They said when you accidentaly met someone once, that's a coincidence. But, twice at the exactly same place? Probably destiny.
Dari seluruh kafe yang tersebar di New York yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan pada setiap distrik, mengapa River dan Sierra harus bertemu kembali di Dixie Cafe?
Butuh waktu beberapa detik bagi Sierra untuk memikirkan jawabannya sambil beradu tatap dengan pria bermata hijau zamrud yang masih mengenakan setelan kantornya dengan lengkap itu.
Dixie Café hanyalah sebuah kafe sederhana dengan interior yang didominasi kayu berwarna cokelat muda dengan alunan instrument jazz dan piano yang khas. Karena lokasinya lumayan dekat dari kantornya, Sierra biasa menghabiskan waktunya di sini ketika tengah penat di kantor. Alasan lainnya, Sierra jarang menemukan rekan kantornya di sini karena mereka lebih memilih Starbucks yang berseberangan langsung dengan gedung ABC TV.
Segala hal mengenai kafe ini rasanya “tidak” River Clayton sama sekali. Sierra heran mengapa pria itu suka sekali mengunjungi kafe ini?
"Kau sedang memikirkanku, Harper?" Tanya River.
Sierra tersentak dan kelabakan, "Ya... Ta-tapi aku memikirkanmu juga bukan karena apa-apa."
River tanpa persetujuan menarik kursi yang ada di hadapan Sierra dengan santai, "Senang rasanya mengetahui kau sedang merenung dan memikirkanku."
Seperti instrumen jazz yang tengah terputar di kafe ini, pembawaan River nampak tenang. Tidak peduli beberapa pasang mata yang menatapnya dengan keingintahuan penuh.
"Aku benci berbasa-basi. Menurutku buang-buang waktu saja. Bagaimana kalau kita langsung pada intinya?" Tanya River langsung to the point.
"Baiklah." Sierra mencari notesnya dan hendak mencatatat segala pernyataan River. Pasti ini berkaitan dengan wawancara, bukan?
River menyungingkan senyum menggodanya lagi. Ia harus banyak bersabar menghadapi Sierra yang memang kelewat polos atau kurang peka?
“Aku tertarik padamu, Harper. Aku ingin menghabiskan waktu bersama denganmu lebih banyak lagi. Bagaimana kalau besok kita menonton teater? Atau melakukan kegiatan lain yang kau sukai?” tembak River langsung tanpa basa-basi.
Lantas, Sierra tersedak ice milk tea yang baru saja dihirupnya. Kontan, River menyodorkan segelas air mineral yang baru saja diantarkan barista ke mejanya pada Sierra yang masih terbatuk-batuk.
Sekali lagi River dibuat terpana oleh wanita di hadapannya ini. Reaksi atas setiap hal yang dilakukannya, benar-benar mengejutkan.
“Sebelumnya, maaf Tuan Clayton. Aku—”
“Panggil saja River.” Potong River. “Tidak usah memakai embel-embel jabatan atau apa pun itu. Kita tidak sedang dalam urusan pekerjaan, Harper. Aku ingin kau sedikit lebih santai pada kencan ini.”
Sierra terbelalak, “Kencan?!”
River mengangguk kemudian menyuap peanut butter waffle yang baru saja dihidangkan di mejanya, “Kau tidak menyukai gaya kencan seperti ini? Atau kau lebih suka kita menghabiskan waktu memandangi pemandangan indah? Berjemur di pantai?”
Sumpah, pria ini tidak memberi waktu bagi Sierra untuk sekadar mencerna kenyataan yang tengah terjadi. Bahkan menanyakan pendapatnya saja tidak. Mungkin karena River terbiasa menyuruh-nyuruh orang?
Sierra tidak mau munafik. River memang menawan. Seperti perwujudan bangsawan zaman dulu kala di zaman milenial sekarang. Ketampanannya tidak usah diragukan deh. Semua hal yang dipuji orang-orang dalam artikel juga wawancara yang Sierra pelajari beberapa hari ini di internet, amat terbukti benar.
