Hari ini Tasya datang lebih pagi karena ayahnya memintanya membawakan sarapan untuk Radhika. Ayahnya bilang, dia khawatir pada Radhika. Karena kemarin Tasya bilang Radhika sakit, sehingga dia bisa pulang cepat dan pergi ke kedai karena merasa bosan di rumah.
Kemarin Radhika langsung mengantarnya pulang, dia bilang bisa merawat dirinya sendiri. Tasya awalnya menolak dan mengatakan tidak mau turun dari mobil, ketika mereka sampai di depan rumahnya. Namun, Radhika memaksanya. Dia menariknya keluar dari mobilnya, setelah itu langsung pergi tanpa mengucapkan apa-apa. Sangat tidak sopan!
Radhika sangat keras kepala, padahal dirinya sudah berbaik hati berniat untuk merawatnya. Namun, ditolak mentah-mentah. Tasya harus mulai terbiasa. Dia harus mulai memaklumi semua tingkah abnormal si Sableng.
Tasya tiba di depan ruangan Radhika. Seharusnya Radhika sudah ada di dalam karena sebelum berangkat, Tasya bertanya apa Radhika masuk kerja atau tidak. Karena jika dia tidak beke
Tidak biasanya Radhika terlambat. Sekarang sudah pukul sembilan lebih, tetapi dia masih belum datang juga. Hari ini dia tidak ada jadwal meetingdi pagi hari, jadi Tasya bingung kenapa dia masih belum datang. Yogajuga bilang, kalau dia belum mendapat kabar dari Radhika. Apa mungkin sakit lagi?Sebaiknya dia segera meneleponnya. Khawatir sesuatu terjadi seperti beberapa waktu lalu. Buru-buru Tasya mengambil ponselnya lalu menelepon Radhika. Tasya bersyukur teleponnya tersambung, berarti ponsel Radhika aktif. Tasya menunggu karena Radhika tak kunjung mengangkat telepon darinya.“Ada apa?” tanya suara di seberang.“Itu ….” Tasya bingung harus mengatakan apa, dia tidak ingin Radhika tahu kalau dirinya sempat khawatir. Nanti dia merasa di atas angin. “Kenapa Pak Dhika belum datang?”“Saya udah datang.”“Udah datang?” tanya Tasya bingung.
Sudah tiga jam Tasya berlatih memainkan game yang sebelumnya Radhika ajarkan. Tetapi Tasya masih belum mengerti sepenuhnya, dia hanya berlari-lari lalu terbunuh. Malah dia pernah terbunuh saat game baru berjalan dua menit. Padahal dia hanya bermain dengan komputer. Komputer di sini adalah player yang diatur oleh sistem dalam game, itu sih yang diterangkan oleh Radhika. Bagaimana jadinya jika dia bermain dengan playeryang sesungguhnya. Sepertinya dia benar-benar tidak berbakat dalam bermain game.Tasya menghela napas, dan mematikan laptop yang tadi diberikan oleh Radhika. Laptop ini sepertinya mahal, walau Tasya tidak terlalu tahu masalah barang-barang elektronik, tapi dia juga tidak bodoh. Laptop merek ini bisa mencapai belasan atau puluhan juta. Tadi sebenarnya dia tidak ingin membawanya, tapi Radhika memaksanya sebelum dia pulang tadi. Dengan alasan laptop ini sudah diisi dengan semua kebutuhan yang berkaitan dengan pekerjaan. Jadi dengan terpaksa, d
Ketika Tasya hendak berbaring. Tiba-tiba Radhika meneleponnya. Tasya menghela napas, apa Radhika tidak bisa menahan amarahnya sampai besok? Sepertinya dia sudah tidak sabar untuk memarahinya.Tasya harus mempersiapkan diri. Dia tidak boleh kalah dalam peperangan kali ini. Jika Radhika memakinya, maka dia harus membalasnya. Lagi pula bukankah Radhika bilang kalau dia membutuhkannya? Berarti seharusnya Radhika memperlakukannya dengan baik.“Halo,” sapa Tasya. Dia berusaha membuat nada suaranya terdengar biasa saja, walau hatinya sekarang sedang tidak keruan.“Ada apa?” tanya suara di seberang. Tasya mengerutkan keningnya. Ternyata Radhika tidak memarahinya. Nada suaranya pun biasa saja, tidak mencerminkan kemarahan sama sekali.“Kamu enggak marah? Tumben,” ledek Tasya. Dalam hati Tasya merasa lega, sepertinya Radhika benar-benar sudah berubah.“Kenapa saya harus marah?”Tasya me
Tasya melihat pantulan dirinya di cermin. Dia tidak ingin terlihat terlalu antusias, karena tidak ingin membuat Radhika besar kepala. Namun, dia juga tidak ingin terlihat buruk dengan berdandan asal-asalan. Ini adalah kencan pertama mereka. Walau sebenarnya Tasya tidak ingin menyebutnya seperti itu, tapi sebenarnya dia juga sedikit menantikan hal itu terjadi.Jujur saja, dia sedikit kekanak-kanakan. Dia ingin kencan pertamanya berkesan. Karena menurutnya, kencan pertama itu akan sangat berbekas dalam memorinya. Dia juga sedikit merasa senang. Dia tidak pernah berkencan sebelumnya, maka wajar saja jika dia merasa senang. Ya, dia senang karena ini adalah kencan pertamanya, bukan karena dia akan kencan dengan Radhika. Dia yakin siapapun orangnya, dia pasti tetap akan senang.Selain itu, dia juga tidak ingin membuat ayahnya curiga. Semalam saat ayahnya pulang, mereka mengobrol banyak. Dari awal Tasya sudah bertekad tidak akan melibatkan ayahnya dalam permainan ini. Karena
