"Itu telepon dari ..., ehm, kasih tahu nggak ya?" mas Andi menggodaku dengan mengedipkan sebelah matanya."Ih, paling dari cewek lain ya," semprotku manyun."Hahahaha, emang aku ada tampang buaya daratkah Honey?" tanya mas Andi."Mas jangan bercanda ya, itu telepon dari siapa sih? " tanyaku penasaran sekali. Masak iya telepon dari cewek lain tapi mas Andi berani menerima panggilan teleponnya di hadapanku."Tadi telepon dari detailer obat* Honey bunny sweety baby, " jawab mas Andi sambil mengacak rambutku.Aku bernafas lega. 'Kirain telepon dari cewek lain,' batinku."Sewaktu awal masuk disini kan ada beberapa detailer yang menawarkan macam-macam obat padaku, nah, terus aku minta brosur produk obatnya, aku bandingkan satu sama lain, terus akhirnya aku memilih detailer yang bisa memasok lebih murah tapi kualitasnya sama dengan pabrik lain untuk diajak kerja sama menyetok obat ke tempat klinikku nanti," jelas mas Andi panjang lebar."Emang mas Andi sudah siap untuk membangun klinik? buka
Aku menghentikan kegiatan menulisku, dan mendongakkan kepala memandang ke arah pintu."Dia? kenapa dia kesini? " gumamku dalam hati.Dia lalu dengan penuh percaya diri masuk mendekati meja kerjaku. Dia tampak cantik sekaligus sombong dengan stelan blazer warna ungunya itu."Clara, bagaimana kau tahu rumah sakit tempatku bekerja?" tanyaku. Pertanyaan bodoh, tentu saja dia dengan mudah mengetahuinya karena aku dan mas Andi bekerja di rumah sakit yang sama.Clara tanpa kupersilahkan duduk di hadapanku."Tentu saja aku dengan mudah bisa mengetahuinya. Tapi itu bukan hal penting sekarang. Yang terpenting adalah aku minta kamu meninggalkan Andi. Dia hanya milikku." Ucapnya pongah.Aku menegakkan tubuhku. Aku tidak menyangka calon pelakor ini datang dan berani menemuiku di tempat kerjaku."Mas Andi bukan barang, dia bisa mencintai siapapun yang dia mau ! biar dia memilih diantara kita siapa yang akan dinikahinya!" sahutku memandang matanya. Tajam."Kamu terlalu percaya diri ! Kamu harus nga
Dan betapa terkejutnya aku melihat nomor tidak dikenal mengirimkan foto Clara sedang memeluk mas Andi!!!Aku mendadak oleng sehingga Nur perlu memegangiku agar aku tidak terjatuh."Ada apa Mbak Adel?" Nur memapahku, wajahnya khawatir."Aku nggak apa-apa Nur, mungkin pusing sedikit karena kemarin kehujanan," sahutku sambil memasukkan ponsel di saku seragamku lagi.Nur memapahku sampai menuju tempat parkir motor."Mbak Adel yakin kuat pulang sendiri?" tanya Nur saat aku mulai menaiki motor."Iya Nur, aku kuat kok, sekarang sudah hilang pusingnya, " sahutku tersenyum.Aku tidak mau membuat Nur khawatir dan memilih tidak memperlihatkan foto tersebut. Biar saja nanti aku konfirmasi sendiri pada mas Andi.Aku tidak boleh terburu emosi. Bisa saja Clara atau siapapun yang mengirim foto ini menginginkan pertengkaran kami.Tapi tidak semudah itu Fergusso, aku adalah seorang bidan yang mempunyai kesabaran tingkat kabupaten. Percuma saja kamu memancing emosiku."Ya sudah kalau gitu mbak Adel, say
Saat aku melepeh benda tersebut dari mulutku, aku terkejut karena benda itu adalah.....Sebentuk cincin emas cantik dengan permata kecil putih di tengah-tengahnya.Mataku membulat tidak percaya."Cin-cin? buat apa ?" tanyaku memandangi wajahnya."Buat mancing ikan, yaaa buat ngelamar kamu lah Honey, " jawab mas Andi tersenyum.Aku speechless."Ngelamar aku?" aku mengulang kalimatnya."Yaps, buat melamar bidadariku," sahut mas Andi yakin.Mas Andi meletakkan gitarnya dan menggenggam tanganku."Okay Adelia Nareswari, will you marry me?" tanyanya.Mataku mengembun. Setetes air jatuh dari kelopaknya. Tangan kananku yang memegang cincin tetap dalam genggaman tangan mas Andi, sedangkan tangan kiri menghapus tetes demi tetes air mata yang terjatuh."Lo, kok nangis sayang? kamu gak suka cincinnya ya? " tanya mas Andi padaku."Aku suka sayang, suka banget, cuma nggak nyangka aja," jawabku."Jadi jawaban atas pertanyaanku apa?" tanya mas Andi lagi.Aku mengangguk. "Yes, I will," sahutku."Makas
Aku merasa sangat pusing saat mencoba membuka mata. Tercium bau obat dan terlihat ruangan serba putih yang berada di sekelilingku.Kulirik jam dinding masih jam 03.30."Uughhh..., uughh," hanya itu suara yang bisa keluar dari mulutku.Kulirik di shofa samping tempat tidurku ada mas Andi yang berbaring dengan mata terpejam. Hendak membangunkan mas Andi, tapi aku tidak tega.Aku mencoba bangun dan duduk tapi kepala dan tubuhku terasa tertusuk-tusuk paku.Karena sakit disekujur badan, aku menyerah untuk berusaha duduk. Akhirnya aku memandangi langit-langit kamar tempat aku dirawat. Sepertinya bukan kamar rawat inap di rumah sakitku bekerja.Aku berusaha mengingat hal yang telah terjadi. Semalam aku sudah menyeberang jalan saat kondisi sudah kupastikan lengang dan sepi dari kendaraan yang berlalu lalang.Kemudian dengan perlahan aku menyeberang, tapi entah kenapa tiba-tiba ada mobil yang melaju kencang dan melanggar motorku. Sehingga menyebabkan aku terpental dan kepalaku terbentur aspal.
