RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (9)
"Halo Mbak, jadi semua totalnya kurang empat ratus juta." pihak penjual rumah itu memberi tahuku. Setelah selesai mengecek semua yang kupinta.
"Oke, saya akan lunasi semua. Tapi tolong surat rumah itu kirim ke alamat saya sekarang juga." cetusku. Lalu meminta nomor rekening pihak yang bersangkutan.
"Baik, Mbak. Tapi akan ada ongkos tambahan untuk biaya pengiriman sertifikat rumahnya."
"Tidak masalah, tenang saja. Nanti akan saya lebihi uang transfernya." jawabku tanpa basa-basi. Ya, aku paling tidak suka mengulur waktu. Apa lagi, jika Mas Hakam buru-buru sampai di sini.
"Baik, Mbak. Akan segera saya proses setelah uang masuk."
Segera kumatikan sambungan telfon ini sepihak. Jemariku buru-buru mengetik nominal angka yang akan aku transferkan pada pihak perusahaan itu. Sesuai kesepakatan tadi, aku mengirim uang empat ratus juta lebih menggunakan aplikasi M-banking di gawaiku.
Tra
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (10)Brak!Brak!Brak!"Keluar kamu, Mas!" aku berteriak sambil menggedor pintu rumah Intan.Tak lama pintu pun terbuka lebar. Mas Hakam terperangah kaget. Dengan bola mata melebar sempurna."De-Dewi, ka-kamu kok bi-bisa di sini." ucap Mas Hakam tergagap. Tangannya masih memegang handle pintu. Jelas sekali raut wajahnya terlihat ketakutan dan pucat pasi.Aku tertawa melihat lelaki di depanku ini gemetar. Tapi percayalah hatiku rasanya hancur sekali. Aku hanya pura-pura terlihat tegar di depannya. Beri aku kekuatan Tuhan. Kali ini saja. Untuk menghadapi dajal ini."Kamu kaget aku di sini?! Hebat ya, tadi kamu bilang, pergi ke kantor 'kan?! Tapi buktinya kamu berada di sini, Mas!" kedua tanganku berdecak di dada. Dagu sengaja aku dongakkan agar terlihat elegant."Ada apa ini, Mas? kok ribut-ribut ...." Intan muncul dari belakang Mas Hakam. Kalimat yan
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (11)"Dewi, Awas!" Rehan berlari dan memekik."Aaaa!"Prang!Brugh!Tubuhku jatuh terhuyung bersama Rehan. Aku berada dalam dekapannya di lantai berwarna putih ini.Tak kusangka, Bu Karti tega melemparkan guci keramik ke arahku. Beruntung aku bisa diselamatkan oleh Rehan.Guci itu pecah dan berserakan menjadi serpihan kecil. Ya Allah, terimakasih kau sudah menyelamatkan aku.Sedetik kemudian. Bu Karti hendak kabur. Ka berlari terbirit-birit menuju pintu luar.Rehan bangkit dan segera mengejar Bu Karti.Sedangkan Mas Hakam. Ia mendekatiku dan merengkuh bahuku."Kamu tidak apa-apa 'kan, Wi?" Mas Hakam bertanya. Wajahnya menjukkan rona khawatir. Tapi entah dengan hatinya. Mungkin ia lebih senang jika aku mati. Agar dengan mudah ia menguasai semua hartaku. Astaghfirullah, singkirkan pikiran seuzonmu, Dewi."Lepas, Mas!"
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (12)Aku pergi meninggalkan depan ruang UGD tempat Bu Karti dirawat. Bagiku masalahku dengan Mas Hakam sudah selesai. Secepatnya akan aku urus surat perceraian secara sepihak. Karena aku yakin, Mas Hakam keukeh menolak berpisah denganku. Enak sekali dia, setelah apa yang dia lakukan. Masih saja menyuruhku bertahan. Ini hati bukan layangan yang bisa ditarik ulur sesuka jidatnya sendiri.Lelaki macam Mas Hakam memang pantasnya dibuang ke laut. Agar habis dimakan para ikan hiu. Ah, itu hanya andai kata. Jika kejadian beneran pun tak apa. Aku ikhlas, tapi kasihan juga Albert. Duh, kenapa aku jadi mikirin anak itu sih!"Tunggu, Wi!" tarikan di pergelangan tangan membuat langkahku terhenti.Aku menoleh. Ternyata itu Mas Hakam."Kamu mau ke mana, Wi?" tanyanya. Wajahnya terlihat kusut. Ia mengejarku hingga ke lorong rumah sakit ini. Dia juga tak membawa Albert. Mungkin si Intan sudah sadar dari pingsannya.
