Hati Vanessa seolah, semakin deras mengucurkan darah segar. Ia tak mengerti apa salah dirinya, hingga harus di benci oleh sang kakak sebesar itu.Namun belum sempat ia meratap untuk perih di hati, ucapan lain kembali di dengarnya. "Termasuk wanita itu, selama ia berkerja di sini jangan mencoba melakukan trik apapun lagi."Vanessa tidak percaya dengan apa yang di terima oleh pendengarannya.Bahkan tanpa sadar ia berbalik, sekedar untuk menoleh kearah sosok tampan di balik meja kerja, yang sempat ia punggungi beberapa saat yang lalu."Apa kau bilang?, siapa yang masih bekerja di sini?." Bibir Vanessa membuat sebuah pertanyaan, yang bahkan ia telah menebak apa jawabnya.Ia menatap penuh keraguan, serta tanda tanya untuk sosok di depan di sana.Bagaimana itu mungkin?, bukankah sosok hantu jejadian di dalam toilet adalah wanita itu?, ataukah sosok gambaran sebagai penerjemah kata "Wanita itu" berbeda deskripsi di antara mereka?. Pikiran Vanessa dipenuhi dengan tanda tanya yang mulai berge
''Semakin kau membenci, semakin banyak alasan untukku mempertahankannya di sini. Dan melihatmu seprti sekarang, aku mulai menyukai wanita itu.'' Lanjut pria tersebut lagi.''Vanesa merasa tak bisa menerima apa yang di terima oleh pendengarannya, atau lebih dapat di katakan sebagai penolakan atas apa yang telah di dengar.Haruskah mulai berhenti berharap dan membenci, sosok saudara yang sangat ia inginkan sejak kecil dulu. Ataukah tetap bertahan untuk bersabar meski segalanya adalah mustahil, seperti menunggu rumput yang akan menjulang kan padi suatu hari nanti?.''Apa kau pikir dengan otakmu yang dangkal bisa menipu sisi pandang yang kumiliki?.Anggara terdiam sejenak, dan mengalihkan tatapannya kearah anggota tubuh tengah Vanessa sejenak, dan kembali berkata. "Lihatlah, bahkan jika kau hamil saat ini, pria itu tetap tak memandangmu, mengapa kau tidak bersembunyi atau mengganti wajahmu saja.''Mungkin, jika di bandingkan dengan rebusan ai
''Dan dia juga sama membosankan seperti wanita itu, yang gagal mempertahankan suaminya. Jadi bayi itu jauh lebih baik menghilang, agar tidak ada sosok pembenci lain yang terlahir."Anggara mengatakan semuanya dengan bayang ingatan untuk beberapa sosok wanita, yang kini bergelayut dalam pikiran.............................................Sementara itu, Vanessa yang tengah berlinang air mata dengan cepat berlari menuju kearah toilet wanita yang berada di lantai tersebut.Masuk ke dalam satu ruangan, dan menguncinya rapat-rapat.Ia menyalakan keran air dengan penuh, dan menangis sejadi-jadinya.Hati kecil yang biasa di manjakan oleh sang ibu dan ayah, kini hancur berkeping-keping karena ucapan sang kakak.Bahkan sosok pria acuh tak acuh terhadap sang ibu di rumah, masih memanjakannya selama ini, dan tidak memberikan reaksi berlebih sama sekali, setelah mengetahui kondisi dirinya.Justru pria yang tak lain adalah Aditama Prawiry
Di sisi lain kota, saat senja menjamah Mayapada.Vanessa yang berusaha berdamai dengan hati, akhirnya telah membawa mobil yang di kendarai, masuk kedalam halaman rumah Aditama.Ia melangkah masuk dengan wajah yang masih menyiratkan kemelut hebat.Bahkan dari garis pandang sosok pelayan kecil di rumah, yang secara tak sengaja bertemu di sana, telah dapat menangkap perasaan buruk wanita itu."Selamat datang nona." Sapa Reno sang pelayan kecil, dengan wajah yang berusaha tampil seceria mungkin.Dalam keseharian para pelayan kediaman, memang jarang bertemu dengan sosok sang nona. Bahkan beberapa detik lalu, ia sempat terkejut dengan pertemuan saat ini.Meski mereka tinggal dalam satu atap naungan kediaman yang sama, untuk saling berpapasan adalah hal yang jarang.Hal ini terjadi, karena kediaman tersebut yang begitu besar, dan dengan tata letak bangunan yang memisahkan ruangan utama, serta tempat untuk para pelayan, apa yang tidak mungkin terjadi.DI tambah lagi, ada juga beberapa aturan y