Lekukan ototnya yang nampak sempurna tercetak dalam kemeja slim fit yang dikenakan pria itu selalu membuat Sierra penasaran bagaimana rasanya jika tangannya mengelusnya.
Segala pencapaian dan prestasi yang telah diraih pria itu pada usia yang relatif muda—32 tahun—membuktikan jika pria itu memiliki sisi ambisius tinggi. Tidak heran River sering langganan masuk majalah bisnis seperti Forbes dan sejenisnya berkat kepintarannya mengolah CL Grups.
Bukankah terdengar lucu jika pria hebat nyaris sempurna seperti River mengajaknya berkencan?
Ya, berkencan! Bukan memintanya tidur bersama dan melayaninya seperti klien-klien Sierra.
“Sierra?” panggil River membuyarkan lamunannya.
Astaga, pria itu sekarang memanggil nama depannya! Demi Jupiter, apa yang tengah takdir lakukan padanya?
Sierra berdeham, “Begini… Kita baru saja kenal beberapa hari.”
“Bukan masalah besar bagiku.” River mengibaskan tangannya.
“Aku mengerti. Tapi di sini… jadi masalah buatku, River. Aku tidak terbiasa dengan hubungan satu arah begini,” ujar Sierra.
“Kau tidak tertarik sedikit pun padaku?” River nampak terkejut.
Sierra menggeleng, “Lihat kan, kau melakukannya lagi. Menyimpulkan sendiri. Itu maksudku… hubungan satu arah.”
River menghela napas nampak berpikir beberapa saat. Cukup sulit ternyata menghadapi wanita yang belakangan ini membuat River termenung dalam lamunan panjang di tengah rapat sekalipun.
“Baiklah, Sierra.” River bersedekap. “Rupanya kau suka menjalin hubungan dengan tempo lambat. Aku akan mengikuti caramu kalau begitu.”
Sierra menghela napas lega, “Tadi kau menanyakan soal kencan. Maaf… tapi, aku belum memikirkan hubungan kita di tahap seperti itu.”
River tersenyum, “Kau belum memberiku kesempatan, Sierra.”
“Percayalah, ini bukan karena dirimu, River.” Sierra mengaduk-aduk gelas milk tea-nya dengan resah. “Aku tidak memiliki waktu untuk hubungan romantis dengan pria mana pun.”
“Apa jangan-jangan kau tertarik dengan wanita?” tebak River.
“Tentu saja tidak!” sahut Sierra dengan cepat yang seketika membuat River terkekeh.
“Kau tahu maksudku hanya bercanda. Tapi mengapa kau menanggapinya serius begitu?” sergah River.
Sierra menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Ah-ya soalnya ekspresimu serius begitu ketika menanyakannya padaku.” Sierra berkelit kemudian menggigit bibirnya.
River sampai heran terhadap dirinya sendiri. Ia bisa menahan dirinya sampai detik ini terhadap setiap gerakan Sierra yang selalu membangkitkan hasratnya.
Sebelumnya mudah bagi River untuk mendapatkan apa pun yang diinginkannya. Dalam sekali lihat saja, River sudah bisa memilikinya.
Namun…. Untuk pertama kali dalam hidup River Clayton, untuk mendapatkan Sierra Harper membutuhkan usaha sedikit lebih keras dari biasanya.
“Kalau alasannya karena kau tidak menyukai wanita, lantas apa alasannya kau tidak berminat memiliki hubungan romantis dengan pria mana pun?” tanya River.
Sierra menunduk beberapa saat seraya berpikir untuk mengemukakan alasan apa yang tepat untuk River.
“Karena aku tidak memiliki waktu yang banyak dan ingin fokus pada pekerjaanku,” seru Sierra.
Sebab Sierra butuh melunasi hutangnya terlebih dahulu sampai selesai. Mencicilnya sesuai tenggat waktu yang dijanjikan agar para penagih hutang tidak mengacak-acak rumahnya dan menariknya secara paksa dari kantor.
