Part 75Pov Dona.“Jangan tinggalkan aku, Dona, Dona! Dona! ....” teriakan suamiku semakin jauh dan hilang, mobilku di laju semakin jauh dan aku tidak melihatnya lagi di kaca spion saat menyetir mobil.Dasar lelaki tidak berguna! Bisanya hanya menceramahiku saja. Apa lagi yang harus aku pertahankan darinya, aku sudah bosan dan muak melihatnya. Kalau bukan karena Rio, sudah lama aku buang. Hidupku saja sudah susah mencari uang, dia hanya bisa ngomong tanpa memberiku solusi. Aku sangat kesal mendengar celotehnya.Sepertinya aku harus menerima tawaran Mariya. Aku akan menyerahkan semua surat-surat rumah dan tanahku. Saat Lani sudah resmi menjadi minantuku, aku akan merebut kembali punyaku tentunya tanpa harus membayar hutang.Rumah terlihat tenang setelah aku membuang lelaki tidak berguna itu. Aku juga harus menenangkan diriku berfikir langkah apa yang akan aku lakukan sebelum menyerahkan surat rumah dan tanahku. Aku mau mendapatkan uang banyak, tentunya uang Mariya.“Mbok!” teriakku me
Part 76Aku melaju mobil secepatnya pulang. Rasanya aku tidak sabaran ingin minta tolong kepada orang yang telah menyelamatkanku, aku tidak bisa bergerak sendiri mencari keberadaan Ayah, kota ini sangat besar, aku juga takut kalau Ayah di bunuh atau di asingkan di tempat lain, entah kenapa pemikiranku jadi sangat buruk terhadap Dona karena mengingat kejadianku dulu dan sedikit cerita masa lalunya dengan orang yang menyelamatkanku. Mudah-mudahan Ayahku masih dalam keadaan baik-baik saja. Aku menyesal, kenapa aku membiarkan Ayah tetap bersama Dona, padahal aku tahu dia bukan manusia yang baik. Ayah ....Setelah memakir mobil, aku secepatnya masuk ke dalam rumah. Aku tidak melihat keberadaannya di rumah, bahkan kamarnya juga kosong, di mana dia? Aku sangat membutuhkan pertolongannya.“Non Lani cari apa?” tanya pembantu kepadaku saat aku sibuk memeriksa semua ruangan di kamar.“Nyonya Mana?” tanyaku.“Nyonya barusan pergi, tapi tidak bilang ke mana,” jawab pembantu rumah ini.Kemana dia p
Part 77“Ayah, jangan sedih, aku janji akan mencari Luna. Sekarang izinkan aku merawat Ayah di rumah ini,” ucapku menggusuk punggung Ayah yang sedang menangis.“Terimakasi, Nak, terimakasih. Kalau tidak ada kamu dan Tantemu, mungkin aku sudah hidup di jalanan,” kata Ayah menyeka lagi air matanya dengan sapu tangan.Ayah, maafkan aku belum bisa jujur, aku janji, setelah dendamku ke Dona terbalaskan, akan kubawa Ayah jauh dan kita bisa hidup tenang. Awas kamu Dona, akan kubalas setiap tetesan air mata Ayahku. Bukan hanya aku yang menjadi korban kejahatanmu, ayahku juga, setelah semua harta Ayahku terjual, kamu mencampakkan Ayahku seperti sampah.“Ayah, selama tinggal di sini, Ayah tutup pintu dan jangan ke luar. Aku akan mengunjungi Ayah setiap hari membawakan makanan dan kebutuhan Ayah lainnya.”“Ayah tidak enak merepotkan kamu dan Tantemu, Lani.”“Ayah tidak merepotkan aku, anggap saja aku Luna putri Ayah.”“Lani, kenapa kalian menolongku, padahal aku bukan siapa-siapa kalian.”“Kena
Part 78Rencanaku berhasil. Aku telah membuat Dona malu di depan pelanggan salonku yang mayoritas ibu-ibu berduit. Wajah Dona tegang mendengar kalau suami bu Jovi adalah salah satu pejabat polisi di kota ini. Aku akan melanjutkan permainan ini.“Ini salahku juga karena mengatakan akan membayarkan Tante di acar arisan itu, maksudku hanya ingin membuat Tante bisa bergaul dengan kalangan atas, serta apa yang dialami Tante sekarang bisa terobati.” Aku memasang wajah sedih.“Kamu tdiak salah Lani, maksudmu baik mau meberiku uang, tapi mereka saja yang sok dan menghinaku,” jawab Dona.“Sekarang, apa yang akan kita lakukan? Aku tidak mau Tante di penjara gara-gara menampar Bu Jovi.”“Dia menghinaku, Lani. Aku reflek menamparnya, aku sangat kesal,” ucap Dona belum bisa menerimanya.“Baiklah, aku akan meminta maaf atas nama Tante, mudah-mudahan tidak di kasuskan Bu Jovi,” ucapku dan ingin melangkah ke dalam salon.“Tunggu Lani!” Dona memegang tanganku mengehentikan aku.“Ini bukan salahmu kena
