang dibawanya sanggup mengusir hantu Useng malah dia meminta Hikam untuk adu kesaktian dengan dukunnya.

Sejak kematian Useng, Amira tidak melihat kesedihan dari Sulastri. Amira jadi berpikir, Sulastri hanya mencintai uang Useng saja. 

Amira pun dibuat tidak nyaman, ketika Sulastri meletakkan sesajen di segala penjuru rumah. Amira mengeluhkan hal ini pada Hikam, tapi pemuda itu hanya meminta Amira untuk tak henti berdzikir.

Hikam tak mengatakan kepada mang Asep dan mang Karta untuk melakukan mediumisasi. Amira mengatakan, jika diperlukan dirinya bersedia menjadi mediator.

Akan tetapi, Hikam tak mengizinkan. Hikam mengundang Qorin Useng untuk masuk ke tubuh mana yang dia inginkan.

Amira bersikukuh ingin melihat mediumisasi di tegal Useng dengan alasan dirinya ingin secara langsung berkomunikasi dengan Qorin bapaknya.

Hikam pun mengizinkan, begitupun Sulastri turut hadir karena penasaran akan kesaktian Hikam.

Seketika, mang Asep tidak bisa mengendalikan dirinya. Dia bergulingan di tanah sembari mengeluarkan jurus-jurus.

Sosok siluman telah merasuki mang Asep. Makhluk itu mengusir mereka lebih lagi pada Hikam. Bangsa jin tidak menyukai karena Hikam dianggap membawa bencana.

Tak hanya sekali mang Asep hilang kesadaran, namun yang masuk hanya jin yang mengaku Useng. Informasi yang didapatkan pun tak bisa dipercaya karena Hikam tak bisa dikelabui.

Hikam merangkul mang Asep dan memberikannya air minum. Menyaksikan hal itu, Sulastri dan mang Karta tak bisa berkata apa pun. Sulastri hendak pamit, dia merinding bukan main namun ditahan Hikam.

Mendengar kegaduhan dan jeritan Sulastri, membuat petugas ronda yang berjumlah enam orang termasuk pak RT mendatangi Tegal Useng dengan terpaksa. 

Melihat Hikam, mereka pun mendadak punya keberanian. Mereka bertanya apa yang tengah terjadi. Hikam hanya meminta pada mereka agar berdzikir.

Namun, di antara mereka malah ada yang merekamnya. Seolah mengambil kesempatan dalam kesempitan, karena kejadian ini yakin akan membludak apalagi mengenai tegal Useng yang tengah viral.

"Assalamu'alaikum," ucap Hikam ketika mang Asep tiba-tiba duduk bersila.

Kali ini, makhluk yang merasuki mang Asep tak banyak tingkah. Di luar dugaan, makhluk itu menjawab uluk salam Hikam.

Namun, tiba-tiba makhluk itu menggeram dan mengatakan apa hanya Hikam saja yang waras di tegal Useng? Makhluk itu mengingatkan, ketika mendengar uluk salam maka jawablah.

Seketika, orang-orang di tegal Useng pun menjawab uluk salam serempak. Hikam menanyakan siapa makhluk itu, dia menjawab dari bangsa jin yang sudah sejak lama mendiami tegal Useng.

Mendengar itu, Amira tak bisa menahan diri lantas dia bertanya apa yang terjadi pada bapaknya. Hikam memanggilnya mbah lalu membiarkan Amira mencoba berkomunikasi dengannya.

"Tolong, Mbah. Apa, yang terjadi sama bapak saya? Apa benar bapak saya gantung diri?" sesekali Amira menatap Hikam.

Makhluk itu tak henti menggeram, sepertinya si Mbah perwujudan dari harimau.

"Oh, si Useng? Hahahaa, Useeeeng Kemari! Tuh, si Useng di atas pohon nangka lagi nangis!" tunjuknya pada Amira.

Seketika semua orang melihat pohon nangka.

