Ivy berdiri di belakang Race yang sedang melihat keluar jendela. Hujan masih deras mengguyur sejak kemarin malam. Hari ini bahkan Ivy dan Race tidak bisa pergi kemanapun karena hujan tidak kunjung berhenti. Ivy berjalan mendekat pada Race lalu kemudian memegang ujung baju Race pelan."Race," panggil Ivy.Race terkejut dan reflek menepis tangan Ivy. Race melihat ke arah Ivy yang lagi-lagi terkejut dengan sikap Race padanya."Ada apa? Kenapa tiba-tiba mengejutkanku seperti itu?" tanya Race yang terlihat merasa bersalah.Ivy menatap Race dengan mata bergetar, Ivy sedang memaksakan dirinya untuk tidak menangis. Ivy tidak mau Race semakin marah padanya jika melihat Ivy menangis."Race, apakah kita bisa berdiskusi sedikit?" tanya Ivy dengan suara bergetar."Tentang apa?" tanya Race dengan kening mengkerut bingung. Tidak biasanya Ivy bertanya seperti ini sebelum bicara."Ini semua tentang Winter," ucap Ivy dengan suara semakin pelan karena takut Race marah lagi jika membahas Winter."Winter?
Suasana dapur di paviliun Ivy tidak terlalu ramai. Di dapur hanya ada Selina dan Gareta yang sedang menyiapkan makan malam. Sedang memotong-motong bahan masakan, Gareta lalu tiba-tiba berhenti dan melihat ke arah Selina."Selina," panggil Gareta."Apa?" jawab Selina tanpa menoleh ke arah Gareta."Kau, merasa ada yang aneh tidak?" tanya Gareta kemudian.Selina menghentikan tangannya memotong daging lalu kemudian melihat ke arah Gareta."Apa yang aneh?" tanyanya kemudian."Tuan muda Race," ucap Gareta sedikit berbisik."Tuan muda? Memang apanya yang aneh?" tanya Selina lagi.Gareta tidak langsung melanjutkan pembicaraannya, dia justru sibuk melihat sekeliling dapur lalu mendekat pada Selina."Kau, ingat ucapan Tuan muda Race? Apa ya maksud dari wanita yang harus dia jaga? Memang Miranda itu siapa?" tanya Gareta kemudian.Selina teringat apa yang Race katakan dan terlihat juga terkejut, kepalanya mengangguk-angguk lalu ikut melihat sekeliling dapur."Apakah kita perlu menanyakan ini pada
"Jadi, karena itu kau sangat baik pada Miranda, tapi maaf, Race bagiku kau sedikit berlebihan," ucap Ivy setelah mendengar semua cerita Race tentang Miranda.Race mengerutkan keningnya bingung mendengar ucapan Ivy."Dia, hanya mantan kekasih Willingga. Bukan berarti kau yang harus menjaganya setelah Willingga tiada. Apakah Willingga memberikan amanah itu padamu?" tanya Ivy pada sang suami.Race menggelengkan kepalanya pelan menanggapi. Ivy sendiri terus tersenyum dan kemudian menghela napas dalam."Lihatlah! Willingga saja tidak menitipkan Miranda padamu, lalu kenapa kau merasa harus menjaga Miranda?" tanya Ivy."Karena dia perempuan yang Willingga cintai, Iv. Jadi bagiku dia juga harus aku jaga," jawab Race tanpa ragu sedikitpun.Ivy menatap sang suami yang benar-benar terlihat serius. Entah kenapa Ivy justru merasa cemburu mendengar ucapan Race, baginya Race terlalu berlebihan. Dipandangi sedemikian rupa oleh sang istri membuat Race menautkan alisnya dan menyadari sesuatu."Iv, kau
Setelah ucapan Ivy di dalam kereta kuda yang membawa Ivy dan Race kembali ke paviliun. Race banyak berpikir dan keduanya kembali perang dingin. Ivy sedang merapikan rambutnya dibantu Gareta, sedangkan Race sendiri justru sedang duduk di ranjang dan memperhatikan Ivy dan Gareta. Sesekali Gareta melirik Race dan sadar kalau majikannya itu sepertinya ingin bicara dengan Ivy.Setelah merapikan rambut Ivy, Gareta lalu tersenyum menatap pantulan wajah Ivy di kaca."Semuanya sudah siap, Nyonya muda Iv," ucap Gareta."Iya, terima kasih, Gareta," ucap Ivy sambil tersenyum."Kalau begitu sekarang waktunya sarapan, Nyonya muda Iv. Bukankah sebentar lagi anda harus pergi ke istana," ucap Gareta."Iya, pergilah ke meja makan lebih dulu, Gareta!" titah Ivy.Gareta menganggukkan kepalanya mengiyakan perintah Ivy, Gareta lalu melihat ke arah Race dan membungkukkan badannya untuk berpamitan. Race hanya menganggukan kepalanya yang tahu maksud dari Gareta membungkukkan badannya.Sepeninggal Gareta, Ivy
