"Maaf Kak, aku masih belum siap untuk hal itu," ujar Grace lirih dengan raut bersalahnya.
Marvel mengangkat kepalanya dari ceruk leher Grace, menatap istrinya yang kini menatapnya bersalah."Hey, it,s ok. Mukanya jangan gini." Tangan Marvel mengusap lembut pipi berisi istrinya."Saya nggak papa, kalau kamu memang belum siap nggak masalah. Saya siap nunggu, sampai kapanpun itu," ujar Marvel serius, tatapannya begitu teduh dan lembut.Hal ini memang sudah pernah mereka bicarakan dari jauh hari, dan Marvel memang sudah pernah bilang, bahwa laki-laki itu tak masalah jika Grace belum siap untuk hamil. Marvel bilang siap menunggu, ia juga bilang ingin menikmati masa-masa berdua bersama Grace, Marvel ingin lagi lebih dekat dan terikat kepada Grace. Raut wajah Grace berubah suram ketika mengingat hal itu, ia jadi merasa bersalah kepada Marvel. Laki-laki itu pasti menginginkan keturunan, bagaimanpun, dalam sebuah pernikahan pasti dari kedua belah pihak atau salah satunya"Duduk di mana kita?" tanya Grace sambil celingukan sana-sini, mencari bangku kosong yang bisa ia dan Xella tempati."Situ aja yuk, sekalian mojok," tunjuk Xella pada bangku kosong yang terletak di pojok"Mojok aja sana sendiri," cibir Grace, namun tak ayal juga melangkah ke arah bangku tersebut. Xella mencibir dari belakang.30 menit kemudian mereka sudah selesai melahap habis pesanan mereka, Xella paling rakus, karena perempuan itu memesan sampai dua menu makanan. Grace tidak, ia masih kenyang karena tadi sempat makan di kantin."Kenyang banget ..." Xella langsung menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, mengusap perutnya yang sedikit membuncit dengan pelan.Grace mendengkus, "rakus," ucapnya tanpa beban, sudah terbiasa saling mengatai satu sama lain.Tangan Grace beralih mengobrak-abrik isi tasnya, mengambil sesuatu dari dalam sana."Nih, hadiah dari aku." Tangan Grace terulur memberikan sebuah kotak kecil berwarna mint ke arah Xella.
"Tapi ini nggak gratis," bisik Marvel di telinga Grace.Grace sempat merinding, ia langsung mengurai pelukan tapi tidak bisa karena Marvel menahan pinggangnya. Akhirnya, Grace hanya mendongak menatap Marvel yang juga menatapnya."Ish, masa gitu." Grace mencebik protes, Marvel gemas hingga ia dengan cepat mendaratkan satu kecupan ringan di bibir Grace."Kakak, ih ..." Grace makin mencebik karena Marvel bukan hanya sekali mengecupi nya, tapi berkali-kali."Kenapa, hum?"'Malah dia yang nanya kenapa?!' sewot Grace dalam hati."Masa nggak gratis?" tanya Grace sebal sendiri."Ya iya, kamu harus kasih saya sesuatu dulu," ucap Marvel sambil mengelus surai halus Grace."Apa?" tanya Grace dengan mata bulatnya.Marvel mendekatkan wajahnya pada wajah Nara, laki-laki itu berbisik tepat di hadapan bibir Grace."Kamu."Grace lola sebentar, lalu setelahnya langsung menjerit kaget ketika Marvel menggendongnya seperti koala."Kakak," cicit
"Hum." Marvel mematikan sambungan telepon sebelum, ia sudah berada di dekat kampus Grace.Mobilnya memasuki area kampus, dengan pelan ia membawa mobilnya menuju parkiran para dosen. Sesudah terparkir, Marvel langsung keluar, dan itu menyita perhatian beberapa orang yang memang ada di sekitaran sana. Langkah lebar Marvel mulai membawanya menuju gedung kampus, ia tak perlu petunjuk arah, karena dirinya sudah cukup hapal tempat ini. Ada beberapa hal yang tidak ia suka di tempat ini-mahasiswinya banyak yang centil, terlalu heboh jika melihat pria tampan. Dan kuping Marvel rasanya panas ketika mulut mereka tak henti-hentinya mengoceh mengenai dirinya. Setibanya di depan pintu dengan papan nama Beercus Rajacks, Marvel langsung saja mengetuk, mendengar kata 'masuk', Marvel tak membuang waktu. Di bukanya pintu tersebut, dan Marvel dapat melihat seorang laki-laki yang lebih tua setahun darinya, tengah duduk dengan kaca mata bertengger di hidung pria tersebut."Eh, lo Mar? Cepat ban
