Share

11. RINDU SEORANG ADIK TERHADAP KAKAKNYA

Setelah mengenakan kembali hijabnya dengan sempurna, Sitta turun dari taksi online yang ditumpanginya bersama Kahfi.

Awalnya, Sitta berpikir Kahfi akan langsung pulang, namun anehnya, lelaki itu pun ikut turun bersama Sitta saat itu. Entah apalagi keperluannya, Sitta benar-benar tak habis pikir.

"Lo mau ngapain lagi sih? Ini udah malem tau, rumah gue udah nggak terima tamu!" oceh Sitta sebelum Kahfi mengekor langkahnya ke dalam rumah toko yang dia huni bersama sang ibunda. "Jangan bilang lo mau nginep di rumah gue?" Tandas Sitta lagi.

Keduanya tampak berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat di halaman depan teras ruko yang berfungsi untuk tempat parkir kendaraan pelanggan Laundry, tanpa mereka ketahui, Ranti tengah mengintip dari jendela lantai dua rukonya.

Karena lampu lantai dua yang memang sengaja Ranti padamkan, jadilah dia tak terlihat keberadaannya di dekat jendela oleh siapa pun.

"Gue cuma mau memastikan lo bener-bener masuk ke rumah dengan selamat, apa salah?" ucap Kahfi dengan nada santai.

"Pintu rumah gue tinggal lima langkah aja kok dari sini, nggak usah lebay deh. Udah sana pulang," Sitta mengibaskan tangan memberi tanda pengusiran pada Kahfi, namun jemari Kahfi malah menangkap pergelangan tangan itu dengan cepat dan tangkas.

Tak sampai di situ aksi Kahfi, lelaki itu pun turut menarik pinggul Sitta hingga perut keduanya menyatu setengah berpelukan.

Ranti di atas sana sontak terbelalak melihat pemandangan romantis Sitta dan Kahfi itu hingga tak kuasa menahan kegembiraannya. Bahkan saking senang, Ranti langsung mengabadikan momen langka itu dengan merekam adegan mesra Sitta dan Kahfi menggunakan ponselnya.

Ranti berpikir, Laras harus tahu tentang hal ini.

"Lo masih punya hutang satu dosa ke gue, dan gue mau penjelasannya malam ini juga!" Bisik Kahfi di detik kedua setelah dirinya dan Sitta berada dalam keintiman.

"Hutang dosa apalagi sih? Lepas!" Sitta berusaha berontak, tapi tekanan tangan Kahfi di pinggulnya begitu kuat. "Gue nggak ngerti maksud lo!"

"Nyokap lo sama nyokap gue itu sahabatan. Dan selama ini, nyokap gue nggak pernah tahu kalau gue punya apartemen pribadi yang gue jadiin tempat bersenang-senang sama pelacur. Tapi, keesokan hari setelah gue salah kirim alamat apartemen gue ke nomor lo, nyokap gue dateng ke apartemen dan ngelabrak gue! Dan pertanyaannya adalah, darimana nyokap gue bisa tahu alamat apartemen itu kalau bukan dari lo, hah? Coba jelasin!" tutur Kahfi panjang lebar.

Sitta dengan debaran di dadanya yang kian menggila akibat keintimannya dengan Kahfi, jadi tak mampu mencerna dengan baik penjelasan panjang dari Kahfi hingga dia pun hanya menjawab, "gue aja nggak tau kalau nyokap lo sama nyokap gue sahabatan, gimana ceritanya gue tahu nomor nyokap lo? Lepasin gue!"

Semakin Sitta berontak, Kahfi justru semakin mempererat dekapannya.

Bahkan gilanya Kahfi, dia malah semakin memajukan wajah mendekati wajah Sitta saat kembali bicara.

"Nggak usah coba bohongin gue lagi! Setelah kejadian malam ini lo coba bersandiwara buat ngerjain gue sama temen-temen sialan lo itu, gue nggak akan pernah percaya lagi sama lo, ngerti!"

"Terserah! Whatever! Gue nggak perduli lo mau percaya apa nggak sama gue, yang jelas, gue sama nyokap lo emang nggak saling kenal dan gue sama sekali nggak tahu siapa sebenarnya nyokap lo karena gue yang emang nggak pernah mau tau sama urusan pribadi nyokap gue selama ini! PUAS LO!"