"Pak! Bapaaaak! Ini Amira, paaak!" Amira menangis histeris.

Hikam menenangkan Amira. Dia pun mengulang pertanyaan Amira padanya. 

"Si Useng mati karena kesalahan dirinya sendiri," ucapnya tak tuntas karena kondisi fisik mang Asep lemah seketika dia pun pingsan.

Amira berjalan mendekati pohon nangka. Dia terbayang pada saat melihat bapaknya tergantung di sana dengan kondisi mengenaskan.

Hikam mendekati Amira. Dia meminta Amira untuk tabah. Lalu Hikam duduk bersila sembari berdzikir.

Tak hanya mang Asep, tiga orang petugas ronda pun kerasukan. Sementara yang lain mulai kewalahan karena ada yang mengamuk dan mengajak duel Hikam.

Tingkahnya pun aneh-aneh. Ada yang berperilaku seperti hewan yang diyakini siluman. Hikam menyadarkan yang lain dan membiarkan satu orang yang histeris sembari bergulingan.

"Pak Useng?" tanya Hikam menyentuh pundak mang Karim.

"Huuh," dia mengangguk.

"Bener? Qorin Useng?" tanya Hikam sekali lagi.

Makhluk itu mengangguk membuat Amira mendekatinya spontan memanggil bapak.

"Kenapa, menangis?" tanya Hikam.

Qorin Useng semakin histeris. Dia bersedih karena orang-orang memfitnah dirinya telah menterror. Qorin Useng pun mengatakan, bahwa yang selama ini menterror bukanlah dirinya melainkan jin dari golongan lain.

Qorin Useng mengatakan, bahwa dirinya pun diajak untuk menyesatkan manusia. Dia mengatakan di alam jin pun sama-sama terjadi perbudakan dan mempunyai aturan yang ketat.

Lalu ketika Hikam bertanya perihal kematiannya, qorin Useng tiba-tiba menggebrak tanah. Tak ada jawaban, saking nelangsanya dia hanya meraung dengan amarah.

Mang Karta yang menyaksikan gemetar seluruh badan. Sulastri memeluk erat Amira dengan jantung berdebar. Karena bersikap agresif, Hikam pun terpaksa menyadarkan mang Karim.

Silih berganti makhluk lain berdatangan dan membuat kerusuhan dengan alasan terganggu. Amira jadi bingung sendiri karena tak mendapatkan informasi apa pun, malah keadaan yang tak terkendali. Sekarang dia paham, kenapa Hikam awalnya menolak untuk melakukan mediumisasi.

"Kang, bagaimana ini?" Amira hampir menangis.

Hikam mengisyaratkan Amira untuk tenang. Sulastri hendak berlari, tapi Hikam menyuruhnya diam di tempat.

Tiba-tiba, Hikam didatangi petugas ronda yang kerasukan. Dia berlaku sopan bahkan bersalaman dengan Hikam.

Sosok jin muslim itu mempertanyakan tujuan Hikam. Setelah Hikam mengatakannya, dia menjawab bahwa jiwa Useng sudah dikunci oleh Yang Maha Kuasa di alamnya sendiri. 

Sosok yang mengenalkan dirinya berusia delapan ratus tahun dengan wujud kakek-kakek itu meminta Hikam untuk menyudahi mediumisasi ini, karena hanya Hikam saja yang kuat tapi tidak dengan yang lainnya. 

Sosok itu berpesan agar Hikam berhati-hati karena apa yang dilakukan Hikam sudah mengundang murka pimpinan jin di tegal Useng. Setelah sosok itu pergi, tanpa diduga mang Asep berlari kencang hendak menyerang Hikam. Dua petugas ronda pun mencekal tangan mang Asep.

Hikam menatap mang Karta yang tak bereaksi apa pun. Ditatap seperti itu, mang Karta memucat. Sejurus kemudian, mang Karta mendekati mang Asep.

