“Sebuah laporan baru saja tiba,” ucap Frank yang berjalan di belakang Hagen.
Kedua pria itu memasuki lobby Blake Tower yang seketika membuat langkah-langkah para pekerja di sana berhenti sejenak untuk menyambut kedatangannya. Pria hanya mengangguk beberapa kali pada mereka yang memanggil ‘sir’ ketika berpapasan jalan.
“Berikan padaku,” ucap Hagen, berhenti di depan lift executive sembari memeriksa jam yang melingkar di lengan.
Karena itu bukanlah laporan yang memiliki bukti tertulis, maka Frank pun memajukan diri sembari membisikkan sesuatu, yang seketika mengetatkan rahang Hagen begitu mendengarnya.
Dia menoleh sejenak ke arah tangan kanannya itu dengan sebelah alis naik mendekati dahi, menandakan bahwa dia menginginkan penjelasan lebih.
“Mereka bertemu di star kafe,” ucap Frank, memberitahu lokasi pertemuan antara Alfred dan Hestia. “Kami tidak bisa memastikan apa yang sedang mereka bicarakan,
Setelah pekerjaannya selesai, Hagen pun menaruh beberapa dokumen ke sudut meja. Dia pun duduk sejenak sembari menarik napas, sebelum akhirnya mengambil salah satu bingkai foto Camellia dari salah satu laci.Cukup lama dia memandangi photograph gadis itu, namun beberapa saat kemudian Hagen pun menaruhnya ke tempat semula. Dia hendak melanjutkan beberapa pekerjaan saat tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu yang membuat pria itu berhenti sejenak.“Masuklah,” ucapnya, mengetahui siapa yang berada di luar sana.Frank pun memasuki ruangan dengan wajah masam dan pandangan lelah.Mendapati bawahannya memasang ekspresi masam, seketika saja Hagen memberi tatapan bertanya, yang langsung Frank jawab dengan nada kesal.“Pria itu masih di Denver.”Sebelah alis Hagen pun mendekati dahi, dan pria itu mengangguk samar sembari terus melanjutkan pekerjaan yang tadi tertunda.Melihat sikap acuh tak acuh atasannya, Frank me
“Kenapa aku tidak dibolehkan untuk masuk? Apa kau tidak tahu siapa aku?” jerit Irene dengan wajah memerah marah.Gadis itu bahkan telah menampar satu penjaga, namun tidak ada yang berani mengusir secara terang-terangan. Yang pria-pria itu lakukan hanyalah melihat serta meminta Irene untuk pergi secara baik-baik.“Biarkan aku masuk ke dalam! Kalian tidak berhak memperlakukan seperti ini!”Beberapa kali gadis itu mencoba melukai para penjaga yang tampak berat hati untuk mengusir secara paksa.Sementara itu, Erlinda yang sejak tadi mengawasi keributan di depan gerbang melalui CCTV yang terpasang di ruang keamanan hanya bisa diam memperhatikan. Dia mencoba menghubungi Frank yang seketika menjawab panggilan.“Ada apa?”“Gadis itu datang lagi,” ujarnya, memberi pengaduan disaat mata terus memperhatikan pertengkaran antara Irene dengan seorang petugas keamanan yang baru. “Dia bahkan sudah menamp
Athena baru saja membereskan meja kerjanya. Dan dia sudah bersiap-siap hendak beranjak pergi untuk pulang ke rumah, namun tiba-tiba saja sebuah panggilan dari ruang kerja Hagen menghentikan dirinya seketika. Disela-sela perasaan gugup yang ditutupi dengan rasa percaya diri, Athen pun berjalan mendekati ruangan kerja atasannya tersebut.Wanita itu mengetuk pintu sebanyak dua kali, sebelum akhirnya terdengar suara maskulin yang mempersilahkan masuk dari dalam.Awalnya Athena memilih untuk mengintip sedikit dengan memasukkan kepala lebih dahulu, namun setelah Hagen menyuruhya menutup pintu, wanita itu pun masuk ke dalam dengan langkah perlahan-lahan dan penuh kehati-hatian.Jelas sekali bahwa dia sengaja mengulur waktu, hal yang tentunya sudah Hagen ketahui.Pria itu pun menunjuk kursi yang ada di hadapannya menggunakan isyarat anggukan dagu.“Duduklah, ada hal yang ingin kudiskusikan denganmu,” jelas Hagen, yang semakin membuat sekr
