Makan malam keduanya terasa sangat canggung bagi Camellia, tetapi Hagen merasa sebaliknya.
Pria itu bahkan tampak sangat nyaman ketika menyuapi nasi sendok demi sendok ke mulut, membuat Camellia ingin meneriaki pria itu karena bersikap sangat biasa di saat dirinya dalam kebingungan.
Dan begitu makan malam itu berakhir, dengan piring Camellia yang masih terisi setengah, keduanya pun memutuskan untuk kembali ke kamar saja.
“Jangan membuang-buang makanan, Camellia,” ucap Hagen ketika berdiri dan hendak beranjak dari sana.
Mendengar itu, Camellia hanya diam sembari mengusap mulut dengan serbet yang ada di meja.
“Jika kau tidak ingin menghabiskan seluruh porsinya, berikan pada piringku setengah.”
Ucapan pria itu menghentikan tangan Camellia di depan bibir, dan saat itulah gadis itu menoleh dengan pandangan yang tidak biasa.
“Kau mau memakan … sisa makananku?”
Seketika dahi pria itu berkerut
Camellia menatap Hagen yang terlelap di sampingnya. Gadis itu mengobservasi inci demi inci wajah pria itu. Dan rasanya seperti de javu ketika mereka tidur bersama di atas ranjang yang sama. Bahkan, gadis itu menatap Hagen cukup lama, sebelum akhirnya dia membalik tubuh dan membelakangi pria itu.Suara dengkuran halus yang keluar dari diafraghma pria itu menjadi pertanda bagi Camellia untuk tertidur. Entah mengapa gadis itu merasa ingin menangis, karena sebelm ini dia telah berpikir sangat buruk bahwa Hagen akan meminta haknya.“Hhhh …,” desah gadis itu sembari menarik napas pendek, dan tidak lama kemudian dia pun terbuai dalam tidur yang lelap.Dan begitu pagi tiba, Camellia membuka mata perlahan hanya untuk mendapati kamar sisi ranjang di sebelahnya telah kosong.Jemari gadis itu meraba tempat pria itu tertidur malam tadi , dan yang bisa dia rasakan hanyalah dingin karena lama ditinggalkan.Namun, belum selesai gadis delapan bel
Suasana di Kastil Petunia terasa berbeda dari kedatangan Camellia pertama kali ke sana dengan saat ini. Gadis itu bahkan merasa ada begitu banyak perubahan. Terutama dengan jumlah pelayan yang tampak lebih banyak dari sebelumnya.“Apa pelayan di kastil ini jumlahnya sebanyak ini?” tanya Camellia pada Erlinda yang saat itu membawanya berkeliling.Ini adalah kali pertama dia benar-benar melihat kastil itu dari segala sisi, sebelumnya dia bahkan tidak memiliki akses hingga ke taman belakang.“Tidak, Miss,” jawab Erlinda sembari mengikuti arah pandang Camellia.Tampak beberapa pelayan yang sedang merapikan kebun, belum lagi para pekerja di dalam kastil yang saat ini sedang bersih-bersih.“Sebelum anda datang, Tuan Hagen mempekerjakan mereka. Saat itu kami tidak tahu alasannya, tetapi melihat beliau membawa anda pulang ke sini, kami pun paham bahwa Tuan ingin membuat Kastil Petunia menjadi lebih nyaman,” jelas Erlinda
“Apa … dia menanam semua ini?”Pandangan Camellia terfokus pada hamparan bunga di hadapan. Dia tidak mengira dapat menemukan taman bunga yang luasnya melebihi taman Petunia di sisi kastil satunya.“Hu uh,” respon Erlinda diserta anggukan.Pelayan muda itu menggamit lengan Camellia dan mengajaknya ke tempat yang ingin dia tunjukkan, tetapi tiba-tiba saja Camellia menolak dengan menggeleng pelan.“A-aku rasa aku ingin istirahat,” ucapnya sembari berbalik dan berjalan cepat setengah berlari ke arah Kastil.Mendapati hal yang tidak biasa itu, Erlinda hanya bisa terpaku. Pelayan muda itu tidak mengerti dengan perasaan Camellia yang merasa disesaki akan semua hal yang ditemuinya hari ini.Sementara itu, Camellia yang melintasi bunga-bunga Petunia di sepanjang jalan tidak lagi menoleh ke kanan kiri. Kepala gadis itu dipenuhi segunang pertanyaan yang membuatnya ingin segera lari dari sana. Bahkan, dia tidak
