Share

Tidak Boleh Tertekan

Suasana kembali memanas di rumah sakit. Angela selalu menjawab ketus perkataan Verrel. Hubungannya kembali seperti dulu saat awal pertemuan mereka. Tapi kali ini Verrel lebih banyak mengalah. 

"Kenapa kau masih saja berdiri di situ? Pergilah ke kantor, aku bisa sendiri di sini," kata Angela.

"Kau masih lemah, aku bisa membantumu di sini," kata Verrel lembut.

"Aku tidak perlu bantuanmu, di sini ada perawat ada juga dokter. Mereka semua bisa membantuku," tolak Angela.

Verrel hampir saja marah melihat sikap Angela. Tapi di tahannya, ia sadar Angela yang di hadapi sekarang bukan Angela yang biasanya.

Angela berusaha menggapai ponselnya di atas nakas, Verrel mengetahuinya lalu ia membantu mengambilkannya. "Mau telepon siapa?" tanya Verrel. 

"Yohan, aku ingin ia datang ke sini," ucap Angela menempelkan ponselnya di telinganya.

Verrel langsung merebut ponsel yang di pegang Angela. "Tidak boleh, kau tidak boleh menelepon lelaki itu!" cegah Verrel.

"Apa-apaan kau ini!" Angela merebut kembali ponselnya. Tapi Verrel buru-buru memasukkan ponsel Angela ke dalam kantong saku celananya.

"Kau keterlaluan, aku mau menelepon kekasihku. Apa itu salah? Jika kau mau menelepon Hellen aku tidak akan mencegahmu," ucap Angela penuh amarah.

"Angela, aku suamimu. Kau tidak boleh menelepon pria lain," terang Verrel.

"Kau mencegahku menelepon pria lain, tapi bagaimana denganmu kau juga punya pacar di luaran sana!" tuduh Angela.

"Angela, aku sudah tidak punya siapa pun. Hanya dirimu yang ada di hatiku," terang Angela.

"Bohong! Kau membohongiku!" Tiba-tiba Angela merasa kesakitan di kepalanya. Verrel menjadi panik lalu berteriak memanggil dokter. 

Setelah Angela di tangani dan menerima suntikan penenang ia akhirnya tertidur pulas. Dokter yang menangani Angela menyuruh Verrel untuk datang ke ruangannya. 

"Maaf, kalau saya memanggil Anda datang kemari. Karena saya tidak ingin percakapan kita di dengarkan oleh pasien," kata dokter.

Verrel mendengarkan dengan seksama keterangan dokter. "Jadi, pasien tidak boleh mendengar perkataan atau sesuatu yang menekannya. Saya tahu, Anda merasa sedih ketika Nyonya Angela tidak mengingat perasaannya pada Anda. Tapi, jika di paksa mengingat akan memicu serangan rasa sakit pada kepalanya. Biarkan ingatannya pulih secara alami. Karena takutnya jika mengalami tekanan terlalu keras maka akan mengakibatkan efek lain yang lebih berbahaya," terang dokternya panjang lebar.

"Baiklah, saya akan mengusahakan yang terbaik," kata Verrel.

"Bersemangatlah, ini demi kesembuhan istri Anda," kata dokter.

Verrel mengangguk lalu ia berpamitan menuju ke ruangan Angela lagi. Dari balik pintu kaca ia mengamati Angela masih tertidur pulas. Verrel mengusap kaca jendela itu, hatinya merasa sedih melihat Angela berubah drastis.

Pria muda itu membalikkan tubuhnya, ia pergi meninggalkan Angela. Untuk sementara waktu ia ingin memberi ruang pada Angela. Karena tiap kali melihatnya, Angela selalu emosi dan menolak kehadirannya.

Dengan langkah gontai Verrel menyusuri lorong rumah sakit. Karena pikirannya sedang melamun, tak sengaja Verrel menyenggol seorang perempuan muda yang tengah berpapasan dengannya. 

"Maaf, saya tidak sengaja," kata Verrel sembari membantu wanita itu mengambil map yang di bawanya berserakan.

Wanita itu malahan tersenyum pada Verrel. Ia segera mengambil mapnya dari tangan Verrel. "Hai, Verrel bagaimana kabarmu?" tanya wanita itu. Verrel mengernyit heran, bagaimana wanita itu bisa mengenalnya? 

"Aku Donita, teman sekolahmu dulu. Aku tahu kau pasti lupa," tebak Donita.

"Iya, maaf aku agak lupa. Apa dulu kita pernah satu kelas?" tanya Verrel.

"Iya, di sekolah menengah kita pernah satu kelas tapi hanya sekali saja. Aku yakin kau pasti lupa," terang Donita.

