Share

Bab 4 : It's time to Part Time!

"Kamu ke ruangan saya."

Diandra baru saja duduk di kursinya untuk melanjutkan beberapa tugas yang diberikan. Namun, sayangnya keberuntungan cukup sulit untuk dibiarkan menetap. Dia harus kembali berurusan dengan Darren.

Hampir semua pasang mata melihatnya, Diandra yang kebingungan hanya bisa pasrah untuk mengiyakan apa yang diminta Darren. Diandra terpaksa mengikuti langkah Darren di belakang, meskipun kakinya terasa begitu berat. Berjalan melewati lorong dan menaiki lift, tak ada percakapan yang memecah keheningan. Sesampainya di ruangan Darren, laki-laki itu berdiri membelakanginya.

"Tolong tinggalkan kami sebentar," katanya kepada seorang wanita yang memegang catatan di tangan.

Wanita itu mengangguk kepada Darren, kemudian melangkah pergi dengan melirik Diandra sebentar. Tatapan keduanya bertemu sebentar, lalu wanita asisten itu melenggang pergi. Kini, hanya ada Darren dan Diandra seorang.

"Aku punya pesan untukmu," ucapnya di depan Diandra.

"Pesan?"

Darren mengangguk, "Dia memintamu pergi ke minimarket untuk berbelanja bersamanya."

Diandra menggerakkan bola mata ke arah lain, "Aku sudah tau, yang itu," gumamnya.

"Saya tau itu, apa yang mau saya bicarakan bukan itu saja," ujarnya.

Diandra terkejut Darren masih dapat mendengarkan apa yang dia bicarakan. Darren memang terlihat garang sekarang, kedua matanya begitu tajam seperti akan menikam kapan saja. Dia mengambil sesuatu dari dalam saku di balik jas hitam miliknya. Secarik kertas dia berikan kepada Diandra ditambah sebuah kartu kredit.

Diandra mengernyitkan dahinya, "Mm, bisa jelaskan?"

"Beli beberapa barang yang tertulis di situ, kabarin kalo semisal kamu menemukan kesulitan," jawabnya.

"Di kertas itu sudah ada nomorku," tambahnya lagi.

Diandra mulai membaca apa yang ada di kertas itu. Hanya ada beberapa daftar bahan pokok dan bahan makanan di sana yang tentunya tak ada di di minimarket. Diandra mulai kebingungan, "Bukannya bahan semacam sayur atau daging harusnya ada di swalayan?"

"Kenapa harus ke minimarket?"

"Pergi saja ke minimarket dulu, baru ke swalayan setelah itu," ujar Darren.

Diandra terdiam sejenak, "Kerjaan dia selama ini kayak gini?" batinnya.

"Oh satu hal lagi," kata Darren.

"Bersikaplah sopan kepadanya," peringat Darren.

"Baik, kembali bekerja," ucap Darren menyudahi.

Diandra mengangguk, kemudian menyimpan kertas dan kartu ATM yang dititipkan. Dia melenggang pergi keluar dari ruangan, di dekat pintu sudah ada asisten Darren yang menunggu. Meskipun keduanya saling bertatap sebentar, tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Diandra mencoba tersenyum kepadanya tetapi tidak dibalas.

Diandra kembali melanjutkan perjalan menuju tempat kerjanya. Dia harus melewati lorong yang agak panjang sampai ke ruang tempatnya bekerja. Beberapa orang tampak mengobrol santai di sela kerjanya. Ketika sudah sampai di tempat duduknya, suasana tiba-tiba hening.

Gea yang pertama menghampiri Diandra, "Kamu gak kenapa-kenapa?" tanya Gea nampak khawatir.

"Aku bukan dari kandang singa. Jadi aku baik-baik aja," jawab Diandra sambil tertawa kecil.

"Emang kenapa kamu dipanggil langsung sama Pak Darren?" tanya Risa yang entah datang sejak kapan.

Diandra pun kebingungan bagaimana menjawabnya, dia tidak boleh membicarakan tentang pekerjaan paruh waktunya apalagi tentang Juan. Diandra pun berpikir keras, "Beberapa data ku salah di perusahaan ini, jadi aku dipanggil deh," bohong Diandra.

"Pak Darren yang mengurusi?" heran Gea.

Diandra mulai berkeringat dingin, "B-Begitulah, aku rasa dia cuman mau memeriksa data secara langsung."

Gea mengangguk paham, sementara Risa nampak masih curiga. Tak mau berlama dalam situasi ini, Diandra meminta ruang untuk dapat mengerjakan pekerjaannya kembali, "Ada baiknya kalian lanjutin, sebelum Pak Darren ikut manggil kalian," ucap Diandra setengah berbisik sambil menunjuk kamera pengawas.

Kata-kata Diandra cukup manjur, sebab Gea dan Risa langsung kembali ke tempat masing-masing. Diandra dapat bernapas lega sekarang. Dia kembali melanjutkan aktivitas hingga akhirnya dapat merasakan jam pulang pada hari ini.

"Eh, mau gabung buat makan bareng gak?" tanya seorang laki-laki bertubuh kurus.

