“Harper, temani aku malam ini, ya?” pinta Terry.
Sierra nampak tersentak ketika menemukan Terry yang menjawil pundaknya dari belakang. Yang lebih mengejutkan lagi Terry nampak kehilangan separuh kesadarannya.
“Kita langsung saja menuju apartemenku,” ajak Terry lagi sambil merangkul bahu Sierra yang terbuka karena mengenakan gaun model sabrina.
“Kau mabuk, Terry!” tegur Sierra sambil berusaha menepis tangan Terry dari pundaknya. “Aku tidak akan melademimu kalau kondisimu seperti ini.”
“Aku sadar sepenuhnya, Harper. Kau selalu saja memiliki segudang alasan untuk menolakku!” sergah Terry dengan keras hingga beberapa orang menoleh.
Sierra langsung was-was ketika beberapa pasang mata mulai memperhatikan mereka. Tidak mungkin kan dia membuat keributan di pesta ulang tahun sahabatnya?
Lagipula Sierra tidak berniat untuk menemani kliennya dan hanya ingin bersenang-senang saja di pesta.
“Kau tidak akan kasar padaku, Terry. Ini tidak seperti dirimu. Aku akan memesankan taksi untukmu supaya kau pulang saja, oke?” seru Sierra dengan khawatir.
Terry menggeleng cepat dan makin mengeratkan tangan kanannya yang kini merangkul pinggang mungil Sierra. “Aku tidak akan pulang kalau bukan kau yang mengantarkanku, Harper!” seru Terry tepat di telinga kanan Sierra kemudian mendekatkan bibirnya hingga bisa mengecup leher jenjang Sierra beberapa saat.
“Terry, lepaskan dulu tanganmu, oke?” pinta Sierra karena aroma alkohol yang kuat dihembuskan dari mulut Terry.
Sierra mulai risih karena beberapa orang mulai berbisik-bisik dan memandang remeh padanya karena aksi Terry yang masih mengecup leher dan pipinya. Astaga, sudah berapa gelas atau botol yang ditegak Terry?!
Terry masih gencar melakukan kecupan berkali-kali. Entah mengapa wangi parfum Sierra yang manis juga menyegarkan lantas menaikkan gairah pria itu. Apalagi Sierra mengenakan gaun sabrina berwarna merah maroon yang makin membuatnya terlihat cantik.
“Harper, aku sangat menginginkanmu malam ini… Aku tidak butuh siapa pun lagi…” seru Terry dengan lirih sambil menatap Sierra penuh gairah.
Sierra masih kesulitan melepaskan cengkeraman Terry yang kuat pada pinggangnya. Meski beberapa orang sudah mengalihkan tatapannya dan kembali pada urusan masing-masing, tetap saja Sierra merasa risih.
Tatapan Terry yang lapar dan tengah menatapnya seperti hidangan utama yang ditunggu-tunggu sekian lama sangat mengganggu Sierra.
“Baiklah, aku akan mengantarmu. Tapi kau harus janji—”
Sierra belum sempat menyelesaikan kalimatnya hingga tiba-tiba Terry mendaratkan bibirnya pada bibir Sierra. Memelintirnya dengan kuat selama beberapa saat kemudian menghisapnya. Tak hanya itu, tangan Terry juga mencari celah pada gaun yang dikenakan Sierra.
Jelas sekali jika Terry benar-benar mabuk. Tapi kekuatannya sungguh besar sampai Sierra kewalahan untuk sekedar melepaskannya.
Sampai Terry melepaskan bibirnya duluan dan menatap Sierra dengan penuh hasrat yang mendidih, “Oh, sayang, aku merindukanmu… Sangat merindukanmu…” ujar Terry sambil mengelus rambut Sierra yang susah-payah dibuat wanita itu model ikal keriting.
“Terry, kita tidak melakukannya sekarang!” sentak Sierra dengan keras.
