Angel masih terdiam beberapa saat, tak ada sahutan lain selain kata"Iya, mengerti dan baik" saja, yang meluncur dari bibirnya hingga panggilan itu selesai.
Namun, dari pandangan kedua pria di sana yang memperhatikan pergerakan wanita itu sejak tadi, wajah Angel tampak tidak baik-baik saja.Akan tetapi, apa sangkut paut keduanya dengan itu, di sini Angel tetaplah pribadi bebas dengan segala permasalahan dan urusan pribadi, yang tidak dapat di campuri oleh orang lain. Termasuk Anggara atasan dalam perkerjaan, dan Handoko sang sahabat kecil yang baru mengklaim jati dirinya.Wanita itu berjalan kembali menuju tempat duduknya semula, ia hanya diam dan menunduk di sana, tanpa ada niat melanjutkan hidangan yang belum ia selesaikan.Hal ini berlangsung sampai Anggara menyelesaikan makanan yang terhidang di depannya, barulah Angel mulai membuka suara."Maaf pak." Wanita itu tampak ragu-ragu.Dan mendengar Angel membuka suara, untuk berbicaraMeskipun Angel masih kebingungan dengan perkataan Anggara, ia masih tetap harus berdiri dari duduk dan mengejar kedua orang itu, yang mulai melangkah menjauh.Hari ini, setelah makan siang, jadwal akan berlanjut di gedung utama kantor cabang APC, yang berada di tengah kota D.Sebuah perkantoran yang menjulang tinggi, dengan 7 lantai tak jauh dari hotel tempat mereka menginap tadi malam.Dalam perjalanan dari rumah makan hingga sampai ke tempat tujuan, tak banyak percakapan yang terjadi.Khususnya Anggara yang memang tampak anti, untuk menrekoncilisasi kebodohan Angel, yang di rasa oleh pria tersebut sudah kelewat batas. Hanya Handoko yang beberapa kali membuka suara, sekedar untuk mengingatkan points penting dari rapat kali ini.Sebenarnya, saat pria tersebut mengetahui bahwa Angel masih memendam kecemasan untuk sang suami, terbesit kecewa di benak Handoko.Dalam pemikirannya, sebesar apa Angel mencintai pria tersebut, dapat di lihat
"Ini, pakai untuk keperluan mu." Ucap Handoko, sembari menyodorkan sebuah amplop kecil.Suara pria tersebut terlihat tenang dan dalam, Seperti keheningan telaga, dengan kesejukan embun pagi yang menyegarkan setelah hujan."Ini?." Angel menatap Handoko dengan pandangan terkejut.Dan sedetik kemudian, Angel merasakan kehangatan hati yang telah lama menghilang, ketika telah memahami apa yang di lakukan oleh sosok di depannya.Pria itu peduli tentang musibah dari Bagas, dan tentu saja karena memandang dirinya sebagai sosok sahabat kecil di masa lalu. Setidaknya, itulah yang di pikirkan oleh Angel saat ini."Itu bukan untuk keperluan suami bodoh mu, tidak juga untuk pengobatan nya. Pakai untuk kebutuhanmu sendiri." Handoko ingin menambahkan perkataan tersebut.Akan tetapi, melihat senyum cerah dan tatapan hangat wanita di depannya, timbul rasa ketidak tegaan dalam hati. Dan pada akhirnya, Handoko hanya bisa menelan kembali perkataan tersebut.Ia berpikir, mungkin bercanda dengan Angel saat
"Yang pergi bodoh, yang di tinggalkan juga ikut menjadi bodoh."Tepat ketika Handoko berbalik, di sana di depan pintu masuk hotel telah berdiri sosok sang sahabat yang sekaligus atasannya di kantor.Dan terlihat dari mimik wajah yang terpasang, pria tersebut tampak sedang dalam mood yang buruk.Handoko menghela nafas pelan, ia berjalan kearah sahabatnya dan menyapa dengan bahasa keakraban. "Apa kau sudah selesai?." "Apa yang sudah ku selesaikan?." Anggara."Entahlah, mungkin hal yang menarik." Sahut Handoko, seolah acuh menimpali keengganan menjawab pertanyaan sahabatnya tersebut."Apa dia sudah pergi?." Anggara."Baru saja." Jawab Handoko singkat."Baguslah." Anggara lagi.Ia menjawab dengan lugas, mengenai kepergian Angel kembali ke kota B, seolah wanita itu memang akan membuatnya sial dan kesal jika tetap berada di sekitarnya.Namun, hanya dirinya dan tuhan saja yang tahu bahwa kini ia tidak sedan