"Berhenti di sana Anes." Seru sang ibu, ketika melihat Vanessa hendak menuruni anak tangga, dengan langkah yang terburu-buru..Ia ketakutan melihat kecerobohan sang putri, dan tanpa sadar sedikit meninggikan suara untuk mencegahnya turun."Biar Mama saja yang datang, jangan turun sayang."Nadia, wanita yang menjadi istri kedua Hariadi Aditama Prawirya tersebut, berjalan menapaki tangga itu dengan penuh kecemasan.Sosoknya yang ramping dengan kulit kuning Langsat miliknya, mampu menciptakan sebuah kontras dengan rona wajah yang mengernyit saat ini."Mengapa kau begitu ceroboh?, bagaimana jika terjatuh?." Tambah Nadia lagi, sembari memegang tangan sang putri penuh perhatian.Melihat dan menerima perlakuan yang demikian, tanpa di sadari mata Vanessa mulai berkaca-kaca."Maaf ma...entah mengapa aku seperti ini."Hati keibuan Nadia seolah ditarik keluar dengan cepat, ketika melihat bulir bening mengalir di pipi Vanessa.Ia seol
"Ba..baik tuan." Jawabnya dengan sedikit terbata.Wanita itu mengikuti Haryadi kedalam kamar mandi, dan menutup rapat ruangan tersebut setelah keduanya masuk.........................................Waktu berlalu tanpa terasa, sudah hampir satu jam lamanya setelah kedatangan sang tuan pemilik kediaman Aditama datang, sekarang pintu pagar depan kembali berderit lirih menandakan, bahwa penghuni lain juga sudah memasuki gerbang panjang yang kokoh, pembatas kediaman dengan dunia luar yang hiruk pikuk.Anggara memarkir mobil di halaman depan dengan sekenanya. Seorang pelayan tua dengan wajah cerah datang menghampiri seraya menyapanya penuh hormat, ketika pintu mobil mulai terbuka. ''Selamat datang Den."Anggara tak menoleh untuk melihat sosok dengan sapaan tersebut, karena ia telah mengetahui dengan jelas siapa gerangan pria tersebut. "Sore pak Diman, apa papa sudah pulang." Jawabnya masih dengan titik fokus bukan untuk sosok yang ia ajak bicara saat ini.
Sementara itu di kediaman lain.Angel yang tertidur di tengah kesedihannya, membuka mata dengan keterkejutan.Karena dalam ingatan sekilas setelah terbangun, ia sempat berpikir bahwa Bagas telah berbuat sesuatu terhadap dirinya. Namun, ketika melihat dan memperhatikan bahwa kini tubuh itu masih mengenakan pakaian yang sama, seperti di awal ia berganti pakaian setelah mandi sore tadi, hatinya sedikit lega.Angel melirik jam yang bertengger gagah di dinding kamar, jarum-jarum enerjik di dalamnya, telah menunjukkan pukul 19.46. "Pantas aku lapar sekarang." Gumamnya lirih.Wanita itu sedikit mengerucutkan bibir, dan meraba perut yang mulai berteriak minta jatah untuk di isi.Perlahan, ia bangun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Mencuci muka, serta menatap cermin kecil di depanya, seraya menatap wajah sendiri dengan seksama untuk beberapa saat.Dalam hati masih sedikit merasa sesak, dengan kejadian sore tadi.Ia masih memikirkan sosok sang suami, yang biasa lembut serta penuh perhatian
"Bahkan kalian mencemo'ohku dengan kebahagian ini."Angel ingin melontarkan perkataan tersebut dengan keras, namun ketika melihat wajah kecil imut di atas pangkuan sang wanita, tangan Angel yang hendak melakukan tindakan ekstrim, kepada sepasang muda-mudi di sana terjeda sejenak. Dan sedetik kemudian, berbalik arah fokus lain, untuk menyentuh pucuk kepala kecil itu dengan lembut.Bibir Angel, berusaha menyunggingkan senyuman lembut untuk sosok mungil dan gemoy di sana.Namun, dengan kemelut yang berusaha di redam dalam hati, hal itu tidak mencapai ke dasar mata dan rasa.Bagaimanapun, ia masih memiliki keburukan dengan kebencian untuk sosok orang lain di dalamnya, bagaimana akan mampu merilis sebuah ketulusan.Jujur, saat ini Ia juga merasa takut atas pemikiran sendiri, ketika mengingat tindakannya yang tidak relevan beberapa detik lalu. Bagaimana ia bisa melihat sosok orang lain, dalam diri orang yang berbeda."Tante juga mau beli nasi goleng?." Tanya bocah kecil itu, dengan suaranya