“Mengapa kau selalu menolakku, sayang? Apa aku kurang memuaskan? Ah, aku tahu! Pasti kau belagak jual mahal selama ini karena ingin mengeruk uangku lebih banyak lagi, kan!” seru Terry dengan nada remeh kemudian meremas dengan kencang bagian salah satu bagian vital Sierra yang tercetak jelas di gaunnya.
Sierra menghela napas letih. Hatinya perih di saat bersamaan. Ini menjadi salah satu resiko pekerjaan sampingannya sebagai wanita pemuas nafsu para pria. Mereka memuja-muja Sierra bukan karena tulus mencintainya, tapi karena ingin menikmati setiap lekuk tubuhnya.
Sierra pikir Terry akan berbeda. Kerap kali pria itu memanggilnya tiap malam hanya untuk mendengarkan keluh-kesalnya saja. Terry tidak pernah kasar atau pun memaksanya seperti klien-klien Sierra lainnya.
Lama-kelamaan Sierra jadi melihat Terry bukan sebagai kliennya, tapi seperti seorang sahabat pria yang tidak pernah dimilikinya. Atau seperti kebanyakkan orang bilang, hubungan mereka lebih seperti friends with benefits.
“Aku akan melakukan apa pun keinginanmu malam ini asal kau berhenti menyentuhku sekarang juga,” bisik Sierra dengan nada menggoda seperti yang kerap dilakukannya pada kliennya.
“Paling tidak kita melakukan pemanasan dulu. Supaya nanti di ranjang, aku bisa langsung melakukannya berkali-kali, sayang,” seru Terry dengan tangan kirinya yang sudah berhasil mencari celah masuk pada gaun Sierra dan mulai bermain pada area vital tersebut.
“Terry… tolong hentikan sekarang juga… aku mohon…” pinta Sierra dengan lirih.
Bukannya mendengarkan permohonan Sierra, pria itu malah memainkan jari-jarinya. Menyentuh tepat pada titik di mana Sierra mengerang tertahan memikirkan posisinya yang tengah berdiri di tengah pesta Audrey, sahabatnya.
Terry seperti kerasukan mendapati ekspresi Sierra yang dalam penglihatannya seperti menikmati permainan jarinya. Terry memasukkan dua jarinya kian dalam sampai merasakan cairan hangat mengaliri tangannya.
Sierra tidak bisa membiarkan keadaan ini terus berlanjut. Setengah mati wanita itu masih berusaha melepaskan tubuhnya. Namun lagi-lagi usaha Sierra tidak sebanding dengan tenaga Terry.
Pria itu bahkan menarik Sierra lalu membenturkan punggung wanita itu pada dinding yang berada di belakang mereka. Terry mengunci Sierra yang mungil tersebut dengan kedua tangannya.
“Aku akan memberimu pengalaman yang tidak akan pernah kau lupakan, Harper.” Ujar Terry dengan kilatan mata penuh hasrat yang menggebu-gebu.
Sierra pasrah lantaran tidak kuat lagi meronta untuk melawan Terry. Energinya sudah tersedot habis sejak lima belas menit lalu. Belum lagi heels merah ruby yang dikenakan Sierra dan merongrongnya sejak tadi.
Mendapat perlakuan semena-mena dari kliennya sudah menjadi makanan Sierra tiap hari. Wanita itu selalu menganggap bagian dari resiko pekerjaan.
Namun kali ini, ketika pria yang dianggapnya sahabat selama enam bulan belakangan ini terasa perih juga menyakitkan. Tidak sepatutnya juga Sierra melibatkan perasaan pribadi sekecil apa pun itu pada kliennya.
Hingga tiba-tiba di saat Terry hendak menurunkan risleting gaun Sierra, ada seseorang yang menarik lengan kanan pria itu dengan keras. Tubuh Terry otomatis berbalik mengikuti arah tarikan.