Tiap detik Sierra selalu was-was jika para penagih hutang itu tiba-tiba datang atau menculiknya. Sierra begitu khawatir karena menjadi jaminan atas pembayaran hutangnya.
“Aku tidak ingin membahasnya lagi, River.” Sierra menahan River yang terlihat akan membahas lebih lanjut pernyataannya barusan. “Aku mau kembali ke kantor karena urusanku sudah selesai di sini. Apakah ada hal lain mengenai pekerjaan yang ingin kau bicarakan?” tanya Sierra sambil membereskan barang-barangnya yang berserakan.
River nampak bingung dengan tindakan Sierra. Apakah pertanyaan barusan menyinggung hal yang bersifat pribadi?
“Apa kau sudah memberi tahu Bree kapan akan melakukan geladi kotor wawancara?” tanya River seraya mengingatkan.
“Sore ini aku akan menanyakannya dulu pada atasanku lewat rapat redaksi. Aku akan segera menelepon sekretarismu jika tanggalnya sudah ditetapkan,” terang Sierra panjang-lebar.
River mengangguk, “Boleh kupinjam ponselmu?” tanya River.
Walau bingung, Sierra menyodorkan ponsel dengan case berwarna putih marmer tersebut di hadapannya, “Untuk apa?”
River memasukkan nomornya sendiri pada ponsel Sierra, menyimpannya, kemudian menekan tombol panggilan pada nomornya yang baru disimpan.
Setelah ponselnya berdering di sakunya, River segera menyimpan nomor Sierra.
“Aku sudah menyimpan nomorku. Hubungi aku langsung jika kau butuh bertanya apa pun mengenai wawancara,” seru River sambil mengembalikan ponsel Sierra.
“Terima kasih atas kebaikanmu, River.” Sierra mengambil ponselnya kemudian memasukkan ke dalam tasnya.
“Kalau tidak ingin membicarakan pekerjaan juga, hubungi aku saja, Sierra.”
“Aku tidak ingin menganggumu, River. Kau harus mengurus banyak pekerjaan daripada mengangkat teleponku,” sergah Sierra seraya bercanda.
“Meski tengah malam sekali pun, aku tetap akan mengangkatnya,” ujar River dengan nada serius sambil berdiri dan menatap Sierra lekat-lekat. “Aku serius, Sierra.”
“Kau seperti layanan publik yang beroperasi dua puluh empat jam saja secara penuh,” kilah Sierra kemudian terkekeh.
River menunduk kemudian membereskan syal merah yang tengah dikenakan Sierra di lehernya. Pria itu mengikatnya dengan hati-hati juga telaten.
“Padahal musim dingin masih lama. Tapi suhu di luar sudah dingin sekali. Aku tidak ingin kau terkena flu,” ujar River dengan penuh perhatian.
Sierra mengangguk dengan kikuk, “Th-thank you, River.”
“Your welcome, Sierra.” River mengelus lembut ujung syal sebelah kiri Sierra kemudian mundur beberapa langkah.
Sierra kemudian berbalik menuju pintu keluar dengan debaran jantungnya yang tidak terkontrol lagi. Sementara River mengawasi dari tempatnya saat Sierra keluar dari kafe.
Barulah setelah Sierra tidak kelihatan, River segera beranjak dari kafe tersebut.
“Harper, temani aku malam ini, ya?” pinta Terry.Sierra nampak tersentak ketika menemukan Terry yang menjawil pundaknya dari belakang. Yang lebih mengejutkan lagi Terry nampak kehilangan separuh kesadarannya.“Kita langsung saja menuju apartemenku,” ajak Terry lagi sambil merangkul bahu Sierra yang terbuka karena mengenakan gaun model sabrina.“Kau mabuk, Terry!” tegur Sierra sambil berusaha menepis tangan Terry dari pundaknya. “Aku tidak akan melademimu kalau kondisimu seperti ini.”“Aku sadar sepenuhnya, Harper. Kau selalu saja memiliki segudang alasan untuk menolakku!” sergah Terry dengan keras hingga beberapa orang menoleh.Sierra langsung was-was ketika beberapa pasang mata mulai memperhatikan mereka. Tidak mungkin kan dia membuat keributan di pesta ulang tahun sahabatnya?Lagipula Sierra tidak berniat untuk menemani kliennya dan hanya ingin bersenang-senang saja di pesta.