Sitta yang sudah tak tahan dengan kekurang-ajaran Kahfi terpaksa mengambil jurus andalannya dengan menendang selangkangan Kahfi menggunakan lututnya, hingga membuat dekapan Kahfi di pinggulnya pun terlepas.

Kahfi yang kesakitan hanya bisa menjerit tertahan sambil memegangi pusakanya, sementara Sitta langsung ngibrit ke dalam rumahnya.

Untungnya, kejadian naas penutup kemesraan Kahfi dan Sitta itu tak disaksikan Ranti yang saat itu tiba-tiba menerima telepon dari seseorang.

Di balik pintu rukonya, Sitta masih berdiri bersandar di sana.

Sekadar merelaksasi debaran di dadanya yang semakin menggila.

Entah, kenapa dia jadi seperti ini?

Apa karena sentuhan lelaki mesum itu?

Idih!

Sitta langsung bergidik geli.

Sepertinya, dia harus mandi kembang tujuh rupa malam ini karena tubuhnya yang sudah dipegang-pegang Kahfi.

Saat itu, Sitta sudah naik tangga menuju kamarnya di lantai dua, ketika tanpa sengaja dia mendengar percakapan sang Ibunda dengan seseorang di dalam kamar Ranti.

Suasana hening di sekitar membuat suara Ranti yang pelan terdengar cukup jelas oleh Sitta.

"Sitta baik-baik aja, kok. Nggak ada yang perlu kamu khawatirkan. Ibu sama Sitta sehat di sini."

Menajamkan telinga ke daun pintu kamar Ranti, Sitta pun mencoba menerka-nerka, dengan siapa kiranya sang Ibu bercakap di telepon malam-malam begini.

"Oh jadi kamu mau ke Jakarta? Yaudah silahkan, tapi maaf, Ibu nggak bisa mengizinkan kamu tinggal di sini lagi bersama kami."

Sepertinya, Sitta mulai tahu, siapa sebenarnya lawan bicara sang ibundanya itu. Dari nada bicara Ranti yang terdengar sinis dan ketus, sudah pasti, Ranti sedang berbicara dengan Kakak perempuan Sitta saat ini.

Sesungguhnya inilah satu hal yang membuat Sitta menjelma menjadi anak yang selalu melawan pada sang Ibunda. Sitta kesal pada Ranti yang selalu memperlakukan kakak perempuannya dengan cara yang berbeda.

Bukan sekali atau dua kali, sang kakak diperlakukan tidak adil oleh sang Ibu selama mereka masih tinggal bersama dahulu. Hingga puncak dari segala perlakuan buruk sang ibunda adalah, ketika Ranti mengusir Bulan secara terang-terangan dari rumah ini.

Dan sejak itulah, rasa hormat dan sayang Sitta pada Ranti perlahan berubah menjadi rasa benci dan marah.

Bagi Sitta, Bulan adalah Kakak yang baik meski mereka tidak terlahir dari rahim wanita yang sama. Bulan selalu ada untuk Sitta. Menjadi teman Sitta berbagi cerita. Dan ketiadaan Bulan dalam kehidupan Sitta membuat Sitta akhirnya mencari kesenangan di luar bersama anak-anak satu geng motornya.

Kenapa Bunda bisa sejahat itu sama Kak Bulan sih? Apa salah Kak Bulan selama ini?

Bisik Sitta membatin seraya melanjutkan langkahnya pelan memasuki kamar.

Menutup lesu pintu kamar, Sitta lantas membuka pakain gamis dan hijabnya. Bergegas mandi untuk kemudian berganti pakaian dan tidur.

Sebelum tidur, Sitta sempat mengecek gawainya, berharap ada satu saja pesan balasan dari Bulan untuknya.

Sejak sang Kakak diusir Ranti dari rumah beberapa tahun lalu, Sitta tak pernah lagi bertemu Bulan hingga detik ini. Jangan kan bertemu, bahkan sekadar berkirim kabar melalui sambungan seluler pun tak pernah.

Bulan tak pernah membalas pesannya apalagi mengangkat telepon darinya, padahal Sitta sangat merindukan sang kakak.

Sebegitu marah kah Bulan pada Ranti, hingga Sitta terkena imbas kemarahannya? Sitta sendiri tak tahu.

Sitta masih termenung menatap layar ponselnya ketika layar ponsel itu tiba-tiba berkedip dan berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk.

"Kak Bulan?" pekik Sitta dengan senangnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status