Semua terjadi begitu cepat. Si penarik tersebut melayangkan pukulan pertama cukup keras yang menghantam keras dagu kiri Terry. Belum sempat mengerjap, perut Terry tidak luput dari tendangan keras hingga pria itu tersungkur.
Seketika suasana pesta meriah di ballroom hotel Luxury tersebut mendadak hening. Tepatnya terperangah pada kejadian yang baru saja terjadi di pojok ruangan.
Sierra terbelalak ketika mengetahui jika River yang melayangkan pukulan bertubi-tubi pada Terry sampai pria itu tersungkur tidak berdaya. Kalau Sierra tidak buru-buru menahan River bisa saja pria itu menghabisi Terry hingga tidak bernyawa.
“River, berhenti!” pekik Sierra sambil memeluk lengan kiri River.
River tersentak. Bagai tersambar petir, ia kemudian menghentikan kepalan tangannya tepat beberapa senti dari wajah Terry.
Padahal sudah sekian lama River bisa menahan diri sehingga tidak perlu pergi ke psikiater lagi. Namun mengapa dirinya malah kelepasan lagi dengan mudah?
“Sudah, Riv… Aku mohon…” pinta Sierra dengan nada memelas.
River mengerjap dan menjemput kesadarannya yang tercerai-berai lalu menoleh pada sumber suara lembut tersebut. Alasannya menjadi brutal dan menerjang partner bisnis sekaligus sahabtanya, Terry.
“Kau terluka? Bagaimana kondisimu?” tanya River dengan nada khawatir sambil memegang kedua pipi Sierra. Begitu melihat kondisi lipstick Sierra yang berantakan dan sinar ketakutan dari sepasang bola mata hitam milik Sierra, emosi River mendidih.
“Hei, aku tidak apa-apa, River. Sungguh… Coba, aku lihat tanganmu sebentar,” seru Sierra melirik tangan kanan River yang tengah terkepal kuat.
Detik itu juga River memutuskan sebuah keputusan dalam hatinya. Ia tidak akan membiarkan Sierra terluka lagi. Ia akan menjaga Sierra agar kejadian seperti yang barusan dilihatnya, tidak terjadi lagi.
River kemudian melepaskan jas abu-abu tua yang tengah dikenakannya. Memaikannya pada tubuh mungil Sierra. Pada satu kali gerakan, pria itu segera menarik tangan kanan Sierra.
Ia membelah kerumunan orang-orang yang memperhatikannya dengan keingintahuan tinggi. Dengan langkah tenang juga pasti, River menuntun Sierra menuju pintu keluar lobi tersebut.
Sierra sama sekali tidak menolak. Selain karena dirinya sudah malu luar biasa dilecehkan di hadapan publik, sikap River padanya menghangatkan hati Sierra pada tahap yang tidak dimengerti wanita itu.
