Share

part 10

Farrin memandang teduh wajah cantik nan gembul milik gadis kecil di tempat duduk seberang meja. Gadis itu, gadis yang sekilas terlihat bahagia. Namun, Farrin yakin jika wajah bahagia bukan cerminan hidupnya. Gadis kecil itu sudah banyak melalui hal yang tak dilalui gadis seusianya.

Ayahnya hanya hidup berdua dengan seorang adik laki-laki yang masih duduk di bangku kuliah dan menjaganya secara bergantian. Mereka juga tak mempekerjakan seorang pengasuh bayi karena keterbatasan ekonomi. Saat ini, paman yang biasa menjaganya tengah sibuk mengerjakan tugas akhir untuk persiapan wisuda hingga tak ada waktu untuk menjaga. Beruntung, ayah gadis kecil itu mendapat informasi dari rekan kerja jika ada sekolah yang menerima penitipan juga. Gadis kecil itu juga telah cukup usia untuk masuk sekolah hingga mereka bisa menitipkan di sana hingga jam kerja ayahnya berakhir.

Setelah sampai di café, Farrin bisa melihat betapa antusias gadis kecil itu saat Farrin menjelaskan satu persatu nama menu yang belum pernah ia dengar, hingga ia bisa memutuskan makanan apa yang perlu dipesan. Tentu saja, Farrin tak melupakan pesanan Vian juga. Lalu tak lama setelah itu, Vian telah muncul dengan setelan kantor yang telah kusut di beberapa bagian.

“Kau datang lebih cepat dari waktu yang kuperkirakan," ujar Farrin.

Vian mengernyit heran. Seingatnya, ia malah merasa jika ia akan terlambat dan membuat Farrin menunggu. Namun, pesanan mereka bahkan belum selesai. Mungkin Farrin benar, ia datang lebih cepat.

“Kakak ini ini siapa, Kak Farrin? Mengapa dia duduk semeja dengan kita?” tanya gadis kecil itu.

Farrin tersenyum kecil. Wajar jika gadis kecil itu bertanya. Ia ingat bahkan ia belum pernah mempertemukan mereka berdua dalam satu waktu. Apalagi naluri anak kecil memang memiliki rasa penasaran yang tinggi. Jadi, ia maklum.

“Kakak ini adalah tunangan Kak Farrin, Areum sayang. Namanya Kak Vian.”

“Tunangan?” Beo gadis kecil itu.

Ah, Farrin hampir menepuk kepalanya sendiri jika ia tak ingat kalau mereka sedang berada di tempat ramai seperti sekarang ini. Tentu saja gadis itu bingung. Di usia yang sekarang pastilah belum tahu apa arti tunangan.

“Maksudnya, kakak ini adalah orang yang akan kakak nikahi sebentar lagi. Begitu. Areum mengerti?”

“Apakah tunangan itu adalah orang yang harus kita nikahi?” tanya Areum polos.

Farrin bingung, sebenarnya ia ingin menjelaskan hal ini sesederhana mungkin. Tapi, bagaimana? Ia juga masih berusaha mencari kosa kata mudah yang bisa menjelaskan kepada Areum. Kalian tahu, penjelasan yang terlalu rumit bisa membuat diri sendiri bingung nantinya.

“Tunangan itu tidak harus orang yang akan kita nikahi, Reum. Tapi tunangan itu adalah orang dekat dengan kita dan terhubung satu sama lain. Begitu, gadis kecil.” Vian yang mulanya hanya diam kini mulai membuka suaranya setelah dirasa Farrin sedang mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan gadis kecil di sebelahnya itu.

“Jadi seperti ayah dan paman? Mereka juga dekat dengan Reum dan biasanya terhubung dengan Reum.”

Tentu saja, terhubung yang dimaksud gadis kecil itu adalah hubungan melalui alat komunikasi.

“Bukan seperti itu, Reum. Tunangan dekat dan terhubung. Namun, sebelumnya mereka bukan keluarga seperti Reum, ayah dan paman Reum. Mereka bukan keluarga, dan akan menjadi keluarga jika mereka berlanjut dan memutuskan untuk menikah,” jelas Vian.

Gadis kecil itu nampaknya mengerti dengan mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Akan tetapi, siapa yang tahu jika gadis itu benar-benar mengerti atau bukan?

“Jadi kalau ayah punya tunangan dan mereka menikah, lalu tunangan ayah juga akan menjadi keluargaku juga, begitu?”

Vian terkekeh kecil, sepertinya gadis kecil ini telah menangkap penjelasannya tadi. “Iya. Selain itu juga jika ayahmu menikahi tunangannya, wanita yang menjadi tunangan ayahmu nanti akan menjadi ibumu,” jawabnya. Vian tak bisa menahan gemas kala melihat binar bahagia di mata gadis kecil itu. Ia jadi membayangkan, apakah nanti ketika ia menikahi seorang gadis dan memiliki anak perempuan akan semenggemaskan gadis kecil di hadapannya ini? Ah, tapi hatinya menjerit pilu. Memang siapa gadis yang mau dengan ia yang gila kerja ini? Ada yang tertarik dengannya saja ia merasa beruntung.

Tak tahu saja jika di perusahaan tempat Vian bekerja, tak sedikit wanita yang menaruh hati padanya dan tidak berani mengungkapkan perasaan mereka karena terhalang sikap dingin Vian. mereka enggan mendekat begitu menyadari Vian tak mau didekati siapa pun. Mereka sungkan dan juga enggan mendengar penolakan dari pria tampan berambut undercut itu.

“Kalau begitu Kak Vian jangan jadi tunangan Kak Farrin. Biar Kak Farrin menjadi tunangan ayah saja dan mereka menikah lalu Kak Farrin menjadi ibu Reum,” celetuk Areum.

Farrin ternganga kecil, tak menyangka jika gadis kecil itu bisa mengeluarkan ucapan yang sebegini gamblangnya. Sedang Vian, ia merasa terpojokkan oleh ucapan dan penjelasannya sendiri kepada gadis itu.

Hey, mana bisa begitu?

Kalaupun dia bisa memutus pertunangan Farrin, maka ia akan melakukannya dan membuat Farrin benar-benar bertungan dengannya dari pada menjadi tunangan sang kakak meski secara sembunyi-sembunyi seperti ini.

Vian tidak terima, sungguh!

Vian tak akan mampu melihat ayah gadis kecil itu mempersunting Farrin. Di sudut hati Vian, ia mematenkan Farrin hanya boleh menjadi menantu ibunya. Entah itu untuk Avan, atau dirinya. Tak boleh untuk pria lain. Apa lagi pria yang sudah memiliki anak seperti ayah gadis kecil itu.

Ia tak akan sudi.

Ada yang merasa keberatan dengan keputusan Vian?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status