"Ya, adalah! Kamu 'kan tau, kamar kamu yang dulu masih kosong!"Irwan menggelengkan kepalanya. "Bukan itu maksud Irwan, Bu!"Bu Husna menyerngitkan keningnya. "Bukan tempat di rumah itu yang Irwan maksud," ucapnya. "Jadi, apa maksud kamu?""Apa ada tempat di rumah itu untuk kami? Tempat untuk kami diperlakukan sama seperti yang lain." Irwan tak tahan lagi sudah. Andai saja ibunya tak memaksa, mungkin kata-kata itu tak akan keluar dari bibirnya. Karena bagaimana pun Bu Husna memperlakukannya tak adil, ia tetap menghormati ibunya itu. Bu Husna terdiam mendengar ucapan Irwan. "Haaa...." Irwan menghela nafas. "Yang jelas Irwan nggak bisa ikut Ibu di rumah itu. Irwan sudah enak di sini bersama keluarga kecil Irwan. Irwan pengen hidup mandiri. Jangan paksa Irwan!""Dan satu lagi, Bu! Tolong! Ibu coba berdamailah dengan Rani. Dia sudah berusaha menjadi menantu yang baik untuk Ibu! Hargailah usahanya." Setelah mengatakan itu, Irwan pergi berlalu.Rani sempat syok saat mendengar suaminya
"Mau bicara apa, Mas?" Rani bertanya sekali lagi saat mereka berada di dalam kamar. "Kamu ingat kemarin, yang Mas mengatakan ada seorang pria yang terlihat tertarik sama kamu?""Yang kata Mas waktu di pasar itu?""Iya!""Ada apa memangnya, Mas?""Siang tadi, Mas ada lihat dia ada lagi, Yank!""Terus?""Dia melihat terus ke arah kios kita! Seperti lagi nyariin kamu!""Mungkin cuma kebetulan aja kali! Mas, aja yang terlalu parnoan!""Masa sih? Orang itu sampai celingak celinguk, loh!""Mungkin orang iseng aja, Mas, pengen lihat-lihat.""Sudah ah, Mas! Nggak usah dipikirin. Kalau pun orang itu beneran ngincar aku! Percayalah! Cintaku hanya untukmu!" Rani menggoda suaminya. "Jadi, Mas nggak perlu takut kalau aku tergoda. Mau setampan dan sekaya apapun dia, tetap suamiku ini yang paling tampan."Irwan sedikit tenang setelah mendengar gombalan istrinya. Entah kenapa akhir-akhir ini dia selalu terpikirkan hal yang tidak penting."Mas kelihatan banyak pikiran, makanya bawaannya negatif terus
[Mas yakin? Jangan bohong deh, Mas! ][Iya, yakin! Mas nggak bohong, kok! ][Kalau bukan, Mas, terus paket ini dari siapa, dong?][Nggak tau]Rani sempat berpikir positif, mungkin suaminya memang berniat mengerjainya saja. Tidak mungkin paket ini nyasar begitu saja, sudah dibayar pula. Apalagi, Rani tak memiliki teman dekat, baik pria maupun wanita. Jadi, sudah pasti ini dari suaminya. Habis, siapa lagi! [Oh, ya udah aku simpan aja dulu paketnya. Siapa tahu beneran punya orang! Kurirnya salah alamat][Iya, Yank! Ini, Mas ada pembeli, nanti kalau ada apa-apa hubungi, Mas,lagi. ][Iya, Mas! ]Sebenarnya Rani penasaran dengan isi paket itu. Tetapi, ia ingin membukanya saat suaminya sudah pulang nanti. ****Jantung Adi berdegup kencang. Ia sangat terpesona melihat wajah Rani dari dekat. Setelah masuk ke dalam mobil dia melepas kacamata, kumis palsu dan topi hitamnya. "Seperti bidadari surga. Cantik banget orangnya.""Sudah kupastikan, dia lah yang aku inginkan menjadi istriku," gumamn
"Naufal minta hadiah apa sama kamu?""Naufal minta...." Rani sedikit malu untuk mengatakannya, wajahnya merah. "Kamu kenapa? Wajah kamu, kok, tiba-tiba merah gitu?""Ih.., Mas! Aku lagi malu tau!""Loh, malu kenapa?""Malu bilang sama Mas tentang permintaan Naufal tadi.""Memangnya Naufal minta apa, sih?""Naufal minta adek, katanya!" lirih Rani. "Kamu atau Naufal, nih, yang minta?" ledek Irwan. "Mas, kok, malah ledekin aku sih?" Rani terlihat kesal. Ia memukul pelan lengan suaminya. "Hahaha... Nggak, Yank! Maaf.. Maaf..!""Tumben dia mintanya gitu?" tanya Irwan lagi. "Awalnya aku juga terkejut, Mas! Tapi, pas aku tanyain, katanya dia kesepian. Nggak ada yang nemenin kalau mau main. 'Seru kayaknya, Mah, kalau Naufal punya adek' gitu katanya.""Mas, sih! Oke, oke aja. Suka malahan, kamunya aja lagi yang gimana?""Aku terserah aja, Mas! Mau dikasih sama Allah, Alhamdulillah. Kalau nggak, ya juga nggak apa-apa! Cuma kasihan sih, ngelihat Naufal sering kesepian. Di kampung ini juga n
