"Kenapa pak Mike di sini? Trus, kenapa makanannya di masukkan ke dalam rantang? Apa jangan-jangan keluarga pak Sakti tak jadi datang?" tanya Rania seorang diri. Rasa penasaran membuat dirinya bergegas menghampiri sekertaris pribadi suaminya itu.Menggerutu tiada henti itulah yang dilakukan Mike saat ini."Bener-bener keterlaluan! Selalu memberiku pekerjaan di luar jam kerja. Seharusnya, pekerjaan ini cocoknya untuk ART bukan sekertaris pribadi perusahaan sepertiku," ucap Mike menggerutu. Dengan langkah hati-hati, Rania berjalan menghampiri Mike. Lelaki manis dan cool yang tak lain adalah mantan kekasih sahabatnya, Sarah."Pak Mike," sapa Rania yang membuat Mike menoleh."Rania, kamu mau berangkat kerja?" tanya Mike yang terdengar begitu lembut. Senyumnya selalu tertoreh setiap kali berbicara dengan Rania. "Kenapa makanannya di masukkan ke dalam rantang? Apa keluarga pak Sakti tak jadi ke sini?" Pertanyaan Rania seketika membuat Mike mengerutkan kening. Senyumnya sedikit memudar saat
Rania terbelalak kaget. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa melihat kendaraan yang jauh berbeda dengan lainnya.Sesampai di tempat kerja, Rania memarkirkan sepeda di tempat yang tersedia. Helaan nafas terdengar mengiringi rasa kecewa yang saat ini datang menghampiri."Menurut saya, sepeda sangat tepat untuk kamu. Selain untuk kesehatan, resiko kecelakaan sangat kecil ketimbang memakai motor. Jadi, saya memutuskan untuk membelikan sepeda untukmu. Dan tak ada alasan kamu bilang terlambat lagi sampai rumah sebelum aku pulang!" Perkataan Sakti masih terngiang dalam benaknya."Rania-Rania, bagaimana bisa kamu berpikiran kalo dia memberikan mobil untuk kamu. Seharusnya kamu itu tau, kamu itu siapa? Mana mungkin dia membelikan mobil yang harganya ratusan juta. Heh, mimpi kamu kelewatan!" gerutu Rania berbicara seorang diri sembari menatap sepeda yang berwarna hitam miliknya. Dengan langkah tak bersemangat, ia mulai meninggalkan tempat parkir yang jarak parkirannya tak jauh dari ruang ke
Kenapa Sakti mengenakan cincin di tangan kanannya? tebak Larisa dalam hati.Sakti mengernyitkan dahi. Sudut matanya mengerut menatap sang kakak yang melihatnya dengan penuh pertanyaan. Perlahan, tangan kanannya mulai mengembalikan posisi telepon itu ke tempat semula."Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Sakti membuyarkan lamunan sang kakak.Larisa menegakkan tubuhnya. Kedua matanya memicing seraya menopangkan kedua tangan di atas meja. Seakan bersiap meluncurkan beberapa pertanyaan yang sudah terkumpul di benaknya."Coba jelaskan! Hal apa yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Larisa yang membuat Sakti bingung."Maksud Kakak?" Alis Sakti bertaut. Ia masih tak mengerti dengan pertanyaan kakaknya."Cincin di tanganmu itu? Coba jelaskan!" Seketika Sakti melirik ke arah cincin pernikahannya. Ia tak menyangka jika kakaknya melihat dan mempertanyakan itu semua. Dengan cepat, ia meremas jemari tangannya dan berusaha menutupi cincin yang di pakai agar tak terlihat lagi."Kemarin, aku iseng
"Kenapa nggak bisa di buka? Gimana ini?" tanya Rania bingung.Beberapa menit kemudianSakti menyeringai melihat aneka makanan yang tersaji di meja makan. Aromanya, indahnya masakan yang masih hangat membuat Sakti tak sabar untuk segera melahap makanan tersebut.Namun, niatnya terhenti ketika dirinya teringat dengan Rania. Kedua matanya berputar mencari keberadaan Rania."Rania ... Rania ...!" teriak Sakti melangkah menaiki anak tangga yang menjulang tinggi untuk menuju ke arah kamar.Sepi dan tak ada jawaban.Sesaat, langkah kakinya terhenti tepat di depan pintu kamar Rania. Tok tok"Rania, apa kamu di dalam?" tanya Sakti mengernyit tak mendapatkan jawaban kembali.CeklekKedua mata Sakti berputar. Kamarnya terlihat sepi dan tak ada Rania di sana. "Tak ada. Ke mana dia?" tanya Sakti menghela nafas panjang seraya menopangkan kedua tangan di pinggang. Dua bola matanya mengerling menatap beberapa baju yang tergeletak di atas ranjang. Clek clekSakti menoleh. Keningnya mengernyit mende
