"Kau Rose, apa yang terjadi.. ceritakan!" Rengek Lindsay.
Aku mengembuskan napas panjang. Kami... Aku, Louis dan Richard menunggu selama satu jam.. dan kau tak kunjung datang. Richard menyusul dan ia kembali dengan kabar kau tak ada di kamar. Kami melakukan pencarian. Sampai di bawah.. aku bertemu dengan Dave. Aku memberitahunya...." aku masih ingat wajah Dave saat itu. Memang aku sengaja melihat wajahnya. Apakah ada tanda kecemasan atau tidak. Ekspresinya hanya kaget.
"Lalu aku memberitahunya.. saat itu ia terlihat sedikit kaget..sedikit! Karena at the end aku tahu ia juga ikut andil dalam hal ini. Kami mencarimu.. bahkan sampai ke kantor polisi. Satu kali dua puluh empat jam.. semua mencarimu. Nothing."
"Lalu...."
"Dave saat itu ikut mencari.. lalu ia bilang ia dapat petunjuk.. dan kau berada di sebuah tempat. Ia mau mengajakku.. tapi tidak dengan Louis dan Richard. Ia mengijinkan ku ikut dengannya. Ah... Aku tak tahu itu akal-akalannya. Akh
Aku berjalan perlahan ke arah pintu kamar. Jantungku berdegub kencang dan kepalaku penuh dengan berbagai rencana. Mengenai apa yang akan kukatakan kepada Dave nanti.Aku membuka pintu, dan seketika pintu dibuka suasana ruangan menjadi sunyi. Semua mata tertuju kepadaku. Uh oh!Aku berjalan menuju mereka dan berdeham pelan."Mmh.. boleh aku bicara dengan Dave?" Tanyaku dengan sebuah senyuman canggung. Aku melirik ke arah ayah Lindsay..wajahnya sangat tegang dan matanya membara ke arah Dave. Sepertinya memang perang keluarga hampir berlangsung. Semoga saja ini bisa berhasil. Aku melirik ke arah Lindsay dan Nonna, wajah mereka sedikit mengendur dari tegang dan tersenyum ke arahku. Ada rasa terima kasih?Dave berdiri, "kau mau bicara dimana?" Tanyanya dengan mata tertuju hanya kepadaku."Mmh.. anywhere?" Jawabku bingung. "Linds... Kau bisa menemaniku?" Pintaku kepada Lindsay."No. Kalau kau mau bicara denganku... It will only be you and me! No o
“Humm… I want a different room!” Ucapku cepat.“Sure!” Jawabnya dengan senyuman paling lebar. Itu juga yang terjadi di Bahama, aku memaksanya menyewakan kamar yang berbeda untukku, agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Dan syukurlah itu yang terjadi. Apapun misinya di Bahama… tak ada yang terealisasi… walaupun aku tak tahu apa misi sebenarnya, he didn’t get anything from me.“Apa kau tak mau bertanya..apa pekerjaanku sekarang?” Tanyanya.Kami sudah memasuki ruangan pertama di condonya. Sebuah ruang tamu yang teramat besar.“Aku lebih ingin tahu… ada berapa kamar di tempat ini?!”“Lebih dari delapan, aku berencana memiliki enak orang anak.” Jawabnya lagi. Sangat tidak penting karena aku tak mau mengetahuinya, aku cukup berduka dan berempati kepada istrinya kelak…karena suaminya menganggapnya seperti kucing betina. No offense.. tapi menurutku
Dave memang membawaku ke sebuah pantai tak jauh dari condonya. Ia memang pulang dan langsung menuju pantai yang ia maksud. Beberapa kali ia menelepon seseorang, dan mengiyakan beberapa hal. Walau ia tak menyebut apapun selain kaya, ‘iya… ‘ dan ‘okay…’.Ia terlihat sangat antusias atas perjalanan ini, tapi bukankah ia seperti biasa juga seperti ini?Tak sampai dua puluh menit, Dave sudah memarkirkan mobilnya di sebuah hotel pinggir laut. Sebuah hotel yang mewah..dan sepertinya berharga ribuan dollar untuk satu malam menginap. Tapi …berhubung Dave adalah pribadi yang lebih kaya daripada sebelumnya..kurasa itu bukan masalah untuknya. Ia dengan santai memberikan kunci mobilnya agar diparkirkan oleh Valet.Ia membawaku ke lobby, dan ia langsung disambut oleh seorang permepuan berpakaian sangat resmi dengan senyuman lebar mengembang.“Selamat Datang Tuan Robinson, kami sangat beruntung melayani anda di ho