"Berikan ponselmu! " Seru Clara mendekati Nur.Tapi Nur segera berkelit menjauh dari Clara."Mau minta ponselku ? enak aja, bikinin dulu 1000 candi, weeeekkkk," Nur memeletkan lidahnya.Clara semakin naik pitam.Dia mendekati Nur dan menarik lengannya keras."Ayo berikan padaku ponselmu!" perintah Nur.Nur menggeleng dan tersenyum mengejek. " Udah aku sembunyikan, nggak bakalan bisa kamu nyarinya, weeeekkkk," sahut Nur lagi.Tapi dari ekspresi wajah Nur, terlihat dia menahan rasa sakit karena dicengkeram tangannya.Melihat Nur disakiti, aku tidak tinggal diam. Aku menggenggam dan mengangkat ke atas tombol nurse call bell yang ada disamping tubuhku."Hei Clara, kalau kamu menyakiti Nur, aku akan menekan tombol nurse call bell agar mereka mengusirmu," ancamku padanya.Clara mendelik lalu melepaskan tangannya yang mencengkeram lengan Nur dengan kasar.Nur memegangi lengannya dan meringis kesakitan."Baiklah, kalau memang punya buktinya, aku tunggu kamu melaporkan ke polisi, kita lihat si
"Adelia, aku cuma mau minta maaf atas perilakuku kemarin yang mengancam dan menabrakmu. Ini aku memberikan ganti rugi biaya rumah sakit dan perbaikan motormu. Kalau kurang, bilang saja, aku tidak akan menganggumu lagi," katanya menunduk.Aku terkejut dan melongo melihat perubahan Clara yang tiba-tiba ini.Berbagai pertanyaan terlintas di kepala. "Apa yang telah mas Andi katakan pada Clara, sehingga Clara meminta maaf padaku?" "Ka-kamu kenapa tiba-tiba minta maaf?" tanyaku heran."Lo, kan emang selama ini aku salah, jadi sudah kewajibanku dong minta maaf," sahut Clara.Aku mencubit pipiku sendiri. "Aaaawwww," sakit ternyata, berarti ini bukan mimpi.Clara mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Aku mengernyit. Takut kalau yang dia ambil adalah pistol atau sebilah pisau. Tapi ternyata yang dia ambil dari tasnya adalah sebuah amplop warna coklat dan tebal. Clara meletakkan amplop tersebut di kasur dekatku."Sekali lagi aku minta maaf sudah mencelakaimu, untuk ke depannya aku akan berusah
Aku sangat terkejut melihat kedatangan bapak dan ibuku. Tidak menyangka ada yang menceritakan tentang kondisiku yang kecelakaan pada orang tuaku."Ya Allah Nduk, kamu nggak apa-apa?" tanya ibu mendekatiku di sisi kiri ranjang.Bapak yang ada di belakang ibu, menutup pintu kamar kemudian mengikuti langkah ibu berjalan ke sisi kanan ranjangku. Bapak tampak membawa satu tas besar dan kresek hitam yang berukuran besar juga."Oalah Nduk, mbok bilang jujur sama bapak dan ibu kalau kamu kecelakaan. Bapak ibu kan bisa nemenin kamu, daripada kamu sendirian di rumah sakit," kata bapak memandang iba padaku.Aku tersenyum."Adel tidak mau membuat bapak dan ibu khawatir, apalagi bapak habis sakit kemarin," sahutku."Oalah Nduk, bapak wes sehat, wes iso mlebu kerjo maneh. Kalau bu Ambar nggak bilang kamu kecelakaan, bapak mana tahu Nduk," seru bapak."Oh, jadi bu Ambar yang cerita sama bapak," batinku."Nduk, apa benar yang dibilang bu Ambar kalau kamu sengaja ditabrak orang?" tanya ibu.Aku mengan