“Aku sudah memberiku nomormu, kenapa kau tidak ingat untuk menghubungiku, Sierra?!” protes River sambil menyodorkan wanita itu sebotol air mineral dingin yang baru saja diambil pria itu dalam kulkas mini. Sierra mengambil botol itu dan menegaknya hingga separuh isinya tandas seketika. Tangan kanannya masih bergetar efek terkejut dari kejadian penyerangan Terry beberapa saat lalu. Tapi Sierra menyembunyikannya rapat-rapat. Karena tidak ingin membuat River makin khawatir. Tidak diduga, River membawanya ke suite room New York Hotel yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari hotel Luxury. Seharusnya bisa saja River membawanya pada salah satu kamar di hotel Luxury yang ballroomnya menjadi lokasi pesta ulang tahun Audrey, sahabatnya. Tapi mengapa pria ini membawa dirinya ke hotel di kamar paling mahal untuk semalam saja? “Apa sebenarnya hubunganmu dengan Terry? Kalau kau mengenalnya dengan sangat baik, harusnya kau tahu reputasi pria itu!” dengus River s
Tatapan keingintahuan Audrey yang langsung menyambut Sierra begitu membuka pintu unit apartemen sahabatnya itu.“Ceritakan padaku mengapa kau bisa bermalam bersama River Clayton?!” tembak Audrey langsung.Sierra bahkan belum menginjakkan kedua kakinya ke dalam ruangan. Namun Audrey sudah menyemprotnya begitu. Tidak mengherankan, sahabatnya itu punya rasa keingintahuan tinggi. Lagipula, Audrey berhak mendapatkan penjelasan setelah Sierra mengacaukan pesta ulang tahunnya semalam.“Astaga, Sierra. Pria yang sedang aku tanyakan tuh River Clayton! Ya, Clayton yang itu!” pekik Audrey dengan heboh sambil berjalan di belakang Sierra yang hendak mengambil minum di dapur.“Audrey Johnshon, tolong berikan waktu sebentar saja bagiku untuk bernapas dan minum, oke?” sergah Sierra kemudian membuka kulkas dan mengambil sekotak jus jeruk dingin kesukaannya.“Aku jelas punya waktu yang banyak, Sierra Harper!”
Usai membeli empat belas Hot Americano dari Royal Coffee, Sierra bergegas kembali menuju kantornya. Ia melangkah dengan hati-hati sambil menenteng kedua belas gelas kopi tersebut.Sierra cukup terbiasa membawa banyak barang sambil berjalan sejak menjabat sebagai asisten produksi. Entah siapa yang duluan menyuruhnya berbagai pekerjaan seperti pesuruh. Malah sepertinya Sierra lebih banyak melakukan sejenis ini dibanding sebagai asisten produksi sebuah stasiun TV pada umumnya.Namun Sierra tidak mau ambil pusing. Toh, selama bekerja di sini Sierra mendapatkan ilmu mengenai dunia jurnalis yang harusnya didapatkan saat kuliah.“Perlu bantuan, Miss Harper?” tanya Ivan, satpam yang tengah berjaga di gerbang dan paling ramah pada Sierra.“Terima kasih atas tawaranmu, Sir. Aku bisa menanganinya,” sahut Sierra dengan nada sopan.“Pasti karena si tamu penting itu makanya departemenmu jadi sibuk?”“Kau