Kediaman Raja Michel sedang penuh orang, karena hari ini ada kunjungan dari kerajaan utara dan juga barat. Raja Okra dan Raja Charles sengaja berkunjung untuk membahas pembangunan jalan baru yang akan melewati wilayah timur ini. Raja Michel baru saja menyuguhkan makanan penutup untuk kedua petinggi daerah lain itu. Raja Okra menusuk sepotong peach dengan garpunya."Bagaimana keadaan disini, Raja Michel? Aku dengar semenjak kalian memiliki peramal kerajaan, semua acara berjalan lancar disini," ucap Raja Okra."Ah,,,Ivy maksudmu? Ya, dia sangat berguna disini. Beruntung sekali Race menikah dengan Ivy," sahut Raja Michel."Sejak dulu rumor tentang Ivy itu selalu benar, di barat saja dia jadi buah bibir. Bukan hanya karena kecantikannya, dia juga begitu berbakti dan sangat membantu di keluarga Marionet," timpal Raja Charles.Raja Okra melihat kedua raja yang ada di hadapannya itu bergantian. Raja Okra lalu kembali memasukkan sebuah anggur ke mulutnya dan tersenyum sinis."Berarti kehadira
Tuan Marques melempar semua barang yang ada di atas meja kasar. Nyonya Liana sendiri terkejut dan memegangi dadanya yang berdegup kencang sekarang. Dia tahu kalau sang suami benar-benar marah saat ini. Bagaimana tidak, jika Ivy menggunakan nama Linton maka keluarga Race tentu tidak akan lagi memasok batu ruby untuk mereka, tapi jika sampai kemauan Ivy ini tidak mereka turuti. Maka justru mereka yang akan mengalami kehancuran, Raja Charles merupakan raja yang adil dan bijaksana. Mendengar salah satu warganya teraniaya, maka Raja Charles tidak akan segan memberikan hukuman bagi pelakunya."Seharusnya sejak awal gadis tengik itu mati! Kenapa sekarang dia justru jadi penghalang bagi keluarga Marionet?"Tuan Marques terus mengumpat marah. Sedangkan Nyonya Liana sendiri tidak bisa melakukan apapun.Sejurus kemudian Tuan Marques melihat ke arah sang istri dengan mata tajam."Kau tahu ini semua kesalahanmu, Liana!" ujar Tuan Marques."Bagaimana bisa kau menyalahkanku sekarang, suamiku? Bukank
Malam sudah sedikit larut dan hujan rintik-rintik mulai turun. Ivy baru saja keluar dari kereta kuda yang membawanya pulang ke paviliun. Ivy sedikit berlari kecil di susul oleh Gareta masuk ke dalam paviliun. Mendengar suara Ivy, Race yang sedang ada di ruang santai dengan cepat keluar dan menuju ruang utama. Melihat Race mendekat ke arahnya sembari berlari, Ivy tersenyum kecil."Nyonya muda Iv, sepertinya Tuan muda Race begitu merindukan anda," tutur Gareta sambil tersenyum.Ivy melihat ke arah Gareta lalu tersenyum tipis."Kau benar," sahut Ivy kemudian.Setelah ada di dekat Ivy, Race langsung memeluk sang istri dengan erat."Kenapa lama sekali sampainya?" tanya Race dengan manja.Ivy tersenyum lalu kemudian mengusap pelan punggung Race."Maaf, aku harus datang ke paviliun Winter terlebih dahulu. Hari ini jadwalku melakukan sihir penyembuhan pada Winter," ujar Ivy.Race melepas pelukannya dan kemudian menatap Ivy, Race memegang pipi Ivy lembut."Apa kau tidak merindukanku? Kenapa ju
Race terus saja diam sepanjang perjalan pulang menuju paviliunnya. Kali ini Race benar-benar marah, termasuk marah pada Ivy juga. Race sudah menduga kalau ada yang Ivy sembunyikan, tapi Race tidak juga mengira kalau yang Ivy sembunyikan justru masalah sebesar ini. Race bahkan hampir marah pada sang ayah yang seakan menjadi biang keladi atas keputusan Raja Michel. Walaupun Race menyadari kalau ini juga bukan hal yang mudah untuk Raja Michel, Race tidak bisa menerima begitu saja Ivy harus ikut berperang.Mengingat sang istri akan menghadapi bahaya lagi, Race kehilangan kesabarannya lalu memukul kursi cukup kuat. Race memang pulang sendiri karena Ivy masih harus menerapi Winter, sedangkan Race sudah tidak mau berlama-lama di istana lagi, Race benar-benar muak dengan suasana Istana yang sejak dulu selalu mengekang dirinya."Bagaimana aku bisa menggagalkan rencana konyol ini? Kenapa tidak lepaskan Ivy saja dari jabatannya," ujar Race yang terus mencari cara untuk menggagalkan rencana yang