"Kenapa, kamu tiba-tiba mengamuk? Saya datang ke sini dengan niat baik," tutur Hikam.

Mang Asep meludahi tanah kemudian terbahak. Padahal, aslinya postur mang Asep kecil dengan suara cempreng.

"Sok! Adu kesaktian sama saya! Yeuh, Ki mestak yang tinggal di tanah ini sudah ribuan tahun lalu!" ujarnya mencoba melepaskan tangan-tangan yang mencekalnya.

Sosok besar, bertaring dan bermata merah merasuki mang Asep seketika berjungkir membuat orang-orang yang mencekalnya terbirit-birit.

Hikam memasang jurus. Dia menatap tajam mang Asep sembari komat-kamit, hal itu membuat mang Asep menjerit kepanasan. Hikam mengatakan, jika ingin adu kesaktian harus ke luar dari badan mang Asep.

Sosok itu ampun-ampunan pada Hikam. Lalu Hikam duduk bersila sembari menyentuh mang Asep.

Jin itu memang takut pada Hikam, tapi lebih takut pada pimpinannya di tegal Useng. Ketika Hikam bertanya, dia memutar tangannya ke belakang di mana pimpinannya tengah menyaksikan.

"Siapa, nama pimpinanmu itu?" tanya Hikam.

Mang Asep menggigil karena ketakutan. Dia hanya mengatakan seorang ratu. Hikam mengatakan, bahwa dirinya tak takut pada bangsa jin yang menempati tegal Useng termasuk pimpinannya.

Ketika Hikam bertanya siapa saja yang menempati tegal Useng, dia menjawab banyak sosok termasuk jin dari bangsa siluman yang merasuki Bargola untuk menterror warga.

"Jika kamu mau tau, si Useng gantung diri karena pimpinan saya yang nyuruh!" ucapnya menggeram.

Dia mengatakan, sungguh mudah merasuki pikiran manusia yang jauh dari Tuhannya. Saat kejadian itu, Useng merenung di pohon nangka dan pimpinan jin menyuruh pengikutnya agar Useng bergabung menjadi bagian mereka.

"Sok! Kamu pengen kekayaan! Jabatan! Kesaktian! Datangi saja ratu kami," tawarnya pada Hikam.

Namun, pemuda itu menolak mentah-mentah. Dirasa tak berguna, Hikam pun mengeluarkan makhluk itu.

Namun, lagi-lagi terdengar tangisan menyayat hati dari Sulastri. Wanita itu kesurupan membuat

Amira berusaha menenangkan ibu tirinya. 

Hikam menatap aneh, lalu mencoba mengajak berkomunikasi pada arwah yang diyakini Qorin Useng.

"Huuu! Sa-saya telah di bunuuuhh!

Jasad Useng sudah mati menjadi tanah! Jiwa Useng sudah di alam lain! Dan ini, akal Useng yang masih penasaran! Useng mati meninggalkan tanda tanya besar! Sungguh tak menyangka, dari sekian banyak domba yang saya pelihara ternyata ada serigala!"

Hikam dan Amira saling pandang. Lalu digenggamnya tangan Sulastri oleh Amira.

"Huuuuu! To-tolong, bapak ingin pergi dengan tenang, Amira! Bapak lagi ngelamun di atas pohon, tiba-tiba ada yang masukin tali tambang ke kepala bapak dari belakang, bapak di dorong sampai bapak jatuh. Huuuuu! Napas bapak sesak, Amira. Panas tenggorokan bapak, leher bapak kayak pataaahhh, sakiittt sekali Amira tolong bapak," rintih Qorin Useng.

"Si-siapa, yang sudah lakuin itu?" tanya Amira berlinang air mata.

Belum sempat menjawab, Sulastri semakin tak mengendalikan diri. Dia menangis kencang sembari memukul-mukul dirinya sendiri. Tiba-tiba pipi Sulastri mengembung. Mulutnya terkunci seakan ada yang mencegahnya agar tidak bicara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status