Tidak ada sedikit pun penyesalan yang tersisa setelah Sierra memutuskan keluar dari mobil sport River. Bahkan wanita itu berharap selamanya memutuskan hubungan dengan River.Bagi Sierra, pria itu hanyalah sebuah keajaiban yang diberikan semesta untuknya. Seperti salah satu sore terbaik di musim panas.Namun… Bagi River, wanita itu seperti sinar matahari pagi yang hangat dan jarang dirasakannya lagi di New York.Tidak terasa sudah seminggu berlalu sejak Sierra memutuskan hubungan dengan River. Tidak ada kontak sama sekali di antara keduanya. Wanita itu tenggelam dalam kesibukannya sebagai asisten produksi di ABC News.Untuk mengurus jadwal dan mencocokkan jadwal, Sierra hanya mengontak Bree sesekali lewat email juga telepon ke nomor kantor. Sierra menghindari interaksi langsung dengan River.Setidaknya sampai sesi wawancara yang diminta River sebagai geladi kotor sebelum siaran langsung nanti.Yang sialnya, geladi kotor tersebut berlan
“Aku tidak tahu kau bisa memasak,” sergah Sierra yang masih tercengang dengan hidangan steik yang terhampar di hadapannya.River melepaskan apron hitam yang dikenakannya lalu bergabung bersama Sierra di meja makan. Ia memilih sebotol wine merah yang dibelinya lima tahun lalu di Perancis. Untuk momen seperti ini, tentu harus dirayakan dengan segelas wine dengan rasa otentik bukan?Belum selesai dari keterpanaannya, Sierra sekali lagi dibuat takjub ketika River menuangkan wine yang baru saja dibuka kemasannya pada gelasnya.“Apa kau tidak menyukai makanannya?” tanya River yang langsung membuat Sierra tersadar.“Huh? Apa? Oh, ti-tidak, Riv. A-aku belum sempat mencicipinya,” sahut Sierra dengan kikuk kemudian berdeham.“Lantas, apa yang kau tunggu?” seru River kemudian menarik kursi di seberang Sierra. “Atau kau ingin makanan lain?”Lantas, Sierra langsung menggeleng dan mengambil garpu
Mungkin karena sudah terbiasa, Sierra membuka matanya tepat pukul lima subuh. Sebab kalau membiarkan tidur lebih lama lagi, kliennya akan meminta layanan ekstra. Energi Sierra keburu tersedot di pagi hari sebelum melewati hari yang panjang.Sierra selalu penuh perhitungan juga mempertimbangkan banyak hal. Sebab, wanita itu berusaha menjaga setiap aspek dalam hidupnya tetap seimbang.Seperti pagi ini, Sierra hendak bergegas pergi dari rumah River sebelum pria itu terbangun.Sesaat sebelum Sierra menghempaskan selimutnya, tangan kanan River tiba-tiba menarik punggungnya.“Kau mau meninggalkanku sendirian lagi?” sergah River dengan suara serak karena kesadarannya belum sepenuhnya kembali.Sierra tersentak beberapa saat. Tidak menyangka jika River bisa bangun sepagi ini. Jarang sekali wanita itu menemukan partner tidurnya bangun begitu cepat.Biasanya mereka bakal kelelahan dan baru membuka mata tiga jam setelah Sierra pergi.
“Kau sedang bercanda kan, Audy?” seru Sierra berusaha terdengar santai tapi dalam hatinya bergemuruh luar biasa.Audrey menyesap lychee ice tea yang baru saja diantarkan pelayan ke mejanya, “Sierra, mana pernah aku berbohong padamu sih? Apalagi terkait seorang pria.”Sierra menelan pasta yang baru saja dikunyahnya dengan setengah mati, “Astaga, New York lebih kecil dari yang kuduga. Dari sekian ratus pria yang bersamamu?” seru Sierra penuh arti kemudian terkekeh.“Tapi, tenang saja, Sierra. Hubunganku dulu dengan River tidak seperti yang kau bayangkan. Kami hanya bersama dalam waktu super singkat,” ujar Audrey sambil merendahkan nada suaranya. “Sekitar satu bulan kalau aku tidak salah ingat. Saat itu juga tidak ada yang mengetahui hubungan kami.”“Aku masih terkejut dengan fakta bahwa River adalah mantanmu, Audy! Aku masih tidak bisa membayangkannya…”“Tidak usah d