"Oh, kalau begitu sekali lagi maaf karena menabrakmu. Tadi aku sangat buru-buru," ucap Verrel.

"Tidak masalah, kau di sini sedang apa?" tanya Donita. 

"Istriku di rumah sakit ini. Dia sedang sakit," kata Verrel. Wajah Donita kelihatan terkejut ketika Verrel mengatakan ia sudah beristri.

"Di ruang apa, barangkali aku bisa menjenguknya," tawar Donita.

"Tidak usah, dia butuh ketenangan sat ini. Ya, sudah aku mau kembali ke kantor," pamit Verrel.

Belum sempat Donita mengiyakan Verrel sudah lebih dulu melangkah meninggalkannya. Hati Donita berbunga-bunga bisa bertemu dengan pria pujaannya. Ia sudah lama memendam rasa pada pria itu bahkan masih tersimpan rapat hingga sekarang. Pertemuan yang tidak di sengaja itu membuatnya seperti ada harapan baru.

"Setidaknya ini adalah awal pertemuan kita. Aku yakin takdir pasti berpihak padaku untuk mendapatkanmu Verrel," kata Donita berbicara pada dirinya sendiri.

Perempuan cantik berambut ikal itu melanjutkan perjalanannya menyusuri lorong rumah sakit untuk mengunjungi pasiennya. Donita adalah dokter wanita di rumah sakit dimana Angela di rawat. Ia merupakan dokter kandungan, meskipun belum pernah berkeluarga Donita memilih profesi itu karena arahan kedua orang tuanya yang juga seorang dokter.

Verrel bukannya pergi malah ua istirahat di rumah. Kepalanya terasa pusing memikirkan perubahan Angela. Ia seakan memulai dari nol lagi, memikirkan bagaimana Angela jatuh cinta lagi padanya. 

Angela sama sekali tidak ingat jika ia telah melewati beberapa tahun bersamanya. Dimana perasaan cinta mereka semakin kuat satu sama lain. Verrel merasa dirinya di terbangkan di awang-awang lalu di jatuhkan lagi dari langit ke tujuh. Hatinya sakit sekali. Apalagi mengetahui di hati Angela tidak ada dirinya. Mungkin jika Verrel yang dulu ia tidak akan peduli. Tapi, Verrel yang sekarang tidak bisa hidup tanpa Angela.

Verrel merasa separuh nyawanya hilang di bawa serta bersama hilangnya ingatan Angela. Verrel tidak tahu apalagi yang harus di lakukan. Angela tidak ingin bertemu dengannya. Bahkan melihatnya saja, Angela sudah memarahinya. Padahal jika di tanya dari lubuk hati yang paling dalam ia sangat merindukan istrinya.

Verrel memeluk guling dengan erat, ia  merasa dirinya tidak bersemangat. Rasa lelahnya selama ini menunggui Angela di rumah sakit ketika koma bukannya berbuah manis tapi kepahitan. Verrel berusaha membesarkan hatinya. Setidaknya Angela selamat, ia juga tidak bisa membayangkan jika terjadi hal yang fatal terhadap istrinya.

Meskipun lelah ia sulit memejamkan matanya. Bayangan Angela berseliweran di matanya. Tiba-tiba lamunannya buyar karena suara dering telepon di ponselnya.

Alangkah senangnya Verrel saat melihat siapa yang tengah meneleponnya. Buru-buru ia mengangkatnya. "Ya, halo ada apa sayang?" tanya Verrel.

"Hentikan panggilan sayangmu, aku hanya ingin mengatakan jika aku ingin pulang ke rumah. Aku sudah tidak betah di rumah sakit," kata Angela.

Hati Verrel seakan berbunga-bunga mendengar permintaan Angela. Ia langsung menyanggupinya. Ia juga sudah tidak tahan memeluk wanita kesayangannya. 

"Baik, akan aku usahakan agar kau bisa keluar dari sana," jawab Verrel.

"Bagus, itu yang ku harapkan. Oh, ya katakan pada para pelayan untuk menyiapkan kamarku," kata Angela.

"Kamarmu? Kau satu kamar denganku sayang," jelas Verrel.

"Satu kamar? Tidak, aku tidak mau sekamar denganmu!" ucap Angela tegas.

Angan-angan Verrel tentang memeluk istrinya, mencumbunya, melakukan ini itu buyar sudah. Angela yang sekarang sangat bar-bar.

"Baiklah, aku akan menyuruh para pelayan membersihkan kamarmu," kata Verrel dengan nada rendah. Lebih baik ia mengalah daripada Angela tidak mau tinggal di rumahnya.

"Baguslah, terima kasih Tuan Verrel," kata Angela dingin dan langsung menutup teleponnya.

---Bersambung---

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status