Hagen baru saja kembali dari salah satu toko perhiasan. Tangannya terus saja memegang sebuah kotak cincin yang berada di dalam saku celana meskipun saat itu dirinya dalam keadaan berjalan.Kaki jenjangnya teru saja membawa pria itu mendekati kamar perawatan Camellia. Namun, sebelum dia benar-benar tiba, sebuah firasat membuatnya seketika mempercepat langkah.Dan benar saja. Setelah pintu ruang perawatan itu dibuka, Camellia tidak ada di dalam sana.Dengan perasaan marah dan kesal, Hagen pun segera menghubungi seseorang yang kemungkinan bertanggung jawab akan semua ini.“Angkatlah, brengsek!” umpat Hagen, dikarenakan panggilannya ditolak berkali-kali. Dan sebanyak itu pula dia tidak menyerah.Saat panggilan yang entah ke berapa, barulah telinganya mendengar sebuah sapaan di ujung sambungan.“Aku tidak mengira kau akan terus mencoba, Hagen,” ejek Jaxon, yang dengan sangat jelas memancing amarah.Mendengar suara langkah kaki yang mendekat, kepala Hagen sedikit terangkat. Dan saat itu dia
“Ha-happy Wedding?” gumam Hagen dengan gumaman bertanya. Matanya menatap marah bercampur bingung ke arah Jaxon yang kini menepuk pundaknya pelan. “See, tidak sulit membuat hari ini menjadi lebih indah lagi,” ucap Jaxon dengan kepuasan yang kentara di wajah. Jelas sekali bahwa pria itu sangat senang akan rencananya yang sama sekali tidak melibatkan Hagen sedikit pun. Sejenak, tangan Hagen mengepal, dan dia menahannya agar tetap berada di sisi tubuh. Sementara manik obsidiannya menatap panas ke arah Jaxon yang mulai berjalan menuju pintu dan diikuti oleh yang lain. Sebelum mereka tiba di depan pintu, kepala Jaxon menoleh ke arah Hagen yang seolah hendak melubangi punggungnya dengan tatapan laser nan membara. “Kenapa berdiri saja? Masuklah,” ajak Jaxon, mengisyaratkan dengan tangannya pada pintu di hadapan mereka.Tanpa mengatakan sesuatu, kaki Hagen melangkah cukup lebar dan hanya dalam kerlingan mata, sebuah bogem mentah melesat tajam ke wajah Jaxon yang seketika menghapus senyum
Sekembalinya dari rumah sakit, Camellia ditempatkan di sebuah ruangan yang cukup besar dengan nuansa pastel. Gadis itu bahkan tertidur sangat lelap, hingga tidak menyadari sesosok tubuh yang hangat tengah berbaring di sebelah. Dia mengira sedang bermimpi, sehingga tangannya seakan-akan meraba tubuh hangat yang kini memeluknya erat. Tanpa ada infus di lengan, Camellia bergerak lebih leluasa. Dia bahkan merasa jauh lebih baik dari sejak bangun pagi tadi. Dan kini, sebuah bantal besar yang hangat tengah memeluk, hingga menularkan panas yang membuat tidurnya semakin nyaman. “Mmm,” gumam gadis itu sembari terus membenamkan wajah di antara bantalan empuk di bawah kepala. Namun, wangi maskulin yang sangat familiar seketika membuka mata Camellia. Dan benar seperti dugaannya, bantal hangat itu adalah tubuh Hagen yang juga ikut tidur di sebelah. “A-apa yang kau lakukan?” tanyanya sembari memperhatikan pintu, takut bila seseorang melihat mereka dalam posisi berbaring bersebelahan. Lagi pul
Langkah kaki Hagen terdengar sedikit menggema saat dia melintas di atas lantai keramik sebuah rumah tua. Kepalanya yang sempat menunduk pun sedikit terangkat ketika mendengar seseorang memanggil namanya dari arah pintu. “Kau baru saja tiba?” tanya Rey yang berdiri sembari menyandarkan bahu pada kusen pintu. Melihat senyum simpul pria itu, rasanya Hagen ingin melemparkan sebuah tinju ke wajah pria-pria di Red Cage. Berani-beraninya mereka mengundang pendeta dan membuatnya menikah di hari itu juga. Untungnya tidak terjadi perkelahian selama pengikraran janji suci berlangsung, tetapi melihat ekspresi Camellia yang menghunus geram ke arahnya malam itu, membuat Hagen meringis kembali. Bahkan, dengan sangat marah, Camellia menutup pintu kamar tepat di depan wajahnya, sehingga mereka tidak tidur bersama. Benar-benar bukan sebuah pernikahan impian. Dengusnya kesal, karena membuatnya harus tidur di kamar terpisah dengan istrinya tepat di malam pertama mereka. Bahkan, sampai saat ini, Ca
