Share

Berpamitan

Adelia menatap wajahnya di cermin untuk memastikan riasan wajahnya terpoles dengan sempurna, tidak tidur selama semalam suntuk karena membaca buku harian milik sang kakak membuat lingkar hitam yang sangat jelas dibawah mata Adelia. Karena itu Adelia memilih menggunakan sedikit riasan untuk menutupi lingkaran hitam itu ketimbang harus terbaring diranjang dan pura-pura sakit.

"Semangat Adel, demi Kak Ara. Kau pasti bisa." Adelia bergumam lirih, mencoba untuk memberikan semangat untuk dirinya sendiri.

Setelah merasa semuanya siap, Adelia lalu keluar dari kamarnya dan bergegas menuju dapur untuk menyiapkan makan pagi keluarga Utama. Pekerjaan Adel tidak terlalu berat pagi ini, dia hanya membuatkan teh hangat di jar besar dan memanggang roti dan membuat sunny upside egg menu khusus untuk Narendra. Adelia tahu kalau Narendra suka sunny upside egg dari buku harian Ara yang dibacanya tadi malam.

Kurang dari lima belas menit semua menu makan pagi tersaji di meja makan, meskipun keluarga Utama tingga di Solo tapi menu makan pagi mereka mirip seperti orang Eropa. Lagi-lagi Adelia tahu rahasia kecil keluarga Utama dari buku harian kakaknya yang menuliskan semua hal tentang keluarga konglomerat itu di buku hariannya, termasuk dengan semua sikap tidak bersahabat anggota keluarga itu pada dirinya.

Baru saja meletakkan apron, satu persatu keluarga Utama keluar dari kamarnya masing-masing termasuk Narendra yang cukup takjub dengan makanan yang sudah Adelia siapkan. Selama dua minggu menikah Narendra memang tidak mau menyentuh ataupun menoleh ke arah makanan yang dibuat Adelia, karena itu dia cukup terkejut ketika melihat Adelia bisa memasak menu kesukaannya beserta anggota keluarganya yang lain.

“Wow, sepagi ini sarapan sudah siap. Terima kasih, Adel,” ucap Wijaya Utama memecah keheningan memuji makanan yang Adelia siapkan.

Adelia tersenyum menatap pria berambut putih itu. “Silahkan dinikmati.”

“Kenapa hanya kami, kemarilah Adel. Bergabung dengan kami,” ucap Wijaya Utama kembali mengajak Adelia ikut bergabung.

“Adel tidak terbiasa makan pagi, Dad. Cukup teh manis hangat saja sudah cukup,” jawab Adelia jujur menolak halus ajakan pria baik hati itu.

“Teh manis? Kenapa hanya teh manis, itu sangat tidak baik, nak. Ayolah...”

“Sayang sudahlah, jangan dipaksa lagi. Mungkin sudah seperti itu gaya hidup Adel, tidak baik juga kalau kita memaksanya,” potong Cintya Wijaya menyela perkataan suaminya.

“Iya, Daddy. Kalau Adel tidak mau jangan dipaksa,” seloroh Katty adik bungsu Narendra ketus, sama seperti ibunya. Katty juga membenci Adelia yang dianggap tidak sepadan dengan kakaknya yang tampan.

Ester yang duduk disamping Katty langsung menendang kakinya dibawah meja, memberikan peringatan. “Memangnya perutmu tidak bisa menerima makanan di pagi hari, Adel?”

Ester sama seperti Wijaya Utama, dia sangat baik dan ramah pada Adelia. Bahkan di buku harian yang Aralia tuliskan Ester juga sering menolongnya ketika mereka datang ke Solo, karena itu Adelia tidak terkejut melihat sikap Ester yang sangat ramah itu.

“Sudah kebiasaan sejak SMA, jadi sepertinya akan sulit diubah,” ucap Adelia pelan sambil tersenyum.

“Benarkah? Meskipun hanya roti perutmu tidak bisa menerimanya, Adel?”

Adelia menganggukkan kepalanya. “Iya.”

“Oh Jesus, itu tidak baik, Adel. Coba minta suamimu untuk memeriksamu, aku takut lambungmu bermasalah,” ucap Ester khawatir.