Kedua bola mata Rania terbelalak kaget melihat wanita cantik berdiri di hadapannya. Rambut panjang terurai, body tubuhnya yang sexy membuat Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Siapa dia? Cantik banget! kata batin Rania tertegun melihat penampilan wanita itu yang seperti model. Wanita itu menatap Rania dari atas sampai bawah. Senyumnya mengembang saat melihat kedua kaki Rania yang tak mengenakan alas kaki sama sekali."Apa kamu Rania?" tanya wanita itu yang seketika membuat Rania mengernyitkan dahi. "I-ya!" jawab Rania terkejut saat wanita itu malah memeluk dirinya begitu erat. Lentik indah bulu mata Rania tak berhenti mengerjap. Ia bingung, bagaimana bisa wanita yang baru bertemu dengannya mendadak memeluknya seperti layaknya saudara sendiri.Wanita itu melepaskan pelukannya. Senyumnya mengembang seraya memegang kedua pundak Rania."Akhirnya kakak bisa bertemu denganmu sebelum pulang ke Surabaya," tutur Larisa yang semakin membuat Rania bingung."Kakak? Maaf, tapi sa
"Tapi, ada syaratnya!" Perkataan Sakti yang seketika membuat senyum Rania memudar."Syarat?" Rania bingung. Bibirnya merapat mengimbangi rasa penasaran yang datang menghampiri dirinya."Sampai mereka pulang, hilangkan kata bapak dari mulut kamu itu. Saya tak mau kak Larisa curiga dengan pernikahan kita ini," tutur Sakti menjelaskan."Tapi, saya tak terbiasa memanggil bapak dengan kata ....""Panggil aku 'Mas'. Mas Sakti Argantara!" ucap Sakti yang membuat Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Mas?""Yupz! Dan satu lagi, mulai malam ini rubahlah saya anda menjadi aku dan kamu.""Tapi, Pak!" "Aku akan menambahkan bonus lagi untukmu dua kali lipat dari apa yang tertera di cek itu!" kata Sakti melangkah keluar meninggalkan Rania seorang diri di kamar.Rania seakan tak percaya dengan apa yang terlontar dari mulut Sakti. Jumlah uang yang sangat fantastis terdengar jelas di telinganya.Dua kali lipat? Jika, aku melakukannya dengan baik uang seratus juta akan menjadi dua ratus j
Rania! Bisa-bisanya kamu memperlihatkan tubuhmu lagi di depanku. Heh, apa kamu berniat untuk menggodaku? tanya Sakti dalam hati. Sesaat, ia berpaling. Ia tak mau imannya yang begitu kuat runtuh begitu saja melihat tubuh indah istrinya itu. Rasa lelah dan kantuk yang melanda membuat dirinya lupa dengan sebuah perjanjian di antara mereka berdua. Sampai-sampai ia lupa untuk tidur seranjang dengan Rania. Padahal, jelas-jelas mereka membuat kesepakatan tertulis agar tidak tidur dalam satu ranjang meski berada di dalam satu kamar. Tepat jam 4 pagi, Rania seakan tak mampu membuka kedua matanya. Sudah lama, ia tak merasakan tidur yang teramat nyaman seperti hari ini. Tanpa bunyi jam weker yang berdering, tanpa ada suara teriakan yang mengganggu tidurnya, membuatnya ingin menikmati momen indah ini.Namun, ada hal yang berbeda yang membuat ia harus membuka kedua matanya itu.GlekTegakkan salivanya mengalir dengan paksa. Bibirnya merapat saat lengannya dengan erat memeluk dada bidang yang di
Oh my God! Apa aku salah memasukkan obatnya? batin Larisa bertanya.Di kamar, Rania menghampiri Sakti yang sangat kesulitan memakai dasi di kerahnya. Hampir setengah jam lamanya, ia tak bisa menyelesaikan dasi seperti biasanya.Yah, entah kenapa hari ini ia begitu ingin memakai dasi di setelan jas hitam yang di kenakan. Padahal, dari dulu ia tak pernah memakai dasi yang membuat dirinya bingung untuk memakainya."Sini! Biar aku yang pakaikan!" pinta Rania yang seketika membuat Sakti terkejut. Untuk pertama kalinya, ia mendengar Rania mengucap kata aku pada dirinya. Tanpa perintah terlebih dulu, Rania juga dengan cepat merespon apa yang sedang ia butuhkan saat ini."Jika tak bisa memakai dasi alangkah baiknya kalo membeli dasi yang siap pakai saja. Jadi, kamu tak perlu bingung memakainya!" ujar Rania yang menyelesaikan dasi itu dengan mudahnya.Sakti menunduk menatap dasi itu tergantung cantik di lehernya. Ia mendongak beralih menatap Rania tersenyum seraya merapikan jas yang ia kenakan