Share

BAB 28 [GRATIS]

"Aku tahu kamu membenciku, tapi tolong jangan membantah. Bekerjasamalah, untuk bayi itu," tunjuknya ke arah perutku.

"Aku tidak senang dengan sikapmu itu, yang seakan- akan, kita ini adalah pasangan. Aku dan anak ini hanyalah korbanmu."

"Ya, aku tahu. Itu bagian dari bentuk tanggung jawabku sama kamu, Nara. Aku akan mengurus kamu dengan baik, sampai anak itu lahir."

"Kenapa tidak kita gugurkan saja? Setelah itu, kita bersikap saling tidak kenal saja."

"Jangan coba- coba berani, kamu menyakiti anak itu."

Aku mendengkus.

"Aku tidak akan pergi ke dokter," ujarku membuang pandangan.

"Apakah kamu mau, aku menghentikan penjagaan untuk Zaskia? Karena Ibu tirimu, masih bersikeras mengganggu Zaskia. Karena apa? Ia masih penasaran, karena mayatmu hingga detik ini belum di temukan."

Aku tersentak, dengan tubuh yang kembali bergetar, mendengar ucapan Angkasa.

"Mereka masih mengincar Zaskia?" tanyaku.

"Ya, aku mengirim beberapa orang, untuk menjaga kediaman Zaskia dan keamanan kemana pun Zaskia pergi. Tapi jika kamu terus membantahku, maka aku tidak akan berbaik hati lagi, pada sesuatu yang bukan menjadi urusanku."

"Baiklah, kita pergi," lirihku. Kami pun akhirnya pergi, Angkasa memintaku untuk mengenakan masker penutup wajah, demi keamanan.

"Untuk sementara ini, aku tidak ingin keberadaan kamu di ketahui, karena aku tidak mau terjadi apa- apa pada calon anakku," gumam Angkasa, ketika kami sedang menuju ke tempat dokter praktek kandungan.

Bukan hanya aku yang menutup wajah dengan masker, Angkasa juga melakukan hal yang sama.

"Bagaimana kabar, Nenek?" tanyaku. Ada rasa rindu di hati ini, kepada Nenek Asia, yang sudah lama tidak bertemu.

"Masih tahap penyembuhan," jelas Angkasa.

"Semoga Nenek segera sembuh, aku merindukannya," gumamku pelan, Angkasa tidak menyahut apapun, lelaki itu hanya fokus mengemudi.

Sesampainya di dokter praktek, kami pun duduk, setelah mengambil antrian.

Aku dan Angkasa hanya terdiam, sambil sesekali aku melihat ke arah para pasangan suami istri, yang juga datang untuk memeriksakan kandungan.

Ada yang sudah hamil tua, membuatku merasa terharu, ketika suaminya selalu tersenyum menatap istrinya, sambil tangannya terus mengelus- elus perut sang istri.

Mereka pasangan, sedangkan aku dan Angkasa? Hanyalah sebuah kesalahan, yang membawa kami berakhir di tempat ini.

Untuk pertama kalinya, aku dan Angkasa memasuki ruangan dokter kandungan, dan mulai di periksa. Suara detak jantung calon anakku, membuatku amat terharu.

"Bayinya sehat, detak jantungnya bagus." Begitulah suara dokter, membuatku semakin takjub dengan anugerah Tuhan yang satu ini.

Rasanya benar- benar luar biasa, ada nyawa yang tumbuh di dalam rahim ini.

Usai periksa kandungan, kami pun kini telah pulang ke apartemen. Di apartemen, rupanya kedatangan kami, telah di tunggu seorang laki- laki, yang berpakaian cukup rapi.

"Oh, Pak Jatmiko. Sudah lama?" tanya Angkasa, dan mereka bersalaman, ketika lelaki yang bernama pak Jatmiko itu berdiri.

"Tidak juga, baru saja," jawabnya sambil tersenyum ramah.

Aku berniat menuju ke kamarku, namun suara Angkasa menghentikan langkah ini.

"Nara, duduk di sini," pinta Angkasa.

Aku pun tidak berani membuat penolakan, sehingga memilih untuk menurut saja. Bi Aya datang, membawakan minuman untuk kami.

Setelahnya, wanita itu berpamitan, karena jam kerjanya sudah selesai. Angkasa mengangguk, dan bi Aya pun pergi dari apartemen.

Aku menjadi was- was kembali, karena berada di apartemen ini, dengan dua orang lelaki.

"Pak, sudah di siapkan, surat perjanjian yang saya minta?" tanya Angkasa, kepada pak Jatmiko.

"Sudah, Pak." Lelaki itu mengeluarkan amplop coklat, dan menyodorkannya kepada Angkasa.

Angkasa meraihnya, dan mengeluarkan kertas putih yang berisi perjanjian.

Kemudian, dia memberikannya kepadaku.

"Baca dulu, setelah itu kamu bisa menandatanganinya," jelas Angkasa.

Aku pun mulai membaca isi perjanjian itu.

"Aku harus menyerahkan anak ini padamu, setelah dia lahir?" tanyaku.

"Tentu saja, karena aku menginginkan anak itu, sedangkan kamu tidak!!" jawabnya dengan santai.

"Jika aku menolak, kamu akan menuntutku?" Aku kembali tercengang, dengan segala bentuk perjanjian yang dia buat.

"Ya."

"Kompensasinya juga cukup besar! Dan kamu bisa mewujudkan mimpi- mimpimu. Bahkan, aku bersedia berada dibelakangmu, jika Ibumu tirimu berbuat macam- macam. Aku juga bisa memberimu kekuatan. Tapi jika kamu menolak, aku tidak segan- segan, memberikan kamu kehancuran."

Aku terdiam sejenak, mendengar ucapan Angkasa.

Catatan:

Terima kasih teman-teman sudah membaca cerita ini. Namun, saya harus melakukan persalinan akhir bulan Juli ini. Jadi, mohon pengertiannya untuk menunggu kelanjutannya 🙏

Comments (1)
goodnovel comment avatar
ari3fafi3sha
Bila mau sambung, kelamaan liburnya..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status