“Waktu kak Ara masih hidup aku sudah pergi bersamanya ke dokter organ dalam dan semuanya baik-baik saja, Ester. Tidak usah khawatir.” Adelia langsung menjawab perkataan Ester saat melihat Narendra akan membuka mulutnya, Adelia tidak mau memberikan kesempatan pada Narendra untuk berbicara karena takut lepas kendali. Mengetahui semua kebusukan Narendra di buku harian sang kakak membuat Adelia sangat membenci lelaki itu.

Mendengar nama Ara disebut membuat semua anggota keluarga Utama terdiam selama beberapa saat, termasuk Ester yang sejak tadi berbicara dengan Adelia. Sepertinya ada yang keluarga itu sembunyikan melihat sikapnya yang langsung berubah dan Adelia yakin perubahan sikap mereka ada hubungannya dengan tulisan sang kakak.

Suara tangisan kedua bayi kembar Ester pun berhasil membuat suasana kembali hidup, satu persatu anggota keluarga Utama mulai makan tanpa terkecuali. Hanya Adelia satu-satunya orang yang duduk di pantry sembari memainkan ponselnya ditemani segelas teh hangat di sampingnya. Hari ini adalah hari keberangkatan Narendra ke Amerika, semua anggota keluarga Utama tampak tidak mau berjauhan dengan Narendra. Semuanya masih keberatan jika Narendra harus bekerja di luar negeri seorang diri dan Adelia menunggu saat-saat dimana Narendra akan berbicara dengan ayahnya terkait pernikahan mereka, namun hingga waktu menunjukkan pukul satu siang Narendra tetap tak membahas soal rencananya yang ingin menceraikan Adel.

Hingga akhirnya mereka semua tiba di bandara Soekarno-Hatta pun Narendra sama sekali tak menyinggung soal rencana perceraiannya, Narendra benar-benar berhasil menutupi kekurangannya dengan Adelia di hadapan semua keluarganya. Sikap Narendra langsung berubah dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam.

Ketenangan Adelia di ruang tunggu bandara terusik saat melihat kedatangan si dokter centil Irene Jasmine yang sangat dikenal Adelia dengan sangat baik, menjadi sahabat kakaknya membuat Adelia cukup tahu seperti apa sosok Irene yang sedang berpeluk-pelukan dengan adik dan orang tua Narendra.

“Penghianat memang cocok dengan penggoda,” ucap Adelia dalam hati mengomentari kegenitan Irene.

“Oh Adel, aku tidak tahu kau juga datang,” pekik Irene keras saat berhasil melihat sosok Adelia yang duduk bersama kedua anak kembar Ester yang sedang tidur di kereta dorongnya.

Adelia tersenyum. “Tentu saja aku datang, kak. Bagaimana kabarmu, kak?”

“Aku sangat baik, seperti yang kau lihat. Baru beberapa minggu tak melihatmu sepertinya kau semakin cantik, sepertinya yang dikatakan orang-orang benar. kalau wanita sudah menikah auranya akan semakin bersinar,” ucap Irene memuji Adelia setinggi langit, seperti biasanya. Gadis penjilat.

Adelia menggelengkan kepalanya. “Kau tidak berubah sejak dulu, kak. Masih saja suka memuji orang setinggi langit, dibanding kakak aku tidak ada apa-apanya.”

Irene tertawa mendengar pujian Adelia dan dari tempatnya berdiri saat ini Narendra hanya bisa diam melihat perubahan sikap Adelia yang sangat besar, entah kenapa Narendra merasa ada yang berubah dalam diri Adelia.

Percakapan Adelia dan Irene akhirnya terhenti saat Cintya Wijaya datang dan mengajak Irene untuk duduk menikmati cake yang sudah dipesannya, Cintya memperlakukan Irene sangat baik. Orang-orang yang tidak tahu pasti mengira Irene adalah menantu di keluarga Utama. Dan Adelia tidak iri sama sekali, Adelia justru senang mereka bersama.

“Sepertinya semesta mengatur semuanya dengan sangat baik,” ucap Adelia pelan sambil tersenyum.

“Apa maksud dari ucapanmu, Adel?” tanya Narendra secara tiba-tiba yang entah sejak kapan sudah berdiri disamping Adelia.

Secara spontan Adelia menoleh ke arah Narendra dan langsung tersenyum manis. “Ucapan yang mana?” tanya balik Adelia pura-pura bodoh.

“Aku tahu kau mengerti kemana arah pembicaraanku, Adel. Jangan terus berpura-pura bodoh, disini hanya ada kita berdua,” ucap Narendra mulai kesal.

