Share

5. Kencan Dadakan

They said when you accidentaly met someone once, that's a coincidence. But, twice at the exactly same place? Probably destiny.

Dari seluruh kafe yang tersebar di New York yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan pada setiap distrik, mengapa River dan Sierra harus bertemu kembali di Dixie Cafe?

Butuh waktu beberapa detik bagi Sierra untuk memikirkan jawabannya sambil beradu tatap dengan pria bermata hijau zamrud yang masih mengenakan setelan kantornya dengan lengkap itu.

Dixie Café hanyalah sebuah kafe sederhana dengan interior yang didominasi kayu berwarna cokelat muda dengan alunan instrument jazz dan piano yang khas. Karena lokasinya lumayan dekat dari kantornya, Sierra biasa menghabiskan waktunya di sini ketika tengah penat di kantor. Alasan lainnya, Sierra jarang menemukan rekan kantornya di sini karena mereka lebih memilih Starbucks yang berseberangan langsung dengan gedung ABC TV.

Segala hal mengenai kafe ini rasanya “tidak” River Clayton sama sekali. Sierra heran mengapa pria itu suka sekali mengunjungi kafe ini?

"Kau sedang memikirkanku, Harper?" Tanya River.

Sierra tersentak dan kelabakan, "Ya... Ta-tapi aku memikirkanmu juga bukan karena apa-apa."

River tanpa persetujuan menarik kursi yang ada di hadapan Sierra dengan santai, "Senang rasanya mengetahui kau sedang merenung dan memikirkanku."

Seperti instrumen jazz yang tengah terputar di kafe ini, pembawaan River nampak tenang. Tidak peduli beberapa pasang mata yang menatapnya dengan keingintahuan penuh.

"Aku benci berbasa-basi. Menurutku buang-buang waktu saja. Bagaimana kalau kita langsung pada intinya?" Tanya River langsung to the point.

"Baiklah." Sierra mencari notesnya dan hendak mencatatat segala pernyataan River. Pasti ini berkaitan dengan wawancara, bukan?

River menyungingkan senyum menggodanya lagi. Ia harus banyak bersabar menghadapi Sierra yang memang kelewat polos atau kurang peka?

“Aku tertarik padamu, Harper. Aku ingin menghabiskan waktu bersama denganmu lebih banyak lagi. Bagaimana kalau besok kita menonton teater? Atau melakukan kegiatan lain yang kau sukai?” tembak River langsung tanpa basa-basi.

Lantas, Sierra tersedak ice milk tea yang baru saja dihirupnya. Kontan, River menyodorkan segelas air mineral yang baru saja diantarkan barista ke mejanya pada Sierra yang masih terbatuk-batuk.

Sekali lagi River dibuat terpana oleh wanita di hadapannya ini. Reaksi atas setiap hal yang dilakukannya, benar-benar mengejutkan.

“Sebelumnya, maaf Tuan Clayton. Aku—”

“Panggil saja River.” Potong River. “Tidak usah memakai embel-embel jabatan atau apa pun itu. Kita tidak sedang dalam urusan pekerjaan, Harper. Aku ingin kau sedikit lebih santai pada kencan ini.”

Sierra terbelalak, “Kencan?!”

River mengangguk kemudian menyuap peanut butter waffle yang baru saja dihidangkan di mejanya, “Kau tidak menyukai gaya kencan seperti ini? Atau kau lebih suka kita menghabiskan waktu memandangi pemandangan indah? Berjemur di pantai?”

Sumpah, pria ini tidak memberi waktu bagi Sierra untuk sekadar mencerna kenyataan yang tengah terjadi. Bahkan menanyakan pendapatnya saja tidak. Mungkin karena River terbiasa menyuruh-nyuruh orang?

Sierra tidak mau munafik. River memang menawan. Seperti perwujudan bangsawan zaman dulu kala di zaman milenial sekarang. Ketampanannya tidak usah diragukan deh. Semua hal yang dipuji orang-orang dalam artikel juga wawancara yang Sierra pelajari beberapa hari ini di internet, amat terbukti benar.

Lekukan ototnya yang nampak sempurna tercetak dalam kemeja slim fit yang dikenakan pria itu selalu membuat Sierra penasaran bagaimana rasanya jika tangannya mengelusnya.

Segala pencapaian dan prestasi yang telah diraih pria itu pada usia yang relatif muda—32 tahun—membuktikan jika pria itu memiliki sisi ambisius tinggi. Tidak heran River sering langganan masuk majalah bisnis seperti Forbes dan sejenisnya berkat kepintarannya mengolah CL Grups.

Bukankah terdengar lucu jika pria hebat nyaris sempurna seperti River mengajaknya berkencan?

Ya, berkencan! Bukan memintanya tidur bersama dan melayaninya seperti klien-klien Sierra.

“Sierra?” panggil River membuyarkan lamunannya.

Astaga, pria itu sekarang memanggil nama depannya! Demi Jupiter, apa yang tengah takdir lakukan padanya?

Sierra berdeham, “Begini… Kita baru saja kenal beberapa hari.”

“Bukan masalah besar bagiku.” River mengibaskan tangannya.

“Aku mengerti. Tapi di sini… jadi masalah buatku, River. Aku tidak terbiasa dengan hubungan satu arah begini,” ujar Sierra.

“Kau tidak tertarik sedikit pun padaku?” River nampak terkejut.

Sierra menggeleng, “Lihat kan, kau melakukannya lagi. Menyimpulkan sendiri. Itu maksudku… hubungan satu arah.”

River menghela napas nampak berpikir beberapa saat. Cukup sulit ternyata menghadapi wanita yang belakangan ini membuat River termenung dalam lamunan panjang di tengah rapat sekalipun.