Part 79Pov Dona.“Awas kamu Jovi, Mimi. Akan aku perlihatkan bagaimana seorang Dona. Aku juga bisa ikut arisan itu seperti kalian, dan kamu harus tau, aku bisa dapatkan apa yang aku inginkan, akan kubuat mulut kalian terdiam melihat aku bukan pengemis seperti yang kalian katakan,” gumamku sambil menyetir.Aku sudah tidak sabar ingin melihat uang yang akan aku cairkan. Setelah uang ini aku cairkan aku akan membuat Lani menikah dengan Rio secepatnya agar aku bisa memperoleh sertifikat rumahku lagi.“Permisi, Mbak. Aku mau mencairkan cek tunai ini,” ucapku menyodorkan cek itu ke teller bank.“Sebentar ya, Bu. Di cek dulu,” jawab teller bank itu dan matanya langsung menatap layar komputernya dengan jari-jarinya sibuk mengetik.“Maaf, ini rekening bank yang di maksud tidak punya saldo sebanyak ini, Bu,” kata teller bank dan mengembalikan lagi daun cek tunai yang kuberikan tadi.“Apa!? Tolong cek lagi, mana tau salah nomor rekening,” ucapku terkejut.“Sebentar.” Teller bank itu mencoba sib
Part 80“Lani, kamu jadi antarkan Tante ke rumah Bu Jovi?” tanya Dona di ponsel.“Jadi, Tante. Aku jemput sebentar lagi, ya,” jawabku.“Tidak usah, biar Tante jemput saja kamu, lagian Tante tidak ingin Rio tau, dia pasti tidak suka.”“Kenapa tidak jujur saja, Tante. Rio putra Tante, kalau dia tidak suka kenapa Tante tetap ikut,” ucapku menanggapi.“Nanti juga akan Tante beri tau, Lani. Tapi bukan sekarang.”Aku menutup pembicaraan di ponsel setelah selesai berbicara dengan Dona. Dona tampak bersemangat ikut arisan Bu Jovi, ternyata dia belum tahu siapa Bu Jovi. Bu Jovi punya hobi berjudi sesama anggota arisannya, jumlah yang dipertaruhkan tidak sedikit, mereka tante-tante berduit dan punya bisnis, aku rasa Dona salah ikut kali ini, aku yakin dia tidak akan sanggup menyeimbangi pergaulan Bu Jovi. Aku saja hanya kenal Bu Jovi sekedar pelanggan tetap salon, mereka juga sangat memperhatikan penampilan. Mungkin inilah kehidupan sosialita yang mereka sebut.Sesuai janji, Dona menjemputku ja
Part 81Pov Dona.“Sial!” Aku melempar kartuku ke meja.Aku kalah lagi. Sekarang uangku sudah habis, mobilku juga sudah di pertaruhkan. Sepertinya aku harus minta uang ke Lani, aku mau main lagi dan mendapatkan uangku kembali. Uh! Kenapa aku tidak berhenti main setelah aku menang.“Tenang Bu Dona, aku masih bisa meminjamkan uang padamu,” kata Bu Jovi.“Betulkah, Bu? Sekarang pinjamkan aku tiga ratus juta, setelah aku menang akan kuganti.”“Tapi ada syaratnya, aku butuh sesuatu yang bisa jadi jaminan.”“Loh, itu bukan meminjamkan namanya?!”“Bu Dona, zaman sekarang mana ada orang yang mau meminjamkan secara cuma-cuma.”Aku masih punya sertifikat bekas kebakaran gudang perusahaan Rio. Aku akan mengambil surat itu pulang dan ikut bermain lagi, aku yakin aku pasti menang. Atau ... Lani, dia pasti mau memberikan uang padaku karena sebelumnya dia pernah mengatakan akan membayarkan seratus juta untuk ikut arisan. Ya, Lani solusiku sekarang, tapi di mana Lani? Kenapa aku tidak meihatnya?“Bu
Part 83Pov Lani.Aku merasa puas melihat reaksi Dona. Apa yang dialami Dona tidak sebanding dengan apa yang aku dan Ayahku alami. Mungkin Dona mengira aku adalah sumber keuangannya yang bisa di manfaatkan semata-mata karena aku mencintai putranya. Rio, maaf aku melakukan ini terhadap Ibumu, meskipun kamu terluka nantinya ulah dariku, lukamu tidak seberapa dengan apa yang aku alami. Maafkan aku Rio ....Aku melaju mobilku ingin menemui Caca. Sudah beberapa hari aku tidak menemuinya, aku terlalu sibuk mengurus Ayah dan salon. Bayu sering menghubungiku dan aku terus menghindar untuk bertemu. Hatiku sudah hambar sebelum berasa, itulah yang kurasakan terhadap Bayu.“Non Lani,” sapa Mbok Siti membukakan pintu.“Caca ada Mbok?” tanyaku melangkah masuk.“Ada di kamarnya, semenjak Non Mila di penjara, dia terlihat murung, bahkan ke sekolahpun tidak mau,” cerita Mbok Siti.“Oh gitu, biar aku ke kamarnya, Mbok,” ucapku melangkah ke kamar Caca sambil membawa boneka dan es krim.Begitu sayangkah