“Aku sudah memberiku nomormu, kenapa kau tidak ingat untuk menghubungiku, Sierra?!” protes River sambil menyodorkan wanita itu sebotol air mineral dingin yang baru saja diambil pria itu dalam kulkas mini. Sierra mengambil botol itu dan menegaknya hingga separuh isinya tandas seketika. Tangan kanannya masih bergetar efek terkejut dari kejadian penyerangan Terry beberapa saat lalu. Tapi Sierra menyembunyikannya rapat-rapat. Karena tidak ingin membuat River makin khawatir. Tidak diduga, River membawanya ke suite room New York Hotel yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari hotel Luxury. Seharusnya bisa saja River membawanya pada salah satu kamar di hotel Luxury yang ballroomnya menjadi lokasi pesta ulang tahun Audrey, sahabatnya. Tapi mengapa pria ini membawa dirinya ke hotel di kamar paling mahal untuk semalam saja? “Apa sebenarnya hubunganmu dengan Terry? Kalau kau mengenalnya dengan sangat baik, harusnya kau tahu reputasi pria itu!” dengus River s
Tatapan keingintahuan Audrey yang langsung menyambut Sierra begitu membuka pintu unit apartemen sahabatnya itu.“Ceritakan padaku mengapa kau bisa bermalam bersama River Clayton?!” tembak Audrey langsung.Sierra bahkan belum menginjakkan kedua kakinya ke dalam ruangan. Namun Audrey sudah menyemprotnya begitu. Tidak mengherankan, sahabatnya itu punya rasa keingintahuan tinggi. Lagipula, Audrey berhak mendapatkan penjelasan setelah Sierra mengacaukan pesta ulang tahunnya semalam.“Astaga, Sierra. Pria yang sedang aku tanyakan tuh River Clayton! Ya, Clayton yang itu!” pekik Audrey dengan heboh sambil berjalan di belakang Sierra yang hendak mengambil minum di dapur.“Audrey Johnshon, tolong berikan waktu sebentar saja bagiku untuk bernapas dan minum, oke?” sergah Sierra kemudian membuka kulkas dan mengambil sekotak jus jeruk dingin kesukaannya.“Aku jelas punya waktu yang banyak, Sierra Harper!”
Usai membeli empat belas Hot Americano dari Royal Coffee, Sierra bergegas kembali menuju kantornya. Ia melangkah dengan hati-hati sambil menenteng kedua belas gelas kopi tersebut.Sierra cukup terbiasa membawa banyak barang sambil berjalan sejak menjabat sebagai asisten produksi. Entah siapa yang duluan menyuruhnya berbagai pekerjaan seperti pesuruh. Malah sepertinya Sierra lebih banyak melakukan sejenis ini dibanding sebagai asisten produksi sebuah stasiun TV pada umumnya.Namun Sierra tidak mau ambil pusing. Toh, selama bekerja di sini Sierra mendapatkan ilmu mengenai dunia jurnalis yang harusnya didapatkan saat kuliah.“Perlu bantuan, Miss Harper?” tanya Ivan, satpam yang tengah berjaga di gerbang dan paling ramah pada Sierra.“Terima kasih atas tawaranmu, Sir. Aku bisa menanganinya,” sahut Sierra dengan nada sopan.“Pasti karena si tamu penting itu makanya departemenmu jadi sibuk?”“Kau
Tidak ada sedikit pun penyesalan yang tersisa setelah Sierra memutuskan keluar dari mobil sport River. Bahkan wanita itu berharap selamanya memutuskan hubungan dengan River.Bagi Sierra, pria itu hanyalah sebuah keajaiban yang diberikan semesta untuknya. Seperti salah satu sore terbaik di musim panas.Namun… Bagi River, wanita itu seperti sinar matahari pagi yang hangat dan jarang dirasakannya lagi di New York.Tidak terasa sudah seminggu berlalu sejak Sierra memutuskan hubungan dengan River. Tidak ada kontak sama sekali di antara keduanya. Wanita itu tenggelam dalam kesibukannya sebagai asisten produksi di ABC News.Untuk mengurus jadwal dan mencocokkan jadwal, Sierra hanya mengontak Bree sesekali lewat email juga telepon ke nomor kantor. Sierra menghindari interaksi langsung dengan River.Setidaknya sampai sesi wawancara yang diminta River sebagai geladi kotor sebelum siaran langsung nanti.Yang sialnya, geladi kotor tersebut berlan