Aku menempati kamar yang seharusnya menjadi kamar Dave, aku dengan otak jahatku. Ah…sudah sangat lama aku tak melakukan hal kurang kerjaan seperti ini… menakut-nakuti Dave.Aku membaca…dan men-research beberapa mitos mengenai kamar di pojok. Dan sosok hantu membawa anak itu… aku ingin mengcreate momen-momen yang menyeramkan itu… agar Dave ketakutan dan menyerah.Saat sedang asik membaca kisah-kisah horror sebagai bahan referensiku, suara ponselku berbunyi…dan kulihat. Itu Lindsay.“Linds…”“Rose.. kau dimana?” Tanyanya dengan nada bosan. Bahkan belum dua puluh empat jam kami berpisah. Aku sedang dalam misiku..karena sebentar lagi malam akan semakin larut…moment pertama harus cukup mengejutkan untuk Dave…ah..aku sudah tak sabar.“Aku di hotel..dekat pantai. Dave ingin sekalian berlibur.” Jawabku santai.“Dan.. kau setuju?” Tanyanya h
Aku masih diam, mataku hanya mengerjap beberapa kali, ia sudah berada sangat dekat denganku.Saat hidungnya menempel dengan hidungku, aku baru sadar…dan bisa merasakan otakku memberi alarm bahaya.“Dave…stop!” Ucapku menahan pundaknya. Kedua tanganku berhasil menahannya mendekat lagi. Hidungnya sekarang berjarak sepuluh centi dari wajahku.“Why? Kenapa aku harus berhenti?”“Kau sudah berjanji…” Jawabku, masih menahan tubuhnya.“Aku tak pernah berjanji…” Tantangnya.“You did.” Ucapku sudah mulai kalut. Ia lebih besar…dan memiliki tenaga lebih besar daripadaku.“I didn’t.” Ia sekarang bisa mendekat lagi, ia memindahkan tanganku yangmenahan pundaknya menjadi berada di belakang lehernya. What…the?! How did he do that? Kenapa aku tak sadar.Ia tersenyum sekarang. Kedua tanganku berada di lehernya dan sekarang bibir
“Dave…Please..”“Apa Rose… apa yang kau mau?” Tanya Dave, suaranya serak. Ia juga tersengal.“Kau.. aku mau kau.” Ucapku. Entah keberanian dari mana yang membuatku berkata seperti itu. Yang jelas aku merasakan adanya dorongan dari dalam diriku yang ingin dituntaskan…dan aku mau Dave yang melakukannya.“Say it again Rose… sayangku..” Bisiknya lagi. Ia seperti sengaja hanya menciumi pipi dan hidungku, ia sengaja tak mencium bibirku.“You…I want you.. all of you!” Pintaku, kini aku memegang kepalanya dan menciumnya persis di bibir. Ia seperti api yang diberi gasoline, membara…semakin membara.“Kau yakin…sayang?” Bisiknya lagi.“Just fucking do it!” Bentakku kepadanya. Ia tertara..lalu dengan cepat ia membuka semua pakaiannya. Entah ini kali berapa aku melihatnya tanpa pakaian. Dan aku mengangumi tubuh indahn
This is the moment of Truth! Aku akan menghubungi Louis. Aku sudah memakan sarapan begitu juga Dave. Ia memesankan English Breakfast terlezat yang ada, entah karena memang masakan itu penuh bumbu atau aku dan ia yang terlalu kelaparan. Aku duduk di atas kasur dengan ponsel di tangan..kami sudah mandi dan berpakaian yang normal. Aku mengenakan summer dress bertema floral..dan Dave mengenakan kaus putih berkerah dan celana jeans panjang.Ponsel itu hanya kupandangi layarnya. Aku sedang menyusun kalimat yang akan kukatakan kepada Louis.Dave sejak tadi hanya diam, ia membalas email dengan laptopnya di sampingku. Sesekali ia melihatku dan berhenti dari pekerjaannya."Wish me luck!" Gumamku lalu aku meneleponnya. Aku sempat berpikir mau mengirim pesan saja.. tapi aku merasa itu terlalu kejam...karena pasti ia akan sakit hati setelahnya, setidaknya aku menelepon...agar ia bisa leluasa bertanya."You can do it baby!" Gumam Dave. Ia berhenti dan memperhatikanku.
Aku masih tak percaya dengan apa yang Dave barusan bilang. Jadi dia dan Rose bersama?! Bagaimana bisa?! Apa jangan-jangan Dave menggunakan dukun untuk memantrai Jen? Ini di luar akal sehat?! Bahkan aku adiknya saja tak percaya Dave dan Rose akan bersama. Satu karena Rose dan Dave tidak satu kutub...mereka berlawanan, dua karena ada Louis?! Bagaimana bisa Rose meninggalkan Louis?!Aku ingin bicara langsung dengan Rose.. memastikan. Apa yang dikatakan oleh Dave benar. Tapi setiap kali aku meneleponnya kembali, nomor itu tidak diaktifkan.Nonna masuk ke dalam kamar, dengan segelas tehnya..sebuah teh dengan gelas elegan dari dinasti kuno. Mungkin dari dinasti Ming? Entahlah.. yang jelas itu adalah cangkir berharga lebih dari 15000USD dan selalu dibawa kemana-mana oleh Nonna. Rasa tehnya akan hambar kalau diseduh di gelas biasa. Huh the perks of being rich right?!"Linds..." Sapa Nonna dengan wajah senyum elegannya. Ia duduk di kursi yang menghadap jendela..meminum t