Suara pintu yang dibanting keras menarik perhatian dari tujuh pasang mata yang ada dalam ruangan. Secara serentak, ketujuh pria-pria di sana menatap kea rah pintu yang dilewati oleh seorang pria dengan jas berwarna hitam.Bukannya marah atau tersinggung, salah satu dari pria-pria itu mendengus ketika mengetahui siapa yang baru saja merusak engsel pintu depan bangunan Red Cage.“Jangan membawa-bawa tantrummu ke sini, Hagen,” kata Rey yang berada di balik bar, tak lama setelahnya Danny Johanson juga mengatakan hal yang sama.Dengan mulut setengah penuh akan kue mangkuk, pria yang biasanya tidak peduli pada sekitar itu pun berkata; “Jika kau mencari pertengkaran, lebih baik kau mendaftar ke arena saja.”Tampak beberapa pria mengangguk setuju, apa lagi Blake Hagen dikenal ahli dalam bela diri. Sedikit pertunjukan tinju darinya akan menjadi kesenangan tersendiri bagi pria-pria di sana.Mendengar gumaman serta persetujuan di sekit
Brandon yang tidak peduli akan kekacauan yang mungkin saja terjadi dengan kemunculan dirinya hanya bisa menatap Hagen nanar. Dia tidak mengira sahabatnya itu sudah mengetahui semua itu. Dan dengan kepala berisi pertanyaan-pertanyaan mengapa, Brandon pun kembali bersuara. “Bagaimana bisa kau mengetahui itu?” Hagen yang berdiri di seberang meja bar juga melemparkan tatapan yang menunjukkan kemarahannya masih belum reda. “Bukan urusanmu jika aku tahu atau tidak, tetapi urusanku saat kau melakukan sesuatu di belakang sepengetahuanku, Brown,” desis Hagen yang mendengus keras. “Kau bahkan tidak berpikir bagaimana nasib gadis itu jika saja aku tidak berbuat sesuatu.” Untuk sesaat suasana hening, namun melihat Brandon yang hanya mengedikan bahu, emosi Hagen pun terpancing kembali. Pria itu hendak melompati meja, namun Nicko menahannya dengan cepat. “Lihat lah, sedikit pun kau tidak peduli!” amuknya dengan tatapan berapi-api. Masih diku
Saat itu malam menunjukkan pukul sebelas, namun Camellia tidak sekalipun melihat kehadiran Hagen di Kastil Petunia sejak dia bangun pagi.Beberapa kali gadis itu memandangi jam di dinding dengan tatapan sedikit gelisah. Entah mengapa sosok pria itu selalu saja hadir di kepala sejak hari di mana Erlinda menunjukkan taman bunga Camellia.Karena mata yang tidak juga terpejam, Camellia pun bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke lantai bawah.Namun, langkahnya terhenti begitu dia melihat punggung Hagen yang sedikit tersembunyi di balik dinding pembatas tangga dengan ruang kerja pria itu.Awalnya Camellia hendak mendekat dan menyapa, tetapi suaranya tertahan, begitu pula dengan kaki yang tidak jadi menuruni tangga ketika dia melihat rambut keemasan dari seorang wanita menyembul d
Pagi itu, Camellia tampak menatap keluar jendela dengan wajah murung. Terpaan cahaya matahari yang hangat seolah tidak bisa memperbaiki suasana hatinya saat ini.Beberapa kali gadis ini menghela napas sembari menatap jauh ke hamparan bunga yang luas.“Tuan sudah menunggu anda sejak tadi, Miss.”Suara Erlinda yang masuk ke dalam kamar mengagetkan Camellia tiba-tiba. Gadis itu terperanjat sembari menoleh ke arah pelayan muda yang menunggunya dengan sabar di dekat pintu.“Katakan padanya, aku tidak ingin keluar dari kamar ini,” ucap Camellia yang membuat pelayan muda itu menahan napas.“Aku tidak bisa melakukan itu.” Dengan sedikit panik, Erlinda memasuki ruangan hingga mendekat ke arah Camellia
Setelah kepergian Hagen dari Kastil Petunia, Camellia mencoba untuk berjalan-jalan di dekat taman bunga. Gadis itu mengenakan dress putih selutut yang memberikan volume pada pinggul serta bokong dan dada. Ada begitu banyak detail pada dress itu yang memamerkan kulit Camellia. Bahkan, belahan dada pada dress itu begitu rendah hingga sedikit mengekspos gundukan di baliknya yang membuat beberapa penjaga harus menatap lurus ketika berhadapan dengan Camellia.Hal itu tentu saja membuat Erlinda sedikit gelisah.“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Camellia yang berjalan lebih dulu di depan.Gadis delapan belas tahun itu menoleh dan menatap pada pelayan muda yang mengobservasi penampilan Camellia penuh kritis.Sembari menghela napas, Erlinda pun mengutarakan isi pemiki