Kejadian malam tadi membuat gertakan tersendiri untuk ku. Walaupun Max tidak mengatakannya dengan rinci namun aku paham beberapa hal tentang Max yang akan selalu ku ingat.Kini aku tengah berdiri di depan cermin seraya termenung sejenak memikirkan Max. Dengan perlahan-lahan aku menaik-turunkan ganggang pasta gigi ku. "Jika Max berprilaku seperti itu apa dia mempunyai tekanan sejak dini oleh orang tuanya? Aku pun tidak tahu asal-usul Max seperti apa. Mungkin memang benar jika dia mempunyai tekanan karena kedua orang tuanya." Aku berkumur dan langsung pergi ke kamar mandi setelahnya.Ketika aku telah bersiap untuk pergi berkerja aku memaku pandanganku sejenak di ruangan tamu lewat ambang pintu kamar ku. Tadinya aku pikir Max akan keluar dari kamarnya dan beraktivitas di dapur atau ruang tamu seperti biasanya namun ternyata tidak.Tidak ingin berlarut-larut memikirkan Max aku lantas pergi ke arah pintu dan keluar menuju tempat parkir.Di Parkiran.Aku tidak menyangka jika di parkiran aku
Laya terus-menerus bertanya tentang keadaanku sejak awal kedatangan ku. Dan berulang-kali aku telah menjawab pertanyaan namun Laya terus mengajukan pertanyaan lain. "Kau tidak ingin memeriksa diri ke Dokter, Shella? Bisa saja kau mengalami penyakit pelupa." Aku memutar bola mataku malas. "Ayolah Laya... Kau berlebihan bukan?" "Tetapi apa kau sungguh-sungguh tidak apa-apa?" Laya bertanya untuk kesekian kalinya lagi. Kedua tangan ku menepuk wajah Laya dengan pelan. "Sampai kapan kau akan terus menanyakan itu?" Laya mengengam tangan Shella yang berada di wajahnya. "Berjanjilah untuk selalu mengajariku Shella." "Baiklah... Aku berjanji-" "Shella?" panggil Alex. Aku berpindah menatap Alex yang kini berada di belakang Laya. "Ya? Ada apa Alex?" "Apa kau sudah sarapan pagi ini?" "Mungkin aku akan sarapan di kantin nanti." Alex mengeluarkan makanan yang ia pesan secara khusus untuk Shella. "Makanlah ini." Alex menaruh makanan itu tepat di meja Shella dan pergi. Laya teru
Aku telah tiba di apartemen lima menit yang lalu dan kini aku menunggu kedatangan Max di ruang tamu. Aku menatap jam tangan ku yang menunjukkan pukul 22:35. "Apakah dia tidak pulang ke Apartemen hari ini?" Pintu Apartemen terbuka menampilkan sosok Max dengan tas panjangnya memasuki Apartemen. Tibanya Max di ruang tamu ia menyadari jika Shella berada di sana. Namun Max tidak berkeinginan menyapa dan memilih memasuki kamar."Bisa kita bicara Max?"Tangan Max sudah menarik kenop pintu tertahan untuk mendorongnya karena tiba-tiba Shella berkata seperti itu. "Tunggulah..." ucapnya kemudian memasuki kamar.Karena mendapat jawaban yang memungkinkan aku menunggu Max hingga dia keluar dari kamarnya.Berselang beberapa menit Max akhirnya keluar dan menghampiri Shella yang tengah duduk di sofa. "Apa ini tentang Alex?""Lebih tepatnya tentang kalian berdua. Apa yang telah terjadi tadi malam?""Aku benci menjelaskan Shella.""Perkelahian kalian hari itu... A
Aku terus merenung dan menyalakan diriku atas apa yang telah terjadi pada max. Sesekali aku memandangi pintu IGD menunggu seseorang keluar dan mengatakan apa yang terjadi pada Max.Hingga suara dering handphone membuatku tersentak. Aku mengambil handphone yang ada di saku dan melihat dari siapa panggilan itu berasal. "Alex?" Aku mengangkat panggilan tersebut."Di mana kau? Kenapa tidak menjawab panggilan ku? Shella... Apa kau baik-baik saja?" Alex mendengar suara isak tangis Shella. "Shella...""Aku tidak bisa berangkat Alex.""Kenapa? Ada sesuatu yang terjadi?""Max... Max mengalami kecelakaan.""Max? Lalu bagaimana denganmu? Apa kau ikut terluka.""Tidak. Hanya Max.""Shella tunggu aku. Aku akan segera kesana dan tolong kirimkan alamatnya padaku." Alex menutup panggilan dan bergegas meminta izin untuk pergi sebentar.Setelah Alex mengakhiri panggilan aku beralih memanggil Gael untuk datang ke rumah sakit dan menemaniku.Di Kediaman Jia.
