Apa aku diam di rumah saja, ya? gumam Rania dalam hati. Sesaat, ia menoleh. Celingak-celinguk ke arah jendela kaca yang menembus ke arah ruang tamu."Tapi, jika aku diam di rumah. Yang ada, ayah akan menjadi detektif. Mencecarku habis-habisan. Dan ujung-ujungnya, sudah pasti aku yang di salahkan." Rania menghela nafas panjang. Dengan langkah tak bersemangat, ia mulai meninggalkan rumah dan kembali lagi ke kantor.***Clara menghela nafas panjang. Bibir mungilnya merapat mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir dengan paksa. Sudut matanya mengerut menatap kotak makanan yang ia bawa. Sebuah makanan yang seharusnya menjadi jalan penghubung untuk hubungannya dengan Sakti."Dulu aku memang sangat menyukai makanan ini, apalagi makanan yang kamu buat. Tapi sekarang, semuanya berbeda. Rasa suka itu perlahan hilang, sejak orang yang aku suka meninggalkanku begitu saja." Perkataan Sakti beberapa menit yang lalu kembali terlintas dalam benak Clara.Perkataan yang membuat Clara kecewa setenga
Marahlah, Sakti Argantara! gumam Rania dalam hati. Menatap Sakti yang terdiam menatapnya. Pak Sakti? Kenapa pak Mike memanggil suami Rania dengan sebutan pak? Apa jangan-jangan dia adalah pemilik perusahaan? tanya batin Kevin. "Pak Kevin, duduklah! Pak Sakti tak suka jika menunda makan siang," tutur Mike sembari membenarkan kacamatanya.Kevin menoleh. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa melihat Sakti yang tersenyum ke arahnya.Tidak! Itu tidak mungkin. Argh, Kevin. Apa yang kamu pikirkan? ucap batin Kevin seakan bertentangan. Mencoba berpikir positif dan membuang jauh-jauh rasa curiganya itu. "Tapi, pak Mike. Jika pak Sakti ikut makan dengan kita. Lalu, bagaimana dengan pemilik atasan kami? Bukankah bapak bilang, kalo kita akan makan siang bersama?"Seketika, pandangan Mike tertuju ke arah Sakti. Dahinya mengernyit melihat sahabatnya terdiam santai tanpa menggubris perkataan Kevin.Jadi, kevin tak tau kalo dia adalah pemilik perusahaan? Ya Tuhan, Kevin. Apa yang kamu lakukan?
"Heem. Dan, aku harap kamu tak melakukan hal yang mempermalukan dirimu karena cincinku yang hilang entah kemana ini!" tutur Rania dengan santainya. Berharap, Sakti akan marah dan benci kepadanya.Marahlah, Sakti Argantara! gumam Rania dalam hati. Menatap Sakti yang terdiam menatapnya. Seakan menyimpan amarah yang tertahan di dada."Kita bisa beli lagi!" jawab Sakti yang membuat Rania seakan tercekat mendengarnya. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap menatap sang suami yang sama sekali tak marah kepadanya."Dan masalah pernikahan kita, kamu tenang saja. Aku akan mengumumkannya, setelah kamu benar-benar menerima hatiku ini," ucap Sakti dengan pasti.Di kantor, kevin terdiam seorang diri. Dua bola manik matanya tak berhenti menatap ke arah dinding ruang kerja yang berwarna putih tersebut. Jemari tangannya menyatu mengimbangi rasa kesal dan sesal yang menaungi dirinya.Bagaimana bisa aku tak tau kalo dia (Sakti) pemilik perusahaan ini! gumam batin Kevin menghela nafas panjang
"Kevin! Ngapain dia kemari? Bukankah aku sudah bilang jangan menjemputku? Ayah tau lagi!" gumam Rania memanyunkan bibirnya."Kamu itu sudah bersuami. Jadi, ayah harap kamu bisa menjaga batasannmu dalam bergaul!" Perkataan sang ayah terlintas kembali dalam benak Rania. "Apa ayah akan marah, kalo aku keluar dengan Kevin?" tanya Rania seorang diri. Sudut matanya mengerut saat angin malam menerpa wajah cantiknya. Menahan dinginnya malam yang mengimbangi rasa cemas dalam dirinya."Hah, semoga saja apa yang aku khawatirkan tidak terjadi," kata Rania berharap dan berjalan menghampiri mereka.Om Hakim menopangkan kedua tangan di dada. Tatapan matanya yang tajam membuat Kevin seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Untuk kali pertama dalam hidupnya, Kevin merasa seperti orang lain di depan ayah Rania."Ada apa, Vin? Kenapa kamu malam-malam datang ke sini?" tanya om Hakim penasaran."Apa kamu ada janji dengan Rania?" Kevin menorehkan senyum. Hatinya lega, saat om Hakim mulai berbicara pada