“Kau sudah membawa semuanya?” tanya Hagen pada Frank begitu dirinya tiba di Petunia.Setelah meninggalkan Denver, Hagen memutuskan untuk meminta bawahannya agar mengantarkan Camellia kembali ke rumah. Dan mereka pun tiba dalam waktu terpisah.“Aye, Boss,” jawab Frank diikuti anggukan. “Nyonya ada di dalam kamar. Beristirahat,” ujar Frank, yang segera merubah panggilannya pada Camellia.Dalam waktu sangat singkat, kabar pernikahan keduanya pun menghebohkan para pelayan di Kastil Petunia. Bahkan, tidak sedikit yang merayakan bergabungnya nyonya baru di sana. Setidaknya, Hagen telah memilih wanita yang tepat, dan bukannya wanita seperti Irene yang pasti akan menyiksa para pelayan.“Aku meminta Jaxon untuk mengurus Alfred,” ucap Hagen secara tiba-tiba, yang tentu saja membuat Frank mengerti akan maksudnya.Kepala keamanan Petunia itu tampak mengangguk paham dan setelahnya berdeham pelan.“Aku akan datang ke kediaman Ryder untuk memberikan kabar.”Mendengar ucapan bawahannya itu, Hagen tid
Hagen menemani Camellia saat mengunjungi Edgar Duncan di rumah sakit. Dengan perasaan yang berat, Hagen menyadari bahwa pria tua di hadapannya benar-benar tidak memiliki harapan untuk umur panjang, membuat pandangannya jatuh pada Camellia yang tampak setia menunggu sang ayah yang terbaring layaknya tubuh tanpa nyawa dengan bantuan penunjang kehidupan di atas tempat tidur.Tanpa sedikit pun mengganggu gadis itu, Hagen bergegas keluar dari ruangan dan memilih duduk di salah satu rangkaian kursi tunggu, yang berada tepat di depan ruang perawatan Edgar Duncan.Sesekali Hagen menarik napas sembari menengadah pada langit-langit lorong rumah sakit.Saat itulah dia menyadari bahwa dirinya tidak mungkin menyembunyikan keberadaan bayi mungil yang kini diberikan pada Danny Johanson.Cepat atau lambat, Camellia harus mengetahui keberadaan bayi itu. Meskipun keduanya tidak berhubungan darah, tetapi Talia Duncan tetaplah adik bagi Camellia. Dan, tidak mungkin dia akan diam saja saat mengetahui sem
Petunia tidak seperti hari-hari biasa. Kini, kastil megah itu dihiasi oleh berbagai rangkaian bunga yang menghiasi setiap dinding, meja, dan sudut-sudut ruangan. Bahkan, dengan sangat spesifik, Hagen memesan beberapa jenis bunga atas saran dari Jaxon Bradwood.Tentu saja hal itu dikarenakan mereka menghindari insiden di masa lalu, dimana pernikahan Jaxon berakhir bencana akibat Mia alergi bunga Snow on Mountain. Dengan sangat hati-hati, orang-orang yang bekerja di Kastil Petunia pun memilah dan mengawasi setiap bunga yang datang sebelum menyebarkannya di beberapa tempat.Frank bahkan tampak lebih sibuk dari biasanya.Kini, stelan hitam pria itu dilengkapi alat komunikasi yang terpasang di telinga.Dan dengan mata elangnya yang mengawasi jalannya persiapan, Frank memberi sedikit instruksi di sana sini pada penjaga kastil yang berkeliling dari satu ruang ke ruang lainnya.Sementara itu, Erlinda tampak sibuk menyiapkan beberapa kamar untuk setiap tamu yang akan menginap. Begitu pula deng
Tidak ada yang lebih bahagia dari pasangan Hagen dan Camellia, yang kini berdansa di tengah-tengah ballroom yang dipenuhi oleh orang-orang terdekat mereka. Tidak hanya itu, beberapa orang berpengaruh di Lancester dan juga Denver tampak berkumpul di bawah atap yang sama, menari, berbicara dan tertawa dengan siapa saja yang mereka temui di Kastil Petunia.Camellia yang tampak sangat cantik dengan gaun satin berwarna putih, memahat sempurna pada lekuk tubuh feminimnya, hingga mampu membuat mata Hagen berbinar hanya dengan menatapnya.Pria itu bahkan tidak bisa menjauhkan tangannya dari pinggang ataupun jemari lentik gadis itu.Jelas sekali, keduanya hanyut dalam dansa dengan melody lambat di bawah lampu kristal yang menghiasi langit-langit ballroom.Sementara itu, tidak jauh dari keduanya, Erlinda dan Cintya yang juga berdandan cantik dengan gaun berwarna pastel senada, tampak mengagumi pasangan berdansa yang berada di tengah-tengah ruangan.“Ahhhh … aku benar-benar menginginkan pernikah