“Aku tidak tahu kau bisa memasak,” sergah Sierra yang masih tercengang dengan hidangan steik yang terhampar di hadapannya.River melepaskan apron hitam yang dikenakannya lalu bergabung bersama Sierra di meja makan. Ia memilih sebotol wine merah yang dibelinya lima tahun lalu di Perancis. Untuk momen seperti ini, tentu harus dirayakan dengan segelas wine dengan rasa otentik bukan?Belum selesai dari keterpanaannya, Sierra sekali lagi dibuat takjub ketika River menuangkan wine yang baru saja dibuka kemasannya pada gelasnya.“Apa kau tidak menyukai makanannya?” tanya River yang langsung membuat Sierra tersadar.“Huh? Apa? Oh, ti-tidak, Riv. A-aku belum sempat mencicipinya,” sahut Sierra dengan kikuk kemudian berdeham.“Lantas, apa yang kau tunggu?” seru River kemudian menarik kursi di seberang Sierra. “Atau kau ingin makanan lain?”Lantas, Sierra langsung menggeleng dan mengambil garpu
Mungkin karena sudah terbiasa, Sierra membuka matanya tepat pukul lima subuh. Sebab kalau membiarkan tidur lebih lama lagi, kliennya akan meminta layanan ekstra. Energi Sierra keburu tersedot di pagi hari sebelum melewati hari yang panjang.Sierra selalu penuh perhitungan juga mempertimbangkan banyak hal. Sebab, wanita itu berusaha menjaga setiap aspek dalam hidupnya tetap seimbang.Seperti pagi ini, Sierra hendak bergegas pergi dari rumah River sebelum pria itu terbangun.Sesaat sebelum Sierra menghempaskan selimutnya, tangan kanan River tiba-tiba menarik punggungnya.“Kau mau meninggalkanku sendirian lagi?” sergah River dengan suara serak karena kesadarannya belum sepenuhnya kembali.Sierra tersentak beberapa saat. Tidak menyangka jika River bisa bangun sepagi ini. Jarang sekali wanita itu menemukan partner tidurnya bangun begitu cepat.Biasanya mereka bakal kelelahan dan baru membuka mata tiga jam setelah Sierra pergi.
“Kau sedang bercanda kan, Audy?” seru Sierra berusaha terdengar santai tapi dalam hatinya bergemuruh luar biasa.Audrey menyesap lychee ice tea yang baru saja diantarkan pelayan ke mejanya, “Sierra, mana pernah aku berbohong padamu sih? Apalagi terkait seorang pria.”Sierra menelan pasta yang baru saja dikunyahnya dengan setengah mati, “Astaga, New York lebih kecil dari yang kuduga. Dari sekian ratus pria yang bersamamu?” seru Sierra penuh arti kemudian terkekeh.“Tapi, tenang saja, Sierra. Hubunganku dulu dengan River tidak seperti yang kau bayangkan. Kami hanya bersama dalam waktu super singkat,” ujar Audrey sambil merendahkan nada suaranya. “Sekitar satu bulan kalau aku tidak salah ingat. Saat itu juga tidak ada yang mengetahui hubungan kami.”“Aku masih terkejut dengan fakta bahwa River adalah mantanmu, Audy! Aku masih tidak bisa membayangkannya…”“Tidak usah d
“Riv…” sergah Sierra setelah berhasil melepaskan bibirnya dengan susah-payah. Napas wanita itu masih tersenggal-senggal. River hendak menyambar bibir Sierra tanpa mempedulikan jeda yang diberikan wanita itu. Namun Sierra mengalihkan kepalanya ke sisi kiri. “Aku tidak bisa bernapas, Riv…” ujar Sierra lagi dengan napas yang sudah lebih teratur dari sebelumnya. River mengalah dan membiarkan Sierra mengambil napas beberapa saat. Ingin sekali River menarik Sierra ke ranjangnya detik ini juga. Kenyataannya, mereka tengah berada di dalam toilet kantor ABC News. “Mampirlah ke tempatku setelah pekerjaanmu selesai di sini,” ujar River kemudian membereskan kerah kemeja Sierra yang berantakan. “Aku tidak bisa, Riv.” “Itu bukan permintaan, tapi pernyataan,” ujar River dengan tegas. “Mengapa aku harus melakukannya?” Sierra bersedekap. “Anggap saja sebagai bentuk terima kasih karena aku sudah bersusah-payah meluangkan waktu ag