Adelia terkekeh. “Aku tidak pura-pura bodoh seperti kak Ara, Mas. Aku hanya sedang malas saja berdebat, apalagi disaat-saat seperti ini dan karena sedang berdua aku ingin memberikan sesuatu padamu. Tapi berjanjilah untuk membukanya ketika di pesawat nanti.” Adelia mengulurkan sebuah kotak kecil pada Narendra.

“Apa ini?”

“Hadiah kecil dariku, kau pasti suka,” jawab Adelia pelan.

Suara pemberitahuan dari petugas yang meminta penumpang pesawat tujuan USA untuk bersiap pun membuat Narendra tidak jadi bicara, padahal lelaki itu sudah membuka bibirnya untuk merespon perkataan Adelia. Karena Irene sudah bangun dari kursinya mau tak mau Narendra pun segera bersiap, tanpa bicara apa-apa lelaki itu memasukkan kotak pemberian Adelia kedalam jaketnya dan segera mendekati ibunya yang berada disamping kopernya.

Satu persatu keluarga Utama memeluk Narendra secara bergantian, hingga akhirnya Narendra tiba didepan Adelia yang berdiri di paling ujung. Adelia langsung mengulurkan tangan kanannya ke arah Narendra menahan gerakan pria itu untuk memeluknya.

“Untuk teman,” ucap Adelia pelan.

Narendra menaikkan alisnya. “Teman?”

“Iya, bukankah setelah sepuluh bulan kita akan berpisah. Jadi aku akan menganggap Mas Rendra temanku mulai saat ini.”

“Kau masih istriku, Adel. Kita masih terikat pernikahan,” protes Narendra kesal.

“Istri pengganti Mas, jangan lupa. Bukankah Mas Rendra yang mengatakan itu padaku.’

“Adel kau...”

“Rendra ayo, kalian harus segera berangkat,” panggil Cintya Wijaya dengan keras menghentikan ucapan Narendra.

Narendra pun pergi meninggalkan Adelia dan bergegas menuju gate keberangkatan dimana Irene sudah menunggu bersama ayah dan ibunya, Wijaya Utama kembali memberikan pelukan hangat pada Narendra untuk terakhir kalinya sebelum putra kebanggannya itu berangkat. Cintya Wijaya pun melakukan hal yang sama hingga akhirnya mereka harus berpisah karena Narendra harus segera masuk kedalam pesawat.

Begitu Narendra dan Irene tidak terlihat lagi Adelia mendekati ayah dan ibu mertuanya sembari membawa sebuah amplop berwarna putih yang sudah ia persiapkan tadi malam.

“Apa ini, Adel?” tanya Wijaya Utama bingung.

“Surat yang belum sempat kak Ara berikan pada pak Wijaya dan Nyonya.”

“Adel, Daddy adalah ayah mertuamu. Jangan panggil Daddy dengan sebutan Pak lagi, nak,” ucap Wijaya Utama sedikit marah.

Adelia tersenyum. “Nanti bapak akan tahu alasan kenapa Adel menyebut bapak dengan sebutan pak setelah membaca surat itu.”

“Halah banyak gaya kau, Adel. Bicara langsung saja ke inti,” sahut Cintya kesal.

“Cintya,” geram Wijaya Utama memperingatkan istrinya.

Cintya langsung diam mendapatkan peringatan keras dari suaminya, Cintya benar-benar tunduk pada Wijaya Utama dan Adel tahu itu dengan sangat baik.

“Ya sudah kalau begitu ayo pulang bersama-sama, kita bicara lagi dirumah dan...”

“Adel tidak ikut bapak, Adel ingin ke makam kak Ara dan ayah,” ucap Adelia dengan cepat memotong perkataan Wijaya Utama dengan berani. “Adel ingin berpamitan pada kak Ara dan ayah sebelum berangkat ke Australia.” Adelia kembali menambahkan ucapannya dengan nada lembut.

Wijaya Utama menaikkan kedua alisnya. “A-australia? Adel ingin pergi ke Australia?”

“Adel mendapatkan tawaran pekerjaan di Sydney, pak,” jawab Adel asal bicara, padahal sampai detik ini satu lamaran pun belum Adel kirim untuk beberapa perusahaan yang sudah masuk ke dalam listnya.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status