"Mas..!""Kenapa, Bu? Ibu kenal?" tanya Irwan. "Mas Irwan..!" Ibu itu heboh sendiri. "Kenapa Mas Irwan nggak bilang kalau di kios Mas lagi kedatangan seorang artis?""Ha..? Artis?" tanya Irwan dan Rani berbarengan. "Iya...! Aduuhh..., anak saya pasti senang banget ini!" ucapnya girang. "𝘌𝘹𝘤𝘶𝘴𝘦 𝘮𝘦, 𝘚𝘪𝘳! 𝘔𝘢𝘺 𝘪 𝘩𝘢𝘷𝘦 𝘩𝘪𝘴 𝘢𝘶𝘵𝘰𝘨𝘳𝘢𝘱𝘩?"**(Permisi, Tuan! Apakah saya boleh meminta tanda tangannya?) Andra yang ditanyai kebingungan. Pasalnya dia tak mengerti bahasa inggris. "Ha..? Ibu bicara sama saya?" tunjuknya kepada diri sendiri. "Owalah..! Bisa bahasa Indonesia, toh! Kalau tau saya nggak perlu repot-repot tadi pakai bahasa inggris.""Saya bicara memang pakai bahasa Indonesia, Bu! Memang harus bicara pakai bahasa apa?""Saya kira, Mas, bicara pakai bahasa korea. Mas, artis Korea 'kan? Yang penyany sama bintang film itu. Mas Siwon!"Andra, Rani dan Irwan semakin bingung. Tapi, kemudian Rani langsung paham. "Artis apanya, Bu? Hahaha, dia ini adik saya! Dia o
"Tapi kalau melakukan rencana ini apakah saya harus berdekat-dekatan dengan dia juga? Saya tidak ingin mendekati dia dan tak ingin juga dia mendekati saya.""Nggak perlu sampai seperti itu, Mas! Usahakan saja jangan sampai dia memegang tubuh Mas! Aku juga nggak rela kalau itu terjadi," ucap Rani. "Setelah kita tau apa tujuannya, baru kita tangkap basah dia, supaya nggak ganggu rumah tangga kita lagi," tambahnya."Baiklah, hanya demi ini, Mas rela bersikap cuek sama kamu di depan dia.""Kalau dia melihat Mas Irwan dan Mbak Rani saling cuek, tetapi dia tak mendekati Mas Irwan secara intens berarti sudah bisa dipastikan bahwa tujuannya hanya supaya kalian bercerai saja, tanpa ada maksud yang lainnya," timpal Ibu itu. "Baiklah, Bu! Terimakasih sudah memberikan saran ini untuk kami.""Berarti kalian sudah paham, ya? Semoga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui tujuan wanita itu. Saya sangat geram soalnya. Apalagi semenjak dia membuat keributan kemarin di sini.""Iya, Bu! Say
Tiga hari sudah pasangan suami istri itu mengurangi interaksi mereka bila di depan Yanti. Hari ini, dia berniat ingin mencoba mendekati Irwan. "Aku harus dandan yang cantik. Terus nyamperin Mas Irwan deh, di kiosnya. Sekalian melihat keadaan dan perkembangan hubungan mereka sudah sampai mana merenggangnya."Yanti pun bersiap dan berdandan secantik mungkin. Di depan kios Irwan, dia mencoba melihat ke dalam dengan mengendap-endap.Berlagak sebagai pembeli. Dia melihat-lihat barang yang terpampang di rak.Saat suasana semakin sepi, dia memberanikan diri untuk bertanya, "Mas, kok, cemberut. Lesu gitu mukanya, ada apa?"Irwan tak memandang ke arahnya. Berusaha tak mengabaikan pertanyaan Yanti. "Mas, lagi berantem sama Rani, ya?"Irwan tak langsung menjawab. Sekitar 3 menit dia terdiam, baru ia menjawab. "Kok, kamu tau? Kamu memata-matai rumah kami, ya?""Nggak, kok, Mas!" bantahnya dengan cepat. Ia terdiam sejenak. "Apa karena masalah kemarin?""Masalah apa?" tanya Irwan sinis. Ia bern
Seperti biasa, hari ini Irwan pulang pukul 3 sore. Dia sudah tak sabar lagi menunjukkan rekaman suara itu kepada istrinya dan membongkar semua rencana Yanti. Ia ingin sekali terlepas dari rencana yang membuatnya tidak bebas. "Assalamu'alaikum," Sudah menjadi kebiasaan di keluarga itu, keluar masuk mengucapkan salam. "Wa'alaikumussalam." Irwan menutup pintu rumah, baru 'lah setelahnya Rani mencium punggung tangan suaminya itu. "Minum dulu, Mas!" Rani sudah menyiapkan secangkir teh hangat kesukaannya. Memang sangat pengertian sekali istrinya itu, dia pun kemudian menyesap teh yang dibuatkan Rani tadi. "Alhamdulillah! Makasih ya, Sayang!" ucapnya tulus. Rani tersenyum dan mengangguk. "Yank..! Sini! Duduk di samping, Mas!" Irwan menepuk-nepuk tempat di sampingnya, meminta Rani untuk duduk mendekatinya. Rani pun menghampiri. Irwan juga mendekap Rani yang duduk di sampingnya kemudian mencium keningnya. Irwan menyodorkan hapenya. Rani paham apa maksud suaminya, lalu mereka mendengark
