Share

6. Petaka Pesta

“Harper, temani aku malam ini, ya?” pinta Terry.

Sierra nampak tersentak ketika menemukan Terry yang menjawil pundaknya dari belakang. Yang lebih mengejutkan lagi Terry nampak kehilangan separuh kesadarannya.

“Kita langsung saja menuju apartemenku,” ajak Terry lagi sambil merangkul bahu Sierra yang terbuka karena mengenakan gaun model sabrina.

“Kau mabuk, Terry!” tegur Sierra sambil berusaha menepis tangan Terry dari pundaknya. “Aku tidak akan melademimu kalau kondisimu seperti ini.”

“Aku sadar sepenuhnya, Harper. Kau selalu saja memiliki segudang alasan untuk menolakku!” sergah Terry dengan keras hingga beberapa orang menoleh.

Sierra langsung was-was ketika beberapa pasang mata mulai memperhatikan mereka. Tidak mungkin kan dia membuat keributan di pesta ulang tahun sahabatnya?

Lagipula Sierra tidak berniat untuk menemani kliennya dan hanya ingin bersenang-senang saja di pesta.

“Kau tidak akan kasar padaku, Terry. Ini tidak seperti dirimu. Aku akan memesankan taksi untukmu supaya kau pulang saja, oke?” seru Sierra dengan khawatir.

Terry menggeleng cepat dan makin mengeratkan tangan kanannya yang kini merangkul pinggang mungil Sierra. “Aku tidak akan pulang kalau bukan kau yang mengantarkanku, Harper!” seru Terry tepat di telinga kanan Sierra kemudian mendekatkan bibirnya hingga bisa mengecup leher jenjang Sierra beberapa saat.

“Terry, lepaskan dulu tanganmu, oke?” pinta Sierra karena aroma alkohol yang kuat dihembuskan dari mulut Terry.

Sierra mulai risih karena beberapa orang mulai berbisik-bisik dan memandang remeh padanya karena aksi Terry yang masih mengecup leher dan pipinya. Astaga, sudah berapa gelas atau botol yang ditegak Terry?!

Terry masih gencar melakukan kecupan berkali-kali. Entah mengapa wangi parfum Sierra yang manis juga menyegarkan lantas menaikkan gairah pria itu. Apalagi Sierra mengenakan gaun sabrina berwarna merah maroon yang makin membuatnya terlihat cantik.

“Harper, aku sangat menginginkanmu malam ini… Aku tidak butuh siapa pun lagi…” seru Terry dengan lirih sambil menatap Sierra penuh gairah.

Sierra masih kesulitan melepaskan cengkeraman Terry yang kuat pada pinggangnya. Meski beberapa orang sudah mengalihkan tatapannya dan kembali pada urusan masing-masing, tetap saja Sierra merasa risih.

Tatapan Terry yang lapar dan tengah menatapnya seperti hidangan utama yang ditunggu-tunggu sekian lama sangat mengganggu Sierra.

“Baiklah, aku akan mengantarmu. Tapi kau harus janji—”

Sierra belum sempat menyelesaikan kalimatnya hingga tiba-tiba Terry mendaratkan bibirnya pada bibir Sierra. Memelintirnya dengan kuat selama beberapa saat kemudian menghisapnya. Tak hanya itu, tangan Terry juga mencari celah pada gaun yang dikenakan Sierra.

Jelas sekali jika Terry benar-benar mabuk. Tapi kekuatannya sungguh besar sampai Sierra kewalahan untuk sekedar melepaskannya.

Sampai Terry melepaskan bibirnya duluan dan menatap Sierra dengan penuh hasrat yang mendidih, “Oh, sayang, aku merindukanmu… Sangat merindukanmu…” ujar Terry sambil mengelus rambut Sierra yang susah-payah dibuat wanita itu model ikal keriting.

“Terry, kita tidak melakukannya sekarang!” sentak Sierra dengan keras.

“Mengapa kau selalu menolakku, sayang? Apa aku kurang memuaskan? Ah, aku tahu! Pasti kau belagak jual mahal selama ini karena ingin mengeruk uangku lebih banyak lagi, kan!” seru Terry dengan nada remeh kemudian meremas dengan kencang bagian salah satu bagian vital Sierra yang tercetak jelas di gaunnya.

Sierra menghela napas letih. Hatinya perih di saat bersamaan. Ini menjadi salah satu resiko pekerjaan sampingannya sebagai wanita pemuas nafsu para pria. Mereka memuja-muja Sierra bukan karena tulus mencintainya, tapi karena ingin menikmati setiap lekuk tubuhnya.

Sierra pikir Terry akan berbeda. Kerap kali pria itu memanggilnya tiap malam hanya untuk mendengarkan keluh-kesalnya saja. Terry tidak pernah kasar atau pun memaksanya seperti klien-klien Sierra lainnya.

Lama-kelamaan Sierra jadi melihat Terry bukan sebagai kliennya, tapi seperti seorang sahabat pria yang tidak pernah dimilikinya. Atau seperti kebanyakkan orang bilang, hubungan mereka lebih seperti friends with benefits.

“Aku akan melakukan apa pun keinginanmu malam ini asal kau berhenti menyentuhku sekarang juga,” bisik Sierra dengan nada menggoda seperti yang kerap dilakukannya pada kliennya.