Aku tiba di Apartemen dan langsung tertunduk lemas di depan pintu. Terus-menerus perasaan bersalah membuatku ingin menangis.Entah mengapa aku begitu merasa sangat bersedih atas kecelakaan yang menimpa Max, mengingat Max hanyalah pasangan kontrak yang pada akhirnya akan meninggalkan ku. Apa ini karena trauma saat kehilangan ayah di rumah sakit? Sekilas perasaan trauma itu sungguh benar adanya namun perasaan yang kini aku rasakan seolah lebih mendalam. Seperti takut kehilangan seseorang tersayang untuk kedua kalinya.Aku mencoba menguatkan diriku dan pergi ke kamar.Saat ini Gael dalam perjalanan ke Apartemen Shella. Ia bahkan membawakan beberapa makanan untuk dinikmati bersama dan juga untuk berjaga-jaga agar tidak kelaparan.Tibalah Gael di depan pintu Apartemen. Ia segera menekan bel lalu tidak berselang lama Shella membukakan pintu.Di Ruang Tamu."Makanlah sesuatu agar kau tetap kuat Shella?" Gael membuka bungkus makanan yang ia pesan sebelumnya dan
Di perjalanan menuju rumah sakit, Gael dan Shella diberikan tumpangan secara paksa oleh Alex dan membuat mereka berada di satu mobil yang sama."Inilah kenapa aku tidak ingin mengajaknya bersama kita!" ucap Gael."Kau sungguh kejam Gael. Apa aku pernah membuat kesalahan padamu?" ucap balasan dari Alex. Hanya perasaannya saja atau memang Gael merasa tidak nyaman padanya? Alex tidak ingat jika pernah membuat Gael marah sebelumnya. "Sudahlah... Kenapa kalian berdua seperti ini?" ucapku menengahi mereka."Benar! Kau harus memarahi sifat Gael, Shella.""Kau pun sama Alex! Berhenti mengganggunya."Gael tertawa kecil mendengar perkataan Shella. Ia lantas mengambil handphone untuk mengusir rasa bosannya. Ia sangat menyukai membaca artikel yang tengah menjadi pembicara. Saat layar handphonenya menyala ia langsung mencari artikel yang tengah panas hari ini."Termutilasi nya wanita di dalam koper. Apa ini?" Gael membuka artikel tersebut dan segera membacanya.
Keheningan menyapa mereka dan tidak ada satupun yang ingin memecahkan baik Oky, Jordi dan Elisa.Menangkap perkataan ayahnya, Elisa berpikir jika perkataan itu tertuju olehnya karena hanya ialah yang pernah melakukan hal serupa. Walaupun benar itu adalah perbuatannya tidak mungkin ia mengatakan dengan lantang jika ia melakukannya di depan orang tuanya. Bisa-bisa Elisa kembali di rawat dan mungkin saja di penjara."Apa... Kalian mencurigai ku?" ucap Elisa. Ia sengaja menurunkan nada bicaranya seolah terdengar memelas.Segera Oky menggenggam tangan putrinya. "Apa yang kau katakan Elisa? Kami tidak berpikir begitu.""Ayah harap kasus itu tidak ada hubungannya denganmu!""Apa yang kau katakan? Tentunya itu tidak ada hubungannya dengan putri kita Jordi! Berhentilah memojokkannya!" Oky telah melupakan luka lama itu dan ia yakin jika putrinya telah berubah. Tidak mungkin Elisa melakukannya bukan?"Maafkan Ayah jika mencurigai mu. Ayah hanya sangat berharap bawa
"Apa tujuanmu hanya untuk menyampaikan berita itu?" ucap Jordi."Bukankah ini informasi yang penting? Aku dengan baik hati menyampaikannya. Harusnya kau berterima kasih padaku."Elisa tengah berada di ruangannya. Ia mencoba berpikir bagaimana caranya agar kedua orang tuanya tidak mencurigainya. Padahal dirinya telah menjadi pribadi yang baik selama ini dan jika sesuatu terkuak di hadapan mereka kira-kira seperti apa nasibnya selanjutnya? Elisa benar-benar tidak ingin kembali ke RSJ itu."Mungkin aku harus bersikap lebih baik dihadapan mereka. Aku akan menemui Ayah dan Ibu diluar." Elisa keluar dari ruangan pribadinya untuk menghampiri kedua orang tuanya.Dari tangga Elisa melihat seseorang yang sudah begitu lama tidak ia lihat. "Siapa ini? Ternyata ada tamu yang tidak diundang? Paman Boni." Sebuah senyum terukir di bibirnya. Perlahan-lahan Elisa menuruni tangga dengan senyum.Jordi menenangkan dirinya sejenak. Kedatangan Boni ternyata hanya membuat luka lama