Pagi ini langit terlihat suram, dengan awan tebal tengah menyingsingkan kecerahan, serta sinar matahari yang malu-malu di sela mega-mega mendung abu-abu.Namun, ke muraman bukan hanya di atas langit pagi ini saja, di bawah naungan perlindungan atap rumah sakit, wajah Bagas juga tampak tidak begitu baik.Seseorang yang ia tunggu sejak siang kemarin, sosok yang ia pikir akan datang dengan cepat begitu mengetahui kondisinya, ternyata tidak seperti harapan.Bahkan dengan berlalunya waktu dari sore yang ia perhitungkan akan kedatangan Angel, menjadi semakin menciutkan hati dan harapan, ketika hari berlalu menuju gelap, sosok wanita itu tidak kunjung datang.Meski begitu, Bagas masih menyisakan harapan kecil dalam hati, bahwa sosok sang istri mungkin menemui kendala dalam perjalanannya untuk sampai ke rumah sakit, di mana tempat dirinya di rawat sekarang. Hingga saat malam sudah menunjukkan kesunyian, dengan jarum jam di tembok menunjukkan pukul 2
"Selamat pagi mas." Suara itu tidak keras ataupun pelan, namun dengan keakraban di dalam pendengaran Bagas untuk suara itu, Musim semi tiba-tiba saja mereka di benak dan hati pria tersebut.Mata itu teguh menatap sosok Angel yang mulai berjalan masuk, ia tak ingin melepaskan momen saat ini, dan membiarkannya menghilang dalam sekali kedipan mata."Sedang sarapan, lanjutkan saja dulu." Sambung Angel lagi, sembari meletakkan sebuah tas tanggung yang di perkirakan oleh Bagas, bahwa itu adalah baju ganti milik Angel.Melihat gelagat, dan tas yang di letakkan tak jauh dari tubuhnya berbaring, Bagas semakin menyiratkan kebahagiaan seketika itu juga."Oh ya, Anda...?." Tanya Angel lagi, setelah selesai meletakkan barang bawaannya, untuk sosok asing baginya di sana.Mendengar pertanyaan itu, kedua orang disana mulai tersadar kembali."Oh, saya pak Rajiman non, orang yang..." Pria paruh baya tersebut belum sempat menyelesaik
"Kau masih peduli padaku Een..,Aku tahu, cintamu tidak mungkin secepat itu menghilang." Pikir Bagas dalam diam, ketika melihat wanita itu berjalan semakin mendekat kearah ranjang.Bagas yang tak bisa menutupi perasaan senang dalam hati, menyembulkan senyum lembut di bibirnya."Tidak perlu, sebentar lagi juga dokter akan datang untuk melakukan pemeriksan." Jawabnya tenang."Baiklah. " Angel menarik salah satu kursi yang berada tak jauh dari sana, dan membawanya lebih mendekat ke tepi ranjang. Ia mendudukkan tubuh di sana, dan kembali berkata. "Bagaimana ini bisa terjadi?, bukankah seharusnya Mas berada di kota S?." Mendengar pertanyaan tersebut, senyum Bagas sedikit memudar, dan sekilas resah serta kecewa melintas dalam benaknya."Aku datang dua hari yang lalu. Maksudku setelah dari kantor kemarin aku langsung balik ke sini sore harinya." Bagas mengingat bahwa wanita di sana tengah marah untuk diri sendiri. Oleh karena itu, ia tidak menyebutkan bahwa ia
"Bisakah kita kembali seperti dulu?, beri satu kesempatan lagi untuk kita Een.....bisakah?." Mata Angel menggeliat sejenak dengan rasa terkejut. Namun, benar inilah akhirnya dan ia sudah menebak sejak awal jika memutuskan untuk datang.Angel bukan tak bisa menebak arah dari ujung keputusan yang di ambilnya dengan datang memberikan perawatan ini kepada Bagas.Sudah barang tentu, pria tersebut akan menjadi kembali di hidupkan keyakinannya, tentang kemungkinan baik diantara keduanya.Angel masih melihat sosok di depannya dengan lekat.Ada kenangan indah diantara kisah hidupnya bersama sosok ini dulu. Bukan hanya sekali, namun lebih dari berkali-kali kebaikan hadir diantara mereka, termasuk kebaikan hati keluarga Pambudi untuknya.Namun, manusia terkadang adalah sosok yang sangat baik dalam fotocopy sejarah, ia akan mampu mengingat apapun dalam setiap detil hidup ini, khususnya hal buruk serta luka.Oleh karena nya untuk luka dalam pengkh
"Mengapa harus menunggu lain waktu, katakan saja bahwa kau memang telah mengurus perceraian kita saat ini."Angel memang sedang berusaha menyisihkan waktu untuk mengajukan gugatan cerai, namun itu masih belum di laksanakan.Akan tetapi, melihat dan mendengar perkataan dari Bagas barusan, ia kembali menyesali perkataannya beberapa waktu lalu, yang bersedia untuk memikirkan kembali."Aku memang berniat untuk melakukannya mas, bagaimanapun kita bukanlah pasangan sehari dua hari saja, dan selama ini kelurga pambudi juga sudah ku anggap seperti keluargaku sendiri." Angel berusaha menekan rasa tidak nyaman, serta kecewanya dalam-dalam.Baginya, mungkin sekaranglah saat yang tepat ia harus mengatakan apa yang telah ia putuskan."Karena inilah aku ingin mempertimbangkan lagi tentang hubungan kita selama ini, hubungan yang telah memberiku kenyamanan keluarga, serta kepedulian orang tua yang telah lama tak kumiliki." Melihat nada suara ya