Share

5. Otoritas Sang Nenek

Ruangan pribadi Nyonya Daphne dirancang khusus untuk bersantai dan dibuat senyaman mungkin untuk manula bangsawan sepertinya. Dia sudah tak aktif mengurus perusahaan. Dia hanya bertindak mengontrol cucunya agar Gery Foster tidak kumat di masa labilnya saja.

Wanita dengan tampilan khas bangsawan yang selalu rapi dengan busana kerja semi formalnya itu tengah menyesap teh herbal hangat siang itu. Ya, beliau tak lagi mau meminum minuman dingin karena terbukti itu bisa membahayakan tenggorokan tuanya. Sesiang dan segerah apa pun, minuman hangat selalu menjadi pilihannya untuk diminum.

“Nyonya, ada yang ingin bertemu,” lapor seorang wanita separuh baya yang adalah asisten pribadinya baik di kantor maupun di rumah. Wanita itu sudah mengabdi sejak Nyonya Daphne masih berusia muda dan baru menikah dnegan Darren Foster, mendiang kakek Gery. Mereka berdua pasangan suami istri yang bahu membahu memperbesar perusahaan keluarga itu hingga akhirnya menjadi sebesar sekarang. Dan semakin besar di bawah pimpinan mendiang ayah Gery.

Nyonya Daphne mendongak memandang sang asisten. “Bukan cucuku?” tanyanya heran. Karena biasanya ia tak pernah menemui tamu lain di ruangan itu selain Gery seorang.

“Bukan, Nyonya. Dia bilang dia karyawan baru dari bagian marketing dan sangat ingin bertemu dengan Nyonya untuk mengutarakan pengaduan penting,” jawab sang asisten sambil menundukkan tubuhnya sedikit.

Nyonya Daphne mengerutkan keningnya heran.

“Pengaduan katamu?” tanyanya memastikan pendengaran karena memang itu adalah hal di luar kebiasaan. Pengaduan apa kiranya yang menjadi urusan karyawan baru terhadapnya?

“Dia gadis muda yang pemberani, Nyonya. Saya sudah sarankan dia ke ruangan HRD untuk menyampaikan pengaduannya tersebut tetapi dia bilang khusus masalahnya itu hanya Nyonya saja yang akan bisa membantunya,” lanjut sang asisten yang rupanya juga telah terbujuk oleh sikap tegas Eve di luar ruangan tadi.

Tampak wanita bangsawan yang duduk di atas sofa empuk berbahan beludru mewah itu berpikir sejenak.

“Baiklah, biarkan dia masuk. Mari kita lihat apa maunya gadis itu,” katanya kemudian.

Sebenarnya ia tak lagi mau dipusingkan oleh urusan tetek-bengek lain di perusahaan selain hanya bertindak sebagai pengawas kinerja cucunya dan juga sekaligus sebagai penasihat. Tapi kenapa sampai ada karyawan bawah yang mencarinya untuk mengutarakan sebuah pengaduan membuatnya berpikir itu pasti ada kaitannya dengan sang cucu.

Beberapa saat kemudian, sang asisten kembali muncul di hadapannya bersama seorang gadis muda yang cantik menarik. Bahkan pertama kali melihat saja, Nyonya Daphne langsung berpikir gadis di hadapannya ini pasti sudah seringkali dengan mudahnya menaklukkan lelaki mana pun yang ia mau.

“Iya? Anda ada perlu dengan saya, Nona?” tanya Nyonya Daphne langsung ke pokok permasalahan. Ia semakin yakin kalau urusan itu pasti menyangkut cucunya. Dan karena itu ia jadi segera ingin mengetahuinya.

“Selamat sore, Nyonya Daphne Foster. Maafkan atas kelancangan saya. Tetapi saya Evangelin Ravenwood. Saya karyawan magang di perusahaan ini. Saya baru saja menandatangani kontrak kerja di Vinestra Group secara sah dan valid, tetapi masalahnya Pak Gery Foster kemudian merasa berhak menggunakan kuasanya untuk langsung memecat saya tanpa saya melakukan kesalahan apa pun di sini, Nyonya.” Eve mengumpulkan segenap tekad dan keberaniannya untuk menjelaskan secara ringkas apa yang terjadi kepada sang nyonya.

“Maaf? Gery memecat Anda di hari pertama bekerja? Untuk alasan apa kalau saya boleh tahu? Karena tidak mungkin juga dia memecat orang tanpa ada kesalahan apa pun,” tanya Nyonya Daphne yang kini tertarik sekali mendengar cerita lengkapnya dari Eve.