Sekitar lima belas menit kemudian, Andra sampai di rumah kakaknya itu. "Assalamu'alaikum," ujarnya mengucap salam. "Wa'alaikumussalam." Rani membuka pintu, nampaklah sosok adeknya yang tengah menenteng plastik berisi makanan. "Ini, Kak! Makanannya.""Terimakasih! Kamu mau masuk dulu?""Kakak sakit, ya? Wajah Kakak, kok, pucat banget!""Hanya sakit kepala, dari kemarin sakit kepala terus. Makanya minta tolong kamu beliin makanan ini!""Kakak sendirian? Mas Irwan ke mana?""Mas Irwan lagi kerja, kamu masuk dulu, gih!"Andra yang merasa khawatir dengan keadaan kakaknya, memutuskan untuk masuk sebentar. Kejadian itu, kebetulan sekali disaksikan oleh si Yanti. Pas sekali dia hanya mendengar kalimat Andra yang menanyakan keberadaan Irwan. "Wah, parah banget sudah si Rani ini! Dengan beraninya dia menyuruh laki-laki itu masuk, di saat Mas Irwan lagi nggak ada di rumah," lirihnya. "Pasti mereka mau berbuat hal yang tidak-tidak. Mereka memanfaatkan situasi yang sepi ini.""Ini warga pada
Tangan Rani gemetar memegang benda tipis itu. Matanya berkaca-kaca ketika melihat 2 garis merah yang muncul. "Alhamdulillah," Rasa bahagia di hatinya tak dapat digambarkan. Ia meletakan alat itu kembali ke dalam plastiknya dan meletakkannya di rak sabun, kemudian mengambil wudhu untuk menunaikan sholat subuh. Saat Irwan pulang dari mesjid, Rani pun juga selesai melaksanakan sholatnya. "Mas, lihat ini!" Rani pergi ke kamar mandi berniat ingin mengambil testpack tadi dan menunjukkan hasilnya kepada Irwan. Irwan menunggu di dalam kamar. Rani kembali dengan sesuatu di tangannya. "Apa itu, Yank?" tanyanya. "Hasil tes tadi! Coba Mas lihat!"Irwan tersenyum lebar saat melihat hasil yang ditunjukkan istrinya tadi. "Alhamdulillah! Ini beneran 'kan hasilnya?""Insya Allah, Mas! Waktu hamil Naufal juga kayak gitu hasilnya.""Alhamdulillah, Yank! Akhirnya Naufal punya adek juga!" ucapnya senang. "Pantes berapa hari ini kamu sering sakit kepala! Rupanya ini penyebabnya. Nanti, sore kita per
Sekarang Rani tau siapa yang sudah mengirimkan pesan ini. "Dasar emang ulat bulu gatel. Tenang saja! Setelah ini aku akan pastikan kau tidak akan berani mendekati Mas Irwan, bahkan sekedar berkirim pesan," ucapnya dengan seringai yang sulit diartikan. Rani berniat ingin mengerjai Yanti dan ingin membuka semua kebusukannya, supaya dia berhenti mengganggu rumah tangganya. Yanti terlihat senang, ketika melihat pesannya sudah dibaca dan Irwan sedang mengetik balasan. "Aa...! Mas Irwan sudah baca dan mau balas juga. Pasti Mas Irwan tergoda karena melihat tubuhku," ucapnya. "Mungkin dia ingin meminta fotoku lagi."Ting... Pesan balasan dari Irwan yang sebenarnya diketik oleh Rani, masuk ke ponsel Yanti. [Wah, ternyata kamu, Yanti? Sexy juga, ya, tubuhmu!]"Nah...! Benarkan? Tadi saja, kamu sok cuek dan galak,Mas! Sudah dikasih liat tubuhku yang memakai lingerie saja, kamu langsung berubah pikiran. Apalagi, kalau kamu melihat aku tanpa sehelai benang pun yang melekat, pasti kamu sepert
Teriakan Rani membuat Irwan terkejut dan segera mendatangi Rani ke dalam kamar. "Kenapa, Yank?" Melihat Rani yang gemetar Irwan menjadi panik. "Yank?" panggilnya lagi. Tapi, Rani tak merespon apapun. Tangannya masih saja gemetaran. Mata Rani yang masih tertuju pada ponselnya membuat Irwan memegang tangan istrinya itu. "Kamu habis liat apa, sih?" Tangan Irwan terulur untuk mengambil ponsel Rani. Namun, dengan sigap Rani menghentikan tangannya. "Mas, jangan lihat!" "Kenapa? Ada apa? Apa kamu melihat sesuatu yang mengerikan sampai berteriak seperti tadi?""Iya, Mas! Sangat mengerikan, makanya Mas jangan lihat.""Apa sih yang kamu lihat? Film horor?""Ini lebih mengerikan dari film horor, Mas!""Kalau kamu nggak mau kasih lihat, coba ceritakan apa yang kamu lihat sampai gemetaran seperti ini?""Aku nggak bisa cerita sama Mas! Takutnya, Mas nanti terbayang-bayang.""Cerita saja! Mas khawatir sama keadaan kamu!""Ini tentang Yanti, Mas!""Memangnya apa yang dia lakukan? Dia mengancamm