Diandra yang baru selesai menaruh ponselnya ke dalam tas, menoleh ke samping, "Mm, gak bisa. Aku udah ada janji," jawab Diandra.

"Gak sama aku doang, kok. Ada yang lain," bujuknya lagi.

Diandra menggeleng, "Enggak, tapi makasih ya ...."

Laki-laki itu mengulurkan tangan, "Oh maaf, aku Tio," katanya.

Diandra menjabat tangannya sambil membalas senyuman, "Oh iya, aku Diandra."

Setelah itu Tio pun pergi, karena Diandra telah menolak ajakannya. Umurnya tidak jauh berbeda dengan Diandra, mungkin itu sebabnya dapat berbicara santai dengannya.

"Gimana, bisa gak ajak dia?" kata seseorang setelah Tio selesai dengan Diandra.

"Enggak, sih. Mungkin gak sekarang," ucap Tio setengah berbisik sambil melihat ke arah Diandra dari belakang.

Diandra kemudian bergegas pergi dari sana, dia tahu laki-laki tadi membicarakan sesuatu tentangnya. Namun, Diandra tidak mau ambil pusing dan berjalan cepat sembari sesekali melihat waktu di jam tangan analog miliknya.

Dia harus melewati banyak orang yang bergegas pulang dari kantor. Cukup sesak di lift, Diandra harus menahan rasa sesak dan pengap. Setelah berhasil keluar dari sesaknya ruang lift, Diandra berjalan cepat keluar dari gedung. Kedua mata mencari-cari minimarket terdekat yang ada. Ternyata minimarket yang dimaksud berada persis di depan gedung kantor ini. Juan sudah mengirimkan lokasi meskipun tempat begitu dekat.

Diandra mencoba menyebrang dengan tangan ajaibnya ke arah mobil dan kendaraan bermotor yang hendak lewat. Setelah berhasil melewati mobil dan motor yang berlalu lalang, Diandra sampai di depan minimarket. Seseorang yang memakai kacamata hitam dengan jaket hoodie biru mudanya serta celana jeans berdiri di dekat pintu. Dia sedikit menurunkan kacamata ke bawah sambil menundukkan wadahnya, menatap Diandra yang belum masuk ke dalam.

"Kamu baru sampai?" tanyanya sambil tersenyum.

Diandra mengangguk sambil tersenyum seperti biasa, meskipun hatinya begitu meronta, "Ya iyalah baru sampai. Baru beberapa menit aku turun dari gedung atas sana terus turun ke sini. Seenaknya kamu bilang 'baru sampai?'. Orang gila emang. Penghinaan ini, emangnya waktu 15 menit itu kurang cepet apa ya?" batin Diandra di balik senyumnya.

"Maaf, Pak Juan. Aku udah secepat mungkin buat datang kemari," jawab Diandra kemudian.

"Okey, gak apa-apa. Tenang aja kamu gak akan potong gaji juga," ujar Juan santai.

Juan pun berjalan masuk duluan, sementara itu di belakang. Diandra merasa geram dan sudah siap posisi memukul kapan saja. Raut wajahnya berubah kesal, hingga rasa ingin menginjak terbesit dalam benaknya.

"Ayo masuk," kata Juan dari balik pintu kaca minimarket.

Diandra mengangguk dengan senyuman andalannya, "Baik, Pak."

Diandra mengambil keranjang belanjaan sambil memegang kertas yang diberikan Darren. Sementara itu, Juan malah asyik memilih minuman dingin di lemari pendingin. Diandra pun terpaksa mengikuti Juan pergi.

"Susu strawberry, Vanila, melon, original, dan ...."

Juan menaruh beberapa kotak susu ke dalam keranjang belanja yang di bawa Diandra. Wanita itu tidak ingat ada catatan berbagai macam susu dalam daftar belanjaan. Apa yang dia tahu hanya beberapa bahan pokok seperti tepung-tepungan dan gula. Beberapa bahan lain bahkan tidak ada di minimarket ini.

"Apa semua variasi mau dibeli satuan, Pak?" tanya Diandra.

"Iya, kecuali coklat," katanya.

Diandra mulai memandang pria bertubuh lebih tinggi darinya aneh. Dia pikir pria itu akan memilih minuman beralkohol di samping lemari pendingin ini. Namun nyatanya, dia hanya memilih beberapa kotak susu dengan banyak varian rasa.

"Okey, ayo ke swalayan," ajak Juan.

Diandra hanya terdiam mendengar ajakan Juan, Juan yang menyadari Diandra tidak berjalan di dekatnya berbalik. Berdiri di hadapan Diandra yang nampak kebingungan, "Kamu diberi catatan dari Juan untuk belanja bulanan, bukan?"

"Iya, memang begitu," jawab Diandra sedikit terkejut.

Diandra pikir Juan tidak mengetahui catatan itu, "Kalo gitu ayo!" ajak Juan lagi.

"Mm, boleh aku tanya sesuatu, Pak?"

Juan menatapnya lama sebentar kemudian mengangguk, "Tentu."

"Apa pekerjaan Pak Darren selama ini sebagai asisten rumah juga?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status