“Silakan duduk dulu, oh, maafkan atas ketidak-sopanan saya,” lanjut Nyonya Daphne yang baru teringat Eve masih berdiri di hadapannya. Saking penasarannya, ia tadi sampai lupa mempersilakan tamunya itu untuk duduk dahulu.

Eve pun duduk di sofa berhadapan dengan Nyonya Daphne. Di ruangan itu tidak ada set meja dan kursi kerja seperti ruangan kantor pada umumnya. Itu malah serupa ruang santai luas dan besar yang salah satu dindingnya full dari kaca dan menghadap langsung ke langit luas disertai pemandangan gedung-gedung bertingkat lain di sekitar areal gedung perkantoran tersebut.

“Saya sungguh belum melakukan kesalahan apa pun di sini, Nyonya. Saya hanya ... melakukan sedikit kebodohan di lain tempat beberapa waktu lalu di mana di sana saya sempat bertemu dengan Pak Gery ....” Eve mengawali kisahnya.

“Oke ... maksudnya kalian sudah saling mengenal sebelumnya, begitu?” tanya Nyonya Daphne berusaha mencerna cerita Eve.

“Tidak, Nyonya. Kami hanya bertemu sebentar dan itu secara tidak sengaja. Dan tidak saling mengenal sama sekali. Hanya sesuatu kebodohan masa remaja saya dan teman-teman yang waktu itu sedang melakukan permainan muda. Kami ... ehm, saya ... sedikit mengganggu kenyamanan Pak Gery tapi itu hanya sedikit kesalahpahaman saja. Sungguh tidak adil kalau saya harus dipecat dari pekerjaan yang saya raih dengan susah payah melalui seleksi ketat ini hanya karena persoalan sepele seperti itu, Nyonya. Saya mohon Anda bisa bijaksana menyikapinya,” pungkas Eve akhirnya.

Ia sudah berusaha bersikap seminimal mungkin mempersalahkan Gery dan berharap si nenek Gery ini bisa lebih membelanya ketimbang cucunya yang sok kuasa itu.

Sang asisten Nyonya Daphne kini telah menghidangkan secangkir minuman dingin di meja di hadapan Eve dan mempersilakannya minum dulu. Eve mengangguk dan tak lupa mengucapkan rasa terima kasihnya. Ia langsung meneguknya karena rupanya berbicara dengan orang sekelas Nyonya Daphne ini cukup menguras energi.

 Ia jadi mendadak dehidrasi dan butuh banyak cairan untuk memulihkan kekuatan diri dan menstabilkan emosi. Ck! Astaga! Aura orang kaya raya memang berbeda dengan para rakyat jelata, pikir Eve membatin dalam diam sambil merasai tenggorokannya yang menjadi sedikit lebih nyaman memang usai meneguk minuman barusan.

“Begitu ya ... Tampaknya memang hanya urusan salah paham kecil,” kata Nyonya Daphne setelah beberapa saat lamanya wanita tua dengan wajah keriput tetapi masih terpancar sisa-sisa kecantikan dari masa lalunya itu memandangi Eve.

Mata tuanya sedari tadi sudah mencoba menelisik dan memindai Eve, mencari gestur yang menunjukkan kebohongan atau tipuan atau ketidakjujuran sekecil apa pun. Tapi tak ditemukannya hal itu. Malah yang terkesan dari sosok gadis pemberani di hadapannya itu ialah ketegasan sikapnya serta aura pantang menyerah memperjuangkan haknya bahkan meskipun harus melawan penguasa utama sekali pun. Seketika muncullah kekaguman Nyonya Daphne atas diri Eve.

“Siapa nama Anda tadi? Nona Evangelin, ya?”

“Eve, panggil saja Eve, Nyonya,” jawab Eve sambil mengulas senyum segan. Sebenarnya ia juga takut akan dianggap sebagai karyawan lancang hingga berani menemui Nyonya Daphne langsung yang katanya tidak biasa menemui tamu lain dari karyawan sembarangan. Tapi apa daya, hanya itu kesempatan yang ia miliki untuk menyelamatkan pekerjaannya.

“Oke, Eve. Tunggu sebentar di sini sementara kupanggil cucuku ke mari,” ucap Nyonya Daphne yang bak genderang perang di telinga Eve.

Inilah saatnya ia akan diadu dengan Gery secara langsung dan dengan dihakimi oleh nenek Gery sendiri. Siapa kiranya yang akan menang nanti?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status