"Siapa ya, laki-laki itu?" bisik anak-anak gadis di situ, mereka sangat heboh ketika melihat kedatangan Andra. "Iya, ganteng banget, ya?" ucap salah satu gadis. "Aku pengen nyapa dia, ah! Eh, guys! Aku udah cantik belum?""Yee.. Centil banget sih, lo? Lu goda juga, gue jamin tu cowok nggak bakalan suka sama, loe!" sahut yang lain. "Loe iri 'kan sama gue? Karena gue, gadis paling cantik di sini?" Gadis itu mengangkat sudut bibir atasnya. "Ngapain iri? Di banding loe! Mbak Rani itu yang paling cantik di sini. Loe mah, nggak ada apa-apanya."Seakan ditampar oleh fakta. Gadis itu mencebikkan bibirnya. "Sebentar lagi selesai. Kamu duduk aja dulu!""Biar aku bantu, Kak, mengeluarkan barang-barangnya, biar cepat selesai dan cepat juga nanti pulangnya."Rani mengangguk. Andra masuk ke rumah Rani dan mulai mengangkat barang yang akan diantar. "Untung motor aku matic. Kalau nggak, sudah pasti bingung ini mau diletakkan di mana!""Ini mau diantar kemana aja, Kak?""Nih, kamu liat sendiri aj
Rani dan Andra istirahat sebentar di sebuah warung kecil untuk melepas dahaga. "Kakak, kok, nggak berhenti-berhenti dari tadi mengusap telinganya?""Nggak tau nih, Ndra! Dari tadi gatal banget.""Banyak kotorannya kali! Nggak kakak bersihin, ya? Ih, Kakak jorok!""Sembarangan kamu!" Rani menepuk lengan adiknya itu. "Kakak orangnya resik! Setiap hari dibersihin, tau!""Berarti benar itu, Kak! Ada yang ngomongin, Kakak!""Masa, sih?""Iya, Kak! Telinga Kakak dari tadi gatal banget 'kan?""Iya, sih!""Nah, itu ada yang ngomongin Kakak sambil berdebat tu mereka!" tebaknya asal. "Hah.. Ngawur kamu, mah!""Hahaha." Andra tertawa. "Kata orang emang gitu, Kak! Kalau telinga kita gatal itu lagi ada yang ngomongin kita di belakang!" terangnya. "Udah, ah! Ayo, kita jalan lagi! Nanti lewat jam yang ditargetkan lagi.""Iya, Kak!" Andra bangkit dari duduknya dan menuju sepeda motor sementara Rani membayar pesanan. "Berapa, Bu?""Enam ribu aja, Mbak!""Ini, Bu, uangnya!" Rani bergegas menyusul
"Nanti saya jelaskan rencananya, tapi sebelum itu kita harus melibatkan Mbak Rani dalam rencana ini.""Oh, iya, Bu! Setelah Rani menyelesaikan urusannya, saya akan menyuruhnya ke sini. Masalahnya sekarang handphone saya mati," terang Irwan. "Iya, Mas! Semakin cepat, semakin baik! Semakin lekas kita tau apa yang diinginkan wanita itu sehingga suka sekali mengganggu rumah tangga kalian!" serunya. "Tapi, Bu, maaf saya ingin tanya apa tujuan Ibu ingin membantu saya dan menjebaknya?""Saya benci Mas, dengan wanita penggoda suami orang! Wanita tadi sudah terlihat ada bibit-bibit pelakornya.""Makanya, kita haruskan singkirkan dan memberi pelajaran wanita seperti itu supaya dia kapok!""Iya, Bu! Saya juga risih setiap bertemu wanita itu. Andai saja, istri saya mau pindah dari rumah kami yang sekarang, sudah pasti saya akan pindah saja!""Apa alasan Mbak Rani nggak mau pindah, Mas?""Dia merasa nyaman disitu, katanya, Bu! Apalagi istri saya jualan online juga, pelanggannya sudah hafal denga
"Mas..!""Kenapa, Bu? Ibu kenal?" tanya Irwan. "Mas Irwan..!" Ibu itu heboh sendiri. "Kenapa Mas Irwan nggak bilang kalau di kios Mas lagi kedatangan seorang artis?""Ha..? Artis?" tanya Irwan dan Rani berbarengan. "Iya...! Aduuhh..., anak saya pasti senang banget ini!" ucapnya girang. "𝘌𝘹𝘤𝘶𝘴𝘦 𝘮𝘦, 𝘚𝘪𝘳! 𝘔𝘢𝘺 𝘪 𝘩𝘢𝘷𝘦 𝘩𝘪𝘴 𝘢𝘶𝘵𝘰𝘨𝘳𝘢𝘱𝘩?"**(Permisi, Tuan! Apakah saya boleh meminta tanda tangannya?) Andra yang ditanyai kebingungan. Pasalnya dia tak mengerti bahasa inggris. "Ha..? Ibu bicara sama saya?" tunjuknya kepada diri sendiri. "Owalah..! Bisa bahasa Indonesia, toh! Kalau tau saya nggak perlu repot-repot tadi pakai bahasa inggris.""Saya bicara memang pakai bahasa Indonesia, Bu! Memang harus bicara pakai bahasa apa?""Saya kira, Mas, bicara pakai bahasa korea. Mas, artis Korea 'kan? Yang penyany sama bintang film itu. Mas Siwon!"Andra, Rani dan Irwan semakin bingung. Tapi, kemudian Rani langsung paham. "Artis apanya, Bu? Hahaha, dia ini adik saya! Dia o