Sentuhan di pipi membuat Diandra membuka matanya perlahan. Seseorang terus menyentuh pipinya dengan hari telunjuk, meskipun Diandra sudah mulai sadar dari bunga tidur. Tangan terasa pegal karena posisi yang sama dengan waktu begitu lama."Diandra bangun, sudah malam," ucap seseorang dengan suara beratnya."Bangun putri tidur, pekerjaan sudah selesai hari ini, pulang lah," katanya lagi.Diandra mengejapkan mata, mengumpulkan kesadaran. Suara dari samping, membuat Diandra menolehkan kepalanya. Dia melihat Juan yang jongkok di dekatnya sambil memperhatikan. Pria itu masih setia dengan jari telunjuk yang menggantung di udara, seolah siap menyentuh dengan jari panjangnya. "Jam kerja mu sudah selesai hari ini, terima kasih. Aku akan menghubungi mu nanti," ucapnya sambil tersenyum simpul.Kedua mata terbuka lebar, ketika dia menyadari seseorang yang tidak lain adalah bosnya sendiri berada di dekatnya. Memperhatikan tidur lelap nan entah seperti apa wajah Diandra tadi. Terkejutnya dia sekali
Beberapa saat setelah Diandra melambaikan tangan dan tersenyum kepada seseorang di balik mobil berwarna hitam yang tak lain adalah Darren. Wanita itu kemudian berbalik melangkahkan kaki menuju pintu coklat di sebuah rumah yang tidak terlalu luas. Dia mengetukkan pintunya sambil memanggil adiknya, "Fani, kakak pulang!"Beberapa menit tidak ada jawaban, akhirnya Diandra berinisiatif memutar knop pintu perlahan. Decitan suara pintu membuat hatinya mulai was-was. Kepalanya melongok ketika celah pintu mulai sedikit terbuka, tapi tak ada seorang pun di sana.Diandra kembali memanggil nama adiknya lagi untuk kesekian kalinya. Masih tidak ada jawaban, hingga suara pecahan benda terdengar dari dalam. Diandra segera membuka pintunya lebar dan berjalan cepat masuk tanpa melepas sepatunya."Fani?"Dengan tas pundak yang masih menggantung, Diandra membuka kamarnya yang sedikit terbuka di sana. Dia menemukan pria paruh baya yang sibuk mengacak lemari pakaian. Sementara Fani duduk di lantai dan mena
Bau menyengat dari sampah tercium semerbak dari dalam sebuah kost. Satu orang berbadan besar dan tinggi berada di luar gerbang masuk, sementara yang satu lagi berjaga di luar pintu kost. Darren pergi ke sebuah indekos, dimana supir taksi gadungan yang bernama Rudi ini tinggal di sana.Darren yang masih mengenakan setelah jas biru miliknya bergegas pergi ke kos-kosan Rudi saat pagi menjelang siang, dimana orang masih sibuk dengan aktivitas bekerja dan berkuliah. Meskipun masih ada beberapa orang tinggal di dalam ruang kos tak jauh dari kos yang sedang dikunjungi.Kedua mata Darren bergerak dari ke kanan lalu ke kiri, beberapa barang nampak berkarat dan usang. Sebuah tempat tidur lantai begitu berantakan dengan bau menyengat dari sampah yang ada di dekatnya. Botol alkohol dan plastik makanan ringan berserakan di mana-mana.Terdapat seseorang yang sibuk memeriksa tiap barang, furnitur, bahkan sampah yang berserakan. Sementara itu, Darren berdiri dan memperhatikan sekitar. Memperhatikan r
Pukul 10 pagi dalam kantor, kedua mata tak berhenti menatap layar. Telinganya menangkap banyak suara orang di sekitarnya, riuh bisik dari mulut ke mulut lainnya membuat telinganya terasa panas. Setelah Diandra bekerja sampai malam kemarin, dia tidak menyangka akan ada hal yang mengejutkan lainnya."Ih, jadi dia beneran sama Pak Darren gitu? Dia masuk pake orang dalem, dong," bisik seorang wanita dari belakang.Suasana di kantor menjadi kurang nyaman baginya. Dia merasa ingin mengambil langkah seribu dari sini. Menatap layar monitor saja rasanya membuat enggan. Meskipun sudah menatap lama, suara riuh itu membuatnya merasa sangat terganggu."Kamu sama Pak Darren ada hubungan, ya?" tanya setengah berisik sambil memberikan sebuah permen di meja.Gea berdiri di dekat Diandra, sambil terdiam menatapnya. Seolah dia sedang menunggu jawaban pasti dari temannya itu. Diandra melamun, memandang sebua permen kemasan berwarna merah dengan kata-kata kekinian di situ."Santai," ucap Diandra lirih me