Tanpa menyusul Camellia, Hagen malah berjalan menuju ruangan di mana meja bar berada. Dia duduk sebentar di salah satu sofa sembari menikmati cairan keemasan yang baru saja dituang di atas gelas kristal. Matanya tampak fokus memandang ke luar jendela, dengan guyuran hujan di luar sana.Dia tidak mengira akan turun hujan secara tiba-tiba, sehingga Hagen tidak sempat memberikan perintah baru untuk para penjaga di luar gerbang.Setelah beberapa waktu menikmati cairan penghangat tubuh itu, akhirnya Hagen pun mengeluarkan ponsel dan mencoba untuk menghubungi seseorang.“Halo,” jawab suara di seberang dengan nada terdengar kesal. “Ada apa lagi kali ini?”Seketika Hagen pun memeriksa layar ponselnya, memastikan bahwa dia tidak menghubungi orang yang salah. Setahunya hanya ada satu pria yang akan menjawabnya dengan sambutan tidak ramah, yaitu Timothy, tetapi melihat nama yang tertera di ponselnya adalah Connor Black, Hagen pun sempat berta
Brandon Brown menatap Jaxon yang menahannya untuk tidak pergi ke Lancester, hal itu membuat dia terdiam sembari berpikir cukup lama.Dan mendengar suara tangis Athena yang memohon-mohon agar dia segera menyelesaikan urusan dengan Hagen semakin membuat pria itu pun terpukul.Belum lagi karena kejadian ini Brandon harus memikirkan ulang rencana ke depan.“Aku tidak bisa membiarkan gadis itu menghadapi Hagen sendiri,” gumamnya, sembari memandang wajah-wajah dari para anggota Red Cage yang sedang berkumpul di sekitar. “Dia bahkan dengan berani memberikan uang buka mulut.”Ekspresi yang Brandon tunjukkan lebih seperti rasa kesal. Dia sadar bahwa sahabatnya itu pastilah di ambang rasa putus asa untuk menariknya ke Lancester, karena Blake Hagen tidak dapat melakukan apa-apa bila Brandon berada di Denver. Daerah ini bukanlah teritorialnya, sehingga menyakiti salah satu anggota Red Cage dapat mengakibatkan perang terbuka bagi keduanya.
Sebuah panggilan dari sekretaris pribadinya membuat Hagen pun menghentikan pekerjaan sejenak. Dia mendengarkan dengan seksama apa yang baru saja Athena sampaikan.“Sir, Mrs. Duncan ingin bertemu.”“Siapa? Ulangi lagi?” tanya Hagen, berpikir bahwa mungkin saja dia salah mendengar. Tetapi saat Athena mengulang satu nama, dia yakin mungkin sekretarisnya itulah yang salah paham.“Dia tidak dipanggil dengan Mrs. Duncan, tetapi sudah berganti menjadi Mrs. Winston,” kata Hagen, meluruskan. “Tapi, bagaimana kau bisa mengetahui bahwa dia Mrs. Duncan?”Untuk sesaat Athena tampak gelagapan. Jelas sekali bahwa dia tidak siap dengan pertanyaan barusan.Hal itu Hagen tanyakan, karena tidak mungkin Amanda mengatakan bahwa dirinya adalah Amanda Duncan disaat-saat wanita itu bersikeras telah mengganti nama.“Ah, itu … beliau mengatakan bahwa dirinya adalah Ibu dari Miss Camellia Duncan.”
Malam itu Hagen memutuskan untuk turun beranjak dari ranjang. Dia menyelimuti Camellia hingga menutupi bahu telanjangnya. Cukup lama pria itu mengamati wajah terlelapnya yang nyaris tenggelam di atas bantal. Namun, sesuatu pun membawa pria itu untuk turun ke lantai bawah.Dia mendatangi Frank yang kebetulan duduk di dalam ruang pertemuan. Dengan secangkir kopi dan cerutu, keduanya menikmati keheningan malam.Jam dinding masih menunjukkan pukul delapan, tetapi Kastil Petunia seakan telah mati suri tanpa suara-suara pelayan yang mengisi. Mungkin saja karena Hagen sudah membebas tugaskan mereka sejak tadi, sehingga sebagian memilih ke kamar masing-masing untuk beristirahat.Dalam suasana tenang, dia menyeruput kopinya sembari menopang kaki pada sandaran di bawah meja.Dan setelah keheningan itu berlalu, Hagen pun mulai bersuara.“Amanda akan segera menikah.”Sengaja Hagen tidak mengatakan hal itu dalam perjalan menuju ke Petunia, ka
Mata Camellia membuka ketika dia merasakan sesuatu yang hangat menyentuh punggung telanjangnya, dan saat itulah dia menyadari bahwa Hagen sedang berada di atas tubuhnya sembari terus mengecup-ngecup pelan di sepanjang tulang punggung hingga ke bawah.Rasa geli dan panas akibat kecupan itu membuat tubuh Camellia bergetar. Hingga dia tidak bisa menahan jempol kaki yang menekuk ke arah ranjang, serta jari-jemari tangan yang meremas seprei yang sedang dia tiduri.“Morning,” bisik pria itu dengan nada suara yang parau, membuat kelopak mata Camellia yang tadi bergetar pun membuka perlahan-lahan.“Mo-morning,” jawabnya terbata ketika merasakan sesuatu mendesak masuk di antara kedua paha. “Uhhh.”Dan saat itulah terdengar suara lenguhan panjang tertah