Begitu Avan pergi dengan emosi yang menguasainya, Farrin mengembuskan napas lega karena bisa keluar dari suasana yang mencekam. Percayalah, berada di antara dua orang kakak beradik yang tengah bersitegang itu bukan sesuatu yang bagus. Apa lagi keduanya punya aura yang sama-sama sanggup membuatnya tertekan.
“Avan mungkin benar, Vi. Tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anak-anak mereka,” ujar Farrin berharap bisa menenangkan Vian yang masih diselimuti emosi. Ia berkata dengan hati-hati karena tak ingin membuat Vian kembali mengamuk. Sudah cukup ia mendengarkan perdebatan mereka tadi, jangan sampai berlanjut hanya karena ia yang salah bicara.
Sebenarnya, Farrin juga ingin mengatakan hal itu pada dirinya sendiri. Membuat sebuah penghiburan akan kekecewaan yang kedua orang tuanya lakukan padanya. Setelah penjelasan Avan tadi, betapa kedua orang tua mereka menyayangi kedua putranya dengan cara yang berbeda, Farrin akhirnya mengerti. Mungkin hal itu juga yang terjadi p
bagi gems kalian untuk cerita ini, yuks.
Part 49“Kalian datang!” pekik Nazilla saat melihat putra kedua dan pasangannya datang. Sebelumnya, Avan telah memberitahukan bahwa Vian tak ingin datang karena suatu hal dan membuatnya murung. Ini hari ulang tahun kedua putranya, dan ia ingin membuat sesuatu yang bisa dijadikan sebagai kenangan.“”Ya, Mama. Vian segera menyelesaikan urusannya dan memaksa untuk datang selarut apa pun itu,” ujar Farrin. Ia ingin memberi kesan yang baik meski sang pasangan tak merespon dan hanya diam sejak tadi. Hanya ucapannya yang mengatakan Avan sudah memberi alasanlah, satu-satunya kalimat yang pria itu ucapkan selama di perjalanan mereka. Untung saja Farrin cukup sabar untuk menghadapi perubahan sifat yang mendadak dari pasangannya itu. Atau mungkin, ini salah satu sifat Vian yang belum ia ketahui?“Syukurlah. Ayo segera bergabung ke ruang keluarga. Mama sudah membuatkan kue kesukaan kalian selama seharian ini. Kalian sudah makan malam, kan
“Omong-omong, kau betah juga, ya, dengan pria kaku seperti suamimu itu?” tanya Rizuki. Dari logat bicaranya, wanita itu sama sekali tak kentara jika kelahiran Jepang. Mungkin, terlalu lama menjadi bagian dari perusahaan Avan membuatnya lancar dengan logat mereka.“Terkadang, kita perlu tantangan agar hidup tidak terlalu monoton,” ujar Farrin. Rizuki paham mengapa Farrin tetap pada prinsipnya. Sejak dahulu, inilah yang ia wanti-wantikan pada Avan. Tentang bagaimana hati wanita itu berubah dan berakhir perpisahan di antara mereka berdua. Sayangnya, Rizuki tidak tahu jika dalam hati Farrin, ia ingin menjodohkannya dengan Avan.Hal yang konyol dan bisa berakibat fatal jika diteruskan.“Kau tahu, Fa, Avan dan Vian sudah kuanggap sebagai adikku sejak dulu. Karena itulah aku bisa akrab di keluarga ini. Bahkan, Mama sampai menganggapku sebagai putri sulung mereka.”Farrin tak mengerti mengapa Rizuki mengatakan hal ini.
“Aku ....”“Maafkan Mama yang lama mengambilkan kue untuk kalian. Mama harus mengeluarkan kue yang masih di panggangan karena Bibi sedang ada urusan yang tak bisa ditinggal,” potong Nazilla. Sebenarnya ia tak ingin memotong perkataan putra keduanya, hanya saja, tangannya terlalu pegal. Untung begitu ia muncul dan mengganggu percakapan anak-anaknya, Farrin langsung mengambil alih apa yang ia bawa.“Maafkan Farrin, Ma. Seharusnya Farrin membantu Mama,” ucapnya.Rizuki acuh saja melihat semua itu. Sudah biasa dan tak ada keinginan untuk membantu. Biasanya memang asisten rumah tangga yang membantu ibu dari si kembar itu.“Tak apa, Fa. Kalian baru datang, sudah pasti lelah dan sepertinya, masih ada hal yang sedang kalian bahas.” Nazilla bersyukur karena mereka mau berkumpul setelah Avan membawa kabar jika Vian tak akan datang. Lelahnya setelah seharian ini terbayar lunas dengan berkumpulny
Wajah Farrin berseri sejak ia turun untuk sarapan bersama. Entah apa yang telah terjadi semalam hingga ia mendapat raut wajah seperti itu. Avan yang menatapnya merasakan hal yang tak nyaman. Banyak perkiraan yang muncul di otaknya, tetapi ia tak mungkin mengungkapkannya secara langsung.Sedangkan Vian, ia juga tak kalah bersri dari Farrin. Keduanya seolah baru menemukan hal baru di hidup mereka dan menjadi sepasang insan yang tengah merasakan cinta. Sayangnya, Avan hanya memusatkan pandangannya pada Vian saja, bukan keduanya. Berbeda dengan Rizuki yang tidak fokus pada satu orang saja dan mengamati ekspresi semua tanpa terkecuali.“Aku seperti tengah berada di rona merah jambu,” ucap Rizuki. Nazilla tersenyum mendengarnya karena ia tahu apa yang tengah Rizuki maksudkan. Dua orang yang dia maksudkan, hanya tetap pada senyuman. Dan Avan yang beralih menatapnya dengan sinis. “Van, kau tidak bermaksud mencari gara-gara denganku, kan?” ta