Rania? Bukankah itu Rania, istrinya Sakti? tanya batin clara. Kenapa Kevin memasang foto Rania? Apa hubungan mereka?Clara seakan tercekat. Ia tak habis pikir, nama Rania selalu ada dalam lelaki yang sangat berharga baginya."Iya, tak apa. Kita bisa makan malam lain kali. Tidurlah!" ujar Kevin mematikan ponselnya."Kevin!"Kevin mendongak saat sapaan lembut keluar dari mulut Clara."Iya!" jawab Kevin datar."Apa wanita di wallpaper ponselmu itu kekasih kamu?" tanya Clara memastikan.Kevin menoleh. Sudut bibirnya mengembang saat pertanyaan itu terlontar."Tidak! Dia sahabatku," jawab Kevin memasukkan ponsel dalam saku celananya."Oh, aku kira dia kekasihmu!" Clara terlihat senang mendengarnya. Raut wajah yang tadinya memasang muka sebal dan penuh kekesalan, kini terlihat sumringah mendengar penuturan Kevin."Apa kamu sudah makan?" Kevin berdiri seraya memasukkan ponsel miliknya. Clara mendongak. Entah kenapa, ia tak bisa menyimpan rasa bahagia saat bersama dengan Kevin. Seakan ada seb
Bukankah sudah kubilang padamu. Jaga jarakmu!" Perkataan om Hakim membuat Kevin tercekat."Om Hakim ...," kata Kevin terhenti."Om Hakim tak mau karena kehadiranmu ini, menantuku jadi salah paham," tutur om Hakim seraya menopangkan kedua tangan di dada. Mencoba menahan rasa amarah dan kecewa yang datang menghampiri."Biarkanlah rania menjalankan kewajibannya menjadi seorang istri yang sesungguhnya. Mereka saling mencintai satu sama lain. Dan, om tak mau kamu berada di tengah-tengah mereka, Vin. Bukannya apa! Tapi, sangatlah tidak baik jika seorang sahabat terus saja bersikap seperti remaja," gumam om Hakim.Tidak, Om. Mereka tidak saling mencintai! Rania hanya mencintaiku bukan mencintai Sakti Argantara! kata batin Kevin seraya menegak salivanya dengan paksa."Pergilah! Dan jangan pernah lagi menjemput putriku lagi!" tegas om Hakim menyodorkan ponsel milik Kevin.Kevin terdiam. Kedua bola matanya tak berhenti menatap ke arah lelaki paruh baya yang pergi meninggalkan dirinya. Sungguh,
"Biarkan seperti ini, lima menit saja!" pinta Sakti menatap dua bola manik mata Rania.GlekTegakkan saliva Rania mengalir dengan paksa. Untuk pertama kalinya, ia melihat wajah tampan suaminya yang begitu dekat.Kenapa kamu terlahir sempurna? Rasanya jantungku berhenti berdetak dan tak mampu untuk menolak kecantikan yang ada di dirimu! gumam batin Sakti menyapu rambut panjang Rania yang mengganggu pandangannya."Kamu sedang sakit! Aku tak mau, gara-gara diriku, sakitmu bertambah parah!" gerutu Rania mencoba untuk bangkit.Sakti mengerjapkan matanya. Pandangan matanya beralih menatap ke arah wanita yang saat ini berdiri tepat di samping dirinya."Makan dulu, sesudah itu baru minum obat!" ucap Rania."Aku sudah minum obat!" jawab Sakti yang mulai bangkit dan bersandar di bahu tempat tidur.Sejenak, Rania melirik ke arah Sakti. Bibirnya merapat seraya memikirkan sesuatu hal melintas kembali di pikirannya."Sakti itu tak suka minum obat ataupun pergi ke rumah sakit. Dari dulu, dia sangat
"O ... Aku kira siapa. Paling juga dia memberitahumu kalo dia sedang bulan madu madu ke Singapura," jawab Mike yang membuat Sarah terkejut setengah mati."Bulan madu? Apa maksud kamu?" tanya Sarah dengan tatapan tajam.Mike menegak salivanya dengan paksa. Bibirnya merapat mengimbangi alis tebalnya yang bertaut.Bibir sexyku! Kenapa kamu selalu kebablasan sih? Kamu tau kan, Lovely belum tau kalo mereka sudah menikah! ucap batin Mike seraya menutup meremas bibir sexynya itu."Seolah-olah kamu itu berpikiran kalo Rania dan pak Sakti sudah menikah. Apa jangan-jangan mereka menikah diam-diam, ya?"Mike menoleh. Lentik bulu matanya mengerjap saat perkataan Sarah lagi-lagi membuatnya kebingungan untuk menjawab.Apa yang harus aku jawab? tanya batin Mike berpikir sejenak. Jemari tangannya tak berhenti mengetuk gagang setir yang tepat di hadapannya. Mencoba mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan Sarah.Sarah mengernyitkan dahi. Sudut matanya mengerut melihat Mike terdiam dengan tatapan