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (13)Mas Hakam.Apakah dia mendengar semuanya?Terserah. Dia dengar pun aku juga tidak perduli. Karena memang aku sudah terang-terangan ingin cerai saja darinya.Rehan menjalankan mobil ini menuju rumahku. Aku butuh istirahat. Masalah kantor udah ada yang handle. Kepala terasa pening mendera. Banyak beban pikiran yang memenuhi rongga kepalaku. Semua gara-gara Mas Hakam.*Sesampainya di rumahku. Rehan langsung berpamitan untuk mengambil mobilnya yang ia tinggal di mall tadi pagi.Mataku membulat sempura menatap wanita yang tengah duduk di ruang tamu.Seketika langkah ini menjadi pelan saat hendak masuk ke dalam rumah."Assalamualaikum." salamku pada wanita yang tengah duduk di sofa. Yang tak lain adalah ibunya Mas Hakam. Mertuaku."Waalaikumsallam." sahutnya lalu bangkit dari tempat duduk.Aku mendekat dan meraih punggung tangan
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (14)tubuhku rasanya lelah sekali. Begitu pun dengan hatiku.Kurebahkan diri ini di ranjang. Sekilas ingatan tentang Mas Hakam melintasi kepala.Bukan aku mau mengurungkan niatku untuk bercerai. Tetapi, bayangnya mengurai begitu saja.Selama delapan tahun hidup dalam satu atap. Tentu banyak kenangan yang terpatri. Dan perlahan harus bisa dimusnahkan. Sudah terlalu sakit sekali hati ini atas pengkhianatan yang ia lakukan.Kutatap plafon putih di atas sana. Perutku sedikit terasa perih. Mungkin karena hampir seharian belum ada asupan makanan yang masuk. Aku sangat tidak berselera makan sama sekali.Kuraih ponselku yang berada di atas nakas. Aku akan menelfon Cici untuk mengantarkan makanan ke kamarku. Malas sekali aku turun ke lantai bawah. Apa lagi ada Ibu di sana. Mertua menyebalkan. Rasakan saja jika aku sudah pisah dengan anaknya. Dia tidak akan bisa hura-hura belanja dan liburan sana-
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (15)Astaghfirullahalazim.Ternyata Mas Hakam yang sudah tega membuatku kecelakaan beberapa tahun silam.Tak lama, video ini pun berhenti.Aku masih terperangah tak percaya atas apa yang kulihat barusan. Tega sekali Mas Hakam membuatku celaka, padahal saat itu aku sedang mengandung anaknya. Ck! Dasar tak punya hati. Manusia macam apa dia yang tega membuat darah dagingnya meninggal. Untung lah Tuhan masih menyelamatkan aku dari maut itu.Ayo Dewi, berfikir! Langkah apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Memenjarakan Mas Hakam? Tentu!Tapi aku harus menyelidik lebih dalam lagi. Siapa yang merekam kejadian ini.Apa mungkin Bu Karti?Jikalau iya, sudah jelas mereka berdua akan kupastikan membusuk di penjara.Lalu, Mas Hakam menikah dengan Intan itu murni mereka saling cinta? Atau ada sebuah benang merah dengan rekaman video ini?Arrgh! Semua teka-teki
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (16)Srek!"Jangan bergerak atau anda saya tembak!" mataku reflek terbuka saat mendengar suara asing itu. Polisi. Syukurlah datang tepat waktu. Sebelum aku dihabisi dua iblis ini.Dengan sigap. Dua polisi berbadan kekar ini meringkus Ibu dan Mas Hakam. Cepat Rehan menarikku menjauh dari lokasi."Lepaskan kami, Pak! Kami berdua tidak bersalah!" Ibu berteriak sambil berontak. Kedua tangan kirinya di borgol bersamaan dengan tangan kanan Mas Hakam."Diam! Jelaskan semua di kantor polisi saja!" sanggah lelaki berseragam cokelat khas, lengkap dengan topi di kepalanya.Mas Hakam melotot ke arahku. Tangannya mengepal keras. Hingga menciptakan otot yang saling bertaut di sana."Ikut kami ke kantor!" dua petugas kepolisian menarik Ibu dan Mas Hakam ke arah luar.Ibu terus menangis sambil sesekali memohon agar tak di bawa ke kantor polisi.Aku dan Rehan berjal
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (17)"inalilahi wa'inaillahi roji'un." ucapku seketika. "ya udah, Mbak. Saya ke rumah sakit sekarang." tambahku kemudian mematikan sambungan telfon. Lantas memasukan kembali ponselku ke dalam tas."Ada apa Wi? Siapa yang meninggal?" Rehan bertanya sambil mengangkat kedua alisnya."Bu Karti, Han. Barusan pihak rumah sakit menelfonku.""Inalilahi wa'inaillahi roji'un. Ya udah, kita ke rumah sakit sekarang!" ajaknya seraya menengadah ke arah mobil. Aku mengangguk dan mengikuti Han.Han meraih jaket berwarna navy di kursi belakang dan memberikan jaket itu padaku."Jaket?! untuk apa kau memberiku ini?" alisku saling bertaut menanyakan benda ini."Pake Wi jaketnya, lihatlah, lengan bajumu robek 'kan? Jadi pakai jaket ini.""Oh, iya Han. Terimakasih." segera kupakai jaket yang baru saja diberikan Rehan.Rehan segera melajukan mobil ini ke tempat pemakaman