Begitu Avan meninggalkan meja makan, Rizuki menyusul karena khawatir pada emosi Avan yang terkadang masih labil. Ia khawatir karena mungkin, Avan akan bertindak nekad.“Van, chottomatte (tunggu sebentar)!” pekiknya. Jika dengan Avan, ia sering mengatakan kosa kata Jepang yang sederhana karena pemuda itu sedikit memahami bahasanya. Selain pada Avan, Rizuki tak pernah memakainya. Bahkan pada Nazilla sekali pun.“Nande(apa)?!” Avan menghentikan langkahnya karena ia merasa jika itu harus. Bahkan ketika ia sudah membuka pintu mobil yang sudah terparkir rapi. Ingin sekali rasanya ia meninggalkan wanita yang sudah menjadi sekretarisnya selama beberapa tahun itu. Namun, ia menyadari jika sosok Rizuki yang ia butuhkan untuk saat ini di kala hatinya sedang risau.“Aku ikut.”“Aku tak akan ke kantor untuk hari ini.”“Tak masalah. Aku hanya perlu mampir sebentar lalu kita urus sesuatu bersama. Dengan begitu
“Baik-baik di sekolah, aku pergi bekerja dulu.”Farrin mengangguk kecil saat mendapati suaminya pamit dan langsung memutar kemudi bulat itu untuk membelah jalanan. Vian sudah berpamitan dengan manis dan mengecup kening juga pipinya sebelum ia keluar dari mobil. Sebenarnya Vian meminta ciuman di bibir, tetapi Farin masih merasa belm benar-benar siap untuk itu. Jadi, Vian hanya meminta kening dan pipi saja. Katanya, untuk menambah semangat dalam bekerja.“Ah, aku seperti remaja yang tengah kasmaran saja sekarang,” lirih Farrin sambil menatap kepergian mobil Vian yang mulai menjauhi area sekolah tempatnya mengajar. Sekolah ang mungkin dalam beberapa bulan lagi ia tinggalkan karena menurut pembicaraan mereka semalam dan tadi pagi, ia akan berhenti jika mereka akan memiliki anak. Mereka sudah melangkah lebih jauh dalam semalam, dan menunda memiliki anak sama sekali tidak ada dalam kesepakatan mereka. Hal yang awalnya ia pikir akan butuh lama untuk me
“Apakah memang benar Vian tak akan pulang malam ini?” tanya Farrin di kamarnya. Tak akan ada yang akan menjawabnya karena ia tengah sendiri. Malam yang belum terlalu larut membuat matanya enggan terpejam. Ditambah sosok sang suami yang belum menunjukkan eksistensi maupun kabar akan kepulangannya. Sedari tadi, ia sudah menghubungi Vian via telpon atau pesan teks. Namun, semua nihil. Suara operator mengatakan jika ponsel suaminya tengah tak bisa dihubungi. Entah karena terkendala sinyal, atau kehabisan daya baterai. Sebelum ini, ia belum pernah mendapati Vian seperti ini.Kecemasan seperti bukanlah tanpa alasan meski sebelumnya Avan dan Rizuki sudah mengatakan bahwa suaminya tak akan pulang malam ini. Hatinya terasa gundah, seolah ada sesuatu yang tengah mengganggu dan membuatnya resah. Andai Vian bisa dihubungi barang sejenak saja untuk mengetahui kabarnya, ia tak akan secemas ini. Selama yang ia tahu, Vian bukan orang yang akan melalaikan hal kecil seperti mengaba
Mungkin, malam ini adalah malam keberuntungan Avan setelah seharian ia pusing karena banyak hal yang harus ia urus di perusahaan. Avan mendapatkannya, hal yang pernah ia impikan dan kini terjadi di depan mata dan dirasakan dengan nyata. Malam ini, Farrin tidur dalam dekapannya. Ia berharap semoga Vian tak pulang terlebih dahulu sebelum ia pergi esok pagi. Atau, tak pulang sekalian juga ia rela.Karena otaknya dipenuhi rasa bahagia, kantuk tak juga datang pada matanya. Padahal, jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Entah bagaimana rasa bahagia itu seperti menghalangi matanya untuk terpejam. Tapi, tak apalah. Ia tak akan melewatkan setiap detik berharga yang ia lewati dengan Farrin dalam dekapannya dan tertidur lelap. Tak ada hal lain yang terjadi selain makan malam berdua dan Farrin yang meminta untuk ditemani hingga tertidur. Tanpa sadar, Farrin telah mengungkapkan jika hatinya masih menerima Avan.Sejak datang tadi, Avan memang dalam keadaan yang lumayan buruk. I