“Baiklah, Sierra.” River bersedekap. “Rupanya kau suka menjalin hubungan dengan tempo lambat. Aku akan mengikuti caramu kalau begitu.”

Sierra menghela napas lega, “Tadi kau menanyakan soal kencan. Maaf… tapi, aku belum memikirkan hubungan kita di tahap seperti itu.”

River tersenyum, “Kau belum memberiku kesempatan, Sierra.”

“Percayalah, ini bukan karena dirimu, River.” Sierra mengaduk-aduk gelas milk tea-nya dengan resah. “Aku tidak memiliki waktu untuk hubungan romantis dengan pria mana pun.”

“Apa jangan-jangan kau tertarik dengan wanita?” tebak River.

“Tentu saja tidak!” sahut Sierra dengan cepat yang seketika membuat River terkekeh.

“Kau tahu maksudku hanya bercanda. Tapi mengapa kau menanggapinya serius begitu?” sergah River.

Sierra menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Ah-ya soalnya ekspresimu serius begitu ketika menanyakannya padaku.” Sierra berkelit kemudian menggigit bibirnya.

River sampai heran terhadap dirinya sendiri. Ia bisa menahan dirinya sampai detik ini terhadap setiap gerakan Sierra yang selalu membangkitkan hasratnya.

Sebelumnya mudah bagi River untuk mendapatkan apa pun yang diinginkannya. Dalam sekali lihat saja, River sudah bisa memilikinya.

Namun…. Untuk pertama kali dalam hidup River Clayton, untuk mendapatkan Sierra Harper membutuhkan usaha sedikit lebih keras dari biasanya.

“Kalau alasannya karena kau tidak menyukai wanita, lantas apa alasannya kau tidak berminat memiliki hubungan romantis dengan pria mana pun?” tanya River.

Sierra menunduk beberapa saat seraya berpikir untuk mengemukakan alasan apa yang tepat untuk River.

“Karena aku tidak memiliki waktu yang banyak dan ingin fokus pada pekerjaanku,” seru Sierra.

Sebab Sierra butuh melunasi hutangnya terlebih dahulu sampai selesai. Mencicilnya sesuai tenggat waktu yang dijanjikan agar para penagih hutang tidak mengacak-acak rumahnya dan menariknya secara paksa dari kantor.

Tiap detik Sierra selalu was-was jika para penagih hutang itu tiba-tiba datang atau menculiknya. Sierra begitu khawatir karena menjadi jaminan atas pembayaran hutangnya.

“Aku tidak ingin membahasnya lagi, River.” Sierra menahan River yang terlihat akan membahas lebih lanjut pernyataannya barusan. “Aku mau kembali ke kantor karena urusanku sudah selesai di sini. Apakah ada hal lain mengenai pekerjaan yang ingin kau bicarakan?” tanya Sierra sambil membereskan barang-barangnya yang berserakan.

River nampak bingung dengan tindakan Sierra. Apakah pertanyaan barusan menyinggung hal yang bersifat pribadi?

“Apa kau sudah memberi tahu Bree kapan akan melakukan geladi kotor wawancara?” tanya River seraya mengingatkan.

“Sore ini aku akan menanyakannya dulu pada atasanku lewat rapat redaksi. Aku akan segera menelepon sekretarismu jika tanggalnya sudah ditetapkan,” terang Sierra panjang-lebar.

River mengangguk, “Boleh kupinjam ponselmu?” tanya River.

Walau bingung, Sierra menyodorkan ponsel dengan case berwarna putih marmer tersebut di hadapannya, “Untuk apa?”

River memasukkan nomornya sendiri pada ponsel Sierra, menyimpannya, kemudian menekan tombol panggilan pada nomornya yang baru disimpan.

Setelah ponselnya berdering di sakunya, River segera menyimpan nomor Sierra.

“Aku sudah menyimpan nomorku. Hubungi aku langsung jika kau butuh bertanya apa pun mengenai wawancara,” seru River sambil mengembalikan ponsel Sierra.

“Terima kasih atas kebaikanmu, River.” Sierra mengambil ponselnya kemudian memasukkan ke dalam tasnya.

“Kalau tidak ingin membicarakan pekerjaan juga, hubungi aku saja, Sierra.”

“Aku tidak ingin menganggumu, River. Kau harus mengurus banyak pekerjaan daripada mengangkat teleponku,” sergah Sierra seraya bercanda.

“Meski tengah malam sekali pun, aku tetap akan mengangkatnya,” ujar River dengan nada serius sambil berdiri dan menatap Sierra lekat-lekat. “Aku serius, Sierra.”

“Kau seperti layanan publik yang beroperasi dua puluh empat jam saja secara penuh,” kilah Sierra kemudian terkekeh.

River menunduk kemudian membereskan syal merah yang tengah dikenakan Sierra di lehernya. Pria itu mengikatnya dengan hati-hati juga telaten.

“Padahal musim dingin masih lama. Tapi suhu di luar sudah dingin sekali. Aku tidak ingin kau terkena flu,” ujar River dengan penuh perhatian.

Sierra mengangguk dengan kikuk, “Th-thank you, River.”

“Your welcome, Sierra.” River mengelus lembut ujung syal sebelah kiri Sierra kemudian mundur beberapa langkah.

Sierra kemudian berbalik menuju pintu keluar dengan debaran jantungnya yang tidak terkontrol lagi. Sementara River mengawasi dari tempatnya saat Sierra keluar dari kafe.

Barulah setelah Sierra tidak kelihatan, River segera beranjak dari kafe tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status