Rambut berantakan, pakaian tidak serapi sebelumnya. Begitulah yang terlihat jelas dari Diandra saat ini. Duduk di kursi sambil sesekali menatap sinis orang di dekatnya. Sama halnya dengan Diandra, Mawar pun dalam kondisi demikian. Dalam ruangan tersebut mereka duduk di kursi, menghadap Darren. Sementara Juan sibuk melihat tanaman di dekat jendela. Atas kejadian ini, Diandra dan dibawa dibawa ke ruang khusus Darren."Apa masalahnya?"Darren berubah menjadi orang yang dingin dan kaku, bahkan tatapan itu lebih lama kepada Mawar. Darren berdiri dari tempat dan berjalan menghampiri Mawar, dia memegang sandaran tangan kursi yang diduduki wanita berambut pendek ini, dengan sedikit memajukan tubuhnya mendekat dia berkata, "Saya tau ini bukan kali pertamanya kamu membuat karyawan saya pergi dari kantor ini.""Apa kamu tau kenapa saya masih membiarkan kamu di sini?" tanyanya dengan sorotan mata tajam.Kaki Mawar mulai bergetar saat ini, dia menggeleng gugup. Dia terdiam, lidahnya begitu kelu
"Potong gaji 50%, mau?"Diandra terdiam membisu, dia menggertakkan gigi ketika mendengar ucapan pria yang masih terduduk di sofa. Kemudian Juan tiba-tiba bangkit dari duduknya, melangkah agar lebih dekat dengan Diandra.Jarak mereka kini hanya sekitar setengah meter. Udara semakin panas, angin yang masuk melalui jendela balkon tidak dapat mengusir suhu panasnya. Diandra memundurkan langkahnya menjauh, tetapi Juan kembali selangkah lebih dekat dengannya."Apa nona ini baru saja mengancamku buat mogok kerja?" tanya Juan sambil menyeringai. Juan memegang dagu wanita di depannya, kemudian berkata, "Kamu sudah menandatangani kontrak ini. Selama satu bulan ke depan kamu harus bekerja denganku, bukan?"Juan menaikan salah satu alisnya, Diandra dapat melihat mata coklat itu lagi dari dekat. Tanpa sepatah kata lain yang dikeluarkan, Juan melepaskan dagu Diandra. Kemudian dia kembali menegakkan tubuhnya."Berhenti banyak bertanya, aku punya pekerjaan tambahan hari ini. Jadi aku mengundang kamu
Dalam senyap tatapan matanya menyelidik kedua orang yang sedang duduk di kursi sofa pada hadapannya. Bolak-balik kedua bola mata memandang dua orang secara bergantian, sampai tatapannya terkunci kepada seorang pria berpakaian jas hitam. Dia sibuk melihat gelas cangkir teh berwarna putih mengkilap."Siapa dia?" tanya Risa sambil menunjuk dengan gerak matanya ke arah Juan.Diandra melirik beberapa saat kepada Juan, berpikir sampai Juan menatapnya balik, "D-Dia ....""Kita langsung saja," ucap Juan tiba-tiba.Juan menaruh cangkirnya di atas meja, kemudian mengambil sebuah kertas dari balik jas hitam miliknya bersama sebuah pena yang ada di saku. Dia menaruh di atas meja bersama dengan pena yang telah disiapkan. Lalu, dia kembali mengapkan tubuhnya dan menatap Risa dalam."Mungkin sudah terlambat untuk memintamu menghapus foto yang kamu ambil, tetapi saya harap kamu mau mengundurkan diri menjadi karyawan di perusahaan Diamond Company," tutur Juan. "Maksudnya apa ya?" tanya Risa dengan ke
Diandra yang tergesa-gesa karena tak kuasa menahan perutnya yang sakit ingin buang air besar, dengan cepat memasuki ruang toilet. Sembari memegangi perutnya, dia duduk di kloset. Mengeluarkan sisa makanan yang tercerna, hingga perutnya merasa lega. Namun, ketika ia hendak keluar dari bilik, langkahnya terhenti mendadak dan tangannya tergantung di udara. Dia ragu-ragu untuk membuka pintu, seolah-olah terhipnotis oleh suara pria yang tiba-tiba terdengar di luar. Dalam keadaan terjebak, Diandra memutuskan untuk tetap berada di dalam bilik toilet, merenung dengan cemas sambil mendengarkan pembicaraan yang terjadi di luar sana, di antara ketidakpastian dan kegelisahan yang merasukinya."Darren, bagaimana keadaan perusahaanku?"Suara berat seseorang menghamburkan perhatian Diandra. Suara air yang mengalir dari wastafel di depan membuat Diandra makin mempertajam pendengaran di balik pintu bilik ini. Diandra mulai mengangkat kakinya sedikit agar orang yang sedang berbincang tidak menyadari k