"Ekhem!" Beercus berdehem, "pesanan sudah datang," ucapnya dengan senyum terpaksa.Lain kali, ia tidak akan mau menemani Marvel menemui istrinya lagi di kampus. Sudah cukup kali ini saja pengalamannya melihatkemesraan sahabat sendiri. la iri, tidak bohong."Mau?" tawar Marvel dengan memegang sendok yang sudah berisi nasi goreng di dalamnya.Grace menggeleng, "udah kenyang," tolaknya.Marvel mengangguk, mulai menyuapkan nasi gorengnya ke dalam mulutnya. Karena ia memang sungguh merasa lapar. Grace hanya diam memperhatikan Marvel, Grace berkali-kali sadar jika suaminya ini tampan, dan ia juga sudah berkali-kali di buat terpesona.Deg!Sedari tadi, jantung Grace berdetak abnormal semenjak kedatangan Marvel yang tiba-tiba. Di tambah lagi, kini ia duduk berdempet dengan Marvel, mencium aroma khas suaminya tersebut, membuat jantungnya memompa lebih cepat. Apa lagi, saat kilasan kejadian tadi pagi, saat Marvel mengantarnya kuliah-tepatnya di mobil terl
"Terserah kalian mau percaya atau nggak, saya nggak punya waktu buat ngeladenin orang yang sok tahu tentang hidup saya. Lagian--" Grace berucap santai, tapi mampu membuat keempat perempuan tadi naik pitam hingga kalimatnya di potong."Sok banget lo! Liat aja, dengan muka lo yang pas-pasan itu, Marvel bakalan bosan sama lo. Dan setelah dia bosan, di bakal ninggalin lo! Jadi sampah deh," ejeknya dengan tatapan sinis. Grace mengernyit, tahu dari mana jika itu Marvel."Gue yakin, dia udah nggak perawan. Udah berapa cowok lo porotin?" Perempuan dengan gaya seperti tante-tante menyahut.Grace tak kenal mereka, tapi kenapa mereka sibuk sekali mengurusi hidupnya."Maaf, tapi sebaiknya jangan suka menyela saat orang berbicara, tidak sopan. Saya juga nggak di bayar, tapi saya di akad-in," ucap Grace sambil menunjukkan tangan kanannya, tepat di jari manisnya tersemat cincin emas dengan mata berlian di tengahnya.Ke empat perempuan tadi terdiam membisu, satu di antara m
"Kak," panggil Grace sambil mencoba mendorong bahu Marvel.Tak ada pergerakan, "gini aja, saya nyaman," gumam Marvel mengeratkan pelukannya."Duduk dulu, masa berdiri terus," heran Grace.Marvel menjauhkan kepalanya dari leher Grace, menatap istri mungilnya yang hanya sebatas dadanya. Dengan sekali gerakan, Grace sudah berada dalam gendongan koalanya. Grace terpekik kaget, Marvel terlalu tiba-tiba. Marvel mengacuhkan keterkejutan Grace, langkah besarnya membawanya bersama Grace menuju kursi kebesarannya. Marvel mendudukkan diri, dengan Grace di pangkuannya. Grace tentu saja makin membulatkan mata terkejut."Kak, nanti ada yang liat," cicit Grace ingin menurunkan dirinya.Marvel menahan, mengecup singkat pipi tembem Grace, "nggak akan ada," ucapnya tenang. Melanjutkan kembali pekerjaannya yangsempat tertunda."Ih, nanti ada yang masuk. Turunin ..." rengek Grace, Marvel hanyaabai, membuat Grace mencebik.Jika sudah berkeinginan, maka tida
"Nggak tuh! Kalau nggak mau jawab ya udah!" lesal Grace, duduknya tak lagi menghadap Marvel. Dengan dongkol Grace menghitungi jumlah motor yang mereka lewati dari balik jendela. Marvel terkekeh, "nggak usah merajuk gitu," godanya dengan tangan sudah mengelus rambut Grace.Namun kepala itu dengan cepat menghindar. Karena Grace yang terus diam tanpa kau memandangnya, akhirnya Marvel menyerah menjahili Grace."Dia suka sama saya, dan nggak terima kalau saya sudah beristri," jelas Marvel akhirnya.Grace yang mendengar makin masam saja wajahnya."Kenapa nggak terima?" tanya Grace berupa gumaman, namun pendengaran tajam Marvel mampu mendengarnya."Karena istri saya lebih cantik, lebih baik, dan lebih segalanya dibanding dia."Wajah Grace langsung memanas mendengarnya, pipinya memerah hingga ke leher dan telinga."Apa sih Kak? Gombal terus dari pagi tadi perasaan." Grace pura-pura acuh, ia memalingkan wajah menghadap jendela tak ingin ketahuan tengah sala
"Kak." Suara Grace teredam karena wajahnya dibenamkan Marvel pada dada bidang suaminya tersebut.Marvel tak menyahut, ia malah membawa Grace masuk begitu saja ke dalam rumah dengan posisi kepala Grace masih terbenam di dadaMarvel. Jadinya ya begitu, jalan mereka terlihat aneh, terutama Grace."Woy! Marvel laknat! Gue mau peluk Adek gue!" teriak Bryan, laki-laki yang kini melangkah mengejar Marvel dengan jengkel."Lo tuh ya, ganggu ... mulu momen gue sama Grace dari jaman seuprit sampai segede ini," keluh Bryan sambil mencoba meraih Grace, namun Marvel lebih sigap menyembunyikannya.Marvel tak membalas, tak ingin peduli dan lebih memilih menuju asal suara ramai berasal, dan itu dapur."Kak, pengep ini," keluh Grace sebal, yang akhirnya membuat Marvel membebaskannya juga tapi dengan tangan beralih merangkulnya.Bryan hanya bisa mencibir dari belakang, melihat sifat posesif Marvel yang sudah ada sejak zaman masih menjadi zigot. Namun setiap kali meng