Radhika menatap langit yang tertutupi dedaunan. Cukup menyenangkan melakukan hal seperti ini. Dia tidak ingat, kapan terakhir kali bisa bersantai seperti ini. Sepertinya dia harus sering-sering pergi ke tempat-tempat seperti ini, agar pikirannya tidak dipenuhi dengan pekerjaan-pekerjaan yang tidak ada habisnya.Beberapa hari lalu, si penjilat-Ahmad-mulai mencari gara-gara lagi dengannya. Dia yakin, orang itu sedang merencanakan sesuatu. Ahmad adalah orang yang licik dan penuh dengan trik. Jika dia tidak hati-hati, maka masalah besar akan menimpanya. Di pertemuan sebelumnya, Ahmad memberi ancaman padanya. Semakin tua, orang itu semakin menjadi-jadi. Bukanya bertobat.Radhika menyisir rambut dengan jarinya. Seharusnya dia refreshing, kenapa malah memikirkan si kampret satu itu. Radhika mengedarkan pandangannya, entah pergi ke mana Tasya dan Om Robi. Tasya bilang, mereka ingin mencari tempat untuk berfoto. Sebenarnya mereka sempat mengajaknya tadi, namun dia menolak. Dia
Tasya menghabiskan isi botol air mineral dalam sekali teguk. Setelah benar-benar habis, Tasya meremukkan botol kosong itu lalu melemparnya ke tong sampah yang kira-kira berjarak tiga meter di depannya. Dan sialnya botol itu hanya menyentuh ujung tong sampah, sehingga botol tersebut jatuh ke lantai. Mau tak mau, Tasya harus memungutnya. Jika tidak, maka dia akan jadi orang yang membuang sampah sembarangan. Hal itu jelas tidak baik.Tasya kembali duduk di bangku taman, dia menyandarkan kepalanya hingga mendongkak. Hari ini tidak terik padahal sekarang sudah jam dua belas lebih. Matanya menerawang menatap langit yang tertutup awan. Ada yang aneh dengan dirinya. Dia terlalu sering menatap Radhika akhir-akhir ini. Walau sebelumnya dia juga seperti itu, tapi kali ini berbeda. Ada perasaan aneh setiap kali melihatnya. Karena itulah dia kabur kemari. Padahal Radhika mengajaknya makan siang bersama.Tasya harus mengurangi intensitas pertemuan mereka. Jika tidak, dia bisa gila.
Tasya menggigit potongan kentang dengan kesal. Pasalnya, Raka mengajaknya bertemu sepulang kerja. Mereka sudah sepakat akan bertemu pukul setengah tujuh di restoran cepat saji tidak jauh dari rumahnya. Dan sekarang sudah jam tujuh lebih, namun Raka tak kunjung datang. Tidak masalah jika dia memberi kabar kalau akan datang terlambat, tetapi kenyataannya tidak ada kabar sama sekali. Di telepon tidak diangkat, di chattidak dibalas. Maunya apa sih si Raka? Tasya bersumpah akan menghabisinya ketika dia sampai, lihat saja.Namun, hatinya juga merasa tidak tenang. Raka bukan orang yang suka tiba-tiba menghilang saat sudah membuat janji. Apa mungkin terjadi sesuatu? Tidak, tidak … Tasya menggeleng. Dia tidak boleh berpikir aneh-aneh. Semoga saja Raka memang sengaja memancing emosinya dengan datang terlambat.“Ca, maafin gue. Tadi tiba-tiba ada urusan di rumah sakit.” Raka duduk di seberang Tasya.“Sini .…” Tasya membe
“Bang ….” Radhika mendengar suara pintu diketuk dengan tidak sabaran. “Buka … Bang.” Senja adalah pelakunya. Sore tadi Senja meminta dirinya untuk menjemput di kampusnya. Lalu dia mengatakan ingin menginap di rumahnya.Radhika melirik jam yang ada di atas meja kerjanya. Sekarang sudah pukul setengah dua belas malam, dan bocah itu bukannya tidur, malah datang untuk mengganggu dirinya. Sebenarnya pekerjaannya tidak mendesak. Hanya saja, Radhika tidak tahu harus mengerjakan apa selesai mandi tadi, jadi pada akhirnya dia memilih untuk menghabiskan waktu dengan bekerja.“Cepetan Bang!” Senja mengetuk lebih cepat dan lebih keras.Radhika hanya bisa menghela napas, lalu segera membuka pintu untuk Senja. Karena jika dia mengulur waktu, maka bisa dipastikan Senja akan membuat keributan.“Ada apa?” tanya Radhika setelah membuka pintu.Senja terkekeh, lalu meraih lengan Radhika dan menyandarkan kep