“Paling tidak kita melakukan pemanasan dulu. Supaya nanti di ranjang, aku bisa langsung melakukannya berkali-kali, sayang,” seru Terry dengan tangan kirinya yang sudah berhasil mencari celah masuk pada gaun Sierra dan mulai bermain pada area vital tersebut.

“Terry… tolong hentikan sekarang juga… aku mohon…” pinta Sierra dengan lirih.

Bukannya mendengarkan permohonan Sierra, pria itu malah memainkan jari-jarinya. Menyentuh tepat pada titik di mana Sierra mengerang tertahan memikirkan posisinya yang tengah berdiri di tengah pesta Audrey, sahabatnya.

Terry seperti kerasukan mendapati ekspresi Sierra yang dalam penglihatannya seperti menikmati permainan jarinya. Terry memasukkan dua jarinya kian dalam sampai merasakan cairan hangat mengaliri tangannya.

Sierra tidak bisa membiarkan keadaan ini terus berlanjut. Setengah mati wanita itu masih berusaha melepaskan tubuhnya. Namun lagi-lagi usaha Sierra tidak sebanding dengan tenaga Terry.

Pria itu bahkan menarik Sierra lalu membenturkan punggung wanita itu pada dinding yang berada di belakang mereka. Terry mengunci Sierra yang mungil tersebut dengan kedua tangannya.

“Aku akan memberimu pengalaman yang tidak akan pernah kau lupakan, Harper.”  Ujar Terry dengan kilatan mata penuh hasrat yang menggebu-gebu.

Sierra pasrah lantaran tidak kuat lagi meronta untuk melawan Terry. Energinya sudah tersedot habis sejak lima belas menit lalu. Belum lagi heels merah ruby yang dikenakan Sierra dan merongrongnya sejak tadi.

Mendapat perlakuan semena-mena dari kliennya sudah menjadi makanan Sierra tiap hari. Wanita itu selalu menganggap bagian dari resiko pekerjaan.

Namun kali ini, ketika pria yang dianggapnya sahabat selama enam bulan belakangan ini terasa perih juga menyakitkan. Tidak sepatutnya juga Sierra melibatkan perasaan pribadi sekecil apa pun itu pada kliennya.

Hingga tiba-tiba di saat Terry hendak menurunkan risleting gaun Sierra, ada seseorang yang menarik lengan kanan pria itu dengan keras. Tubuh Terry otomatis berbalik mengikuti arah tarikan.

Semua terjadi begitu cepat. Si penarik tersebut melayangkan pukulan pertama cukup keras yang menghantam keras dagu kiri Terry. Belum sempat mengerjap, perut Terry tidak luput dari tendangan keras hingga pria itu tersungkur.

Seketika suasana pesta meriah di ballroom hotel Luxury tersebut mendadak hening. Tepatnya terperangah pada kejadian yang baru saja terjadi di pojok ruangan.

Sierra terbelalak ketika mengetahui jika River yang melayangkan pukulan bertubi-tubi pada Terry sampai pria itu tersungkur tidak berdaya. Kalau Sierra tidak buru-buru menahan River bisa saja pria itu menghabisi Terry hingga tidak bernyawa.

“River, berhenti!” pekik Sierra sambil memeluk lengan kiri River.

River tersentak. Bagai tersambar petir, ia kemudian menghentikan kepalan tangannya tepat beberapa senti dari wajah Terry.

Padahal sudah sekian lama River bisa menahan diri sehingga tidak perlu pergi ke psikiater lagi. Namun mengapa dirinya malah kelepasan lagi dengan mudah?

“Sudah, Riv… Aku mohon…” pinta Sierra dengan nada memelas.

River mengerjap dan menjemput kesadarannya yang tercerai-berai lalu menoleh pada sumber suara lembut tersebut. Alasannya menjadi brutal dan menerjang partner bisnis sekaligus sahabtanya, Terry.

“Kau terluka? Bagaimana kondisimu?” tanya River dengan nada khawatir sambil memegang kedua pipi Sierra. Begitu melihat kondisi lipstick Sierra yang berantakan dan sinar ketakutan dari sepasang bola mata hitam milik Sierra, emosi River mendidih.

“Hei, aku tidak apa-apa, River. Sungguh… Coba, aku lihat tanganmu sebentar,” seru Sierra melirik tangan kanan River yang tengah terkepal kuat.

Detik itu juga River memutuskan sebuah keputusan dalam hatinya. Ia tidak akan membiarkan Sierra terluka lagi. Ia akan menjaga Sierra agar kejadian seperti yang barusan dilihatnya, tidak terjadi lagi.

River kemudian melepaskan jas abu-abu tua yang tengah dikenakannya. Memaikannya pada tubuh mungil Sierra. Pada satu kali gerakan, pria itu segera menarik tangan kanan Sierra.

Ia membelah kerumunan orang-orang yang memperhatikannya dengan keingintahuan tinggi. Dengan langkah tenang juga pasti, River menuntun Sierra menuju pintu keluar lobi tersebut.

Sierra sama sekali tidak menolak. Selain karena dirinya sudah malu luar biasa dilecehkan di hadapan publik, sikap River padanya menghangatkan hati Sierra pada tahap yang tidak dimengerti wanita itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status