Share

Bab 7 Rencana Busuk Siska

Di malam yang sama di kediaman keluarga besar Hadinata

“Apa katamu? Alvaro ingin menikah dengan pembantu itu?!”

Teriakan itu terdengar dari arah ruang santai, tempat beberapa anggota keluarga besar Alvaro berkumpul setelah selesai makan malam. 

"Benar! Tidakkah itu aneh!?" sahut Siska sinis selagi menatap beberapa orang lain di hadapannya. "Seperti tidak ada perempuan lain yang lebih baik saja daripada pembantu itu!" lanjut Siska.

"Iya, kalau memang Bang Alvaro mau, aku bisa kenalkan dengan temanku," ucap salah satu sepupu perempuan Alvaro. “Masih lebih banyak yang cantik dan pintar dengan latar belakang yang jelas!”

“Mungkin dia sudah termakan rayuan perempuan kampung itu," ucap Siska sinis. "Atau jangan-jangan gadis kampung itu sudah memantrai Alvaro? Jadi Alvaro tidak bisa melupakan gadis itu karena diguna-guna?"

Semua orang di ruangan itu terkesiap ngeri mendengar omongan Siska yang belum tentu kebenarannya.  

"Masa sih sampai seperti itu, Ma? Apa itu mungkin?" ujar Adam, adik tiri Alvaro. Pria itu agak khawatir ibunya mulai menggiring opini yang tidak perlu.

"Kenapa tidak mungkin? Hari gini tuh dukun masih laris. Cinta ditolak, dukun bertindak," jawab Siska ke anak kandungnya dengan Sofyan Hadinata, ayah Alvaro. 

Adam terdiam mendengar kata-kata mamanya. Meski meragukan dugaan sang mama, dia tidak berani membantah. 

Siska mulai melirik tetua dari keluarga Hadinata, Bu Galuh. Ibu mertuanya sekaligus nenek Alvaro yang sedari tadi diam saja. 

"Gimana menurut Ibu? Apa Ibu setuju Alvaro menikah dengan perempuan yang tidak sederajat dengan kita?"

Raut datar Bu Galuh membuat Siska sedikit takut untuk mendesak, jadi dirinya hanya bisa sabar menanti respon sang ibu mertua. 

Setelah menanti beberapa menit, akhirnya Bu Galuh mulai berbicara dengan wajah dingin. "Besok, saya akan ke rumah Alvaro. Saya akan urus sendiri masalah ini."

Melihat raut wajah Bu Galuh yang tegas dan nada bicaranya yang ketus, Siska bersorak dalam hati, menertawakan Alvaro yang sebelumnya sudah menghina dirinya. 

‘Aku mungkin tidak berhak menghentikan keputusanmu, Alvaro. Tapi … apa kamu berani melawan nenekmu?’

**

Keesokan harinya, Ambar terlihat sedang sibuk menyiapkan makan pagi dan bekal untuk Afreen. Beberapa pelayan yang membantu Ambar sesekali melirik dan memandanginya dengan tatapan aneh. 

Ambar bukannya tidak tahu ulah para pelayan itu. Apalagi dia sempat memergoki mereka saling memberi isyarat. Namun, dia tidak bisa berbuat apa pun.

‘Mereka pasti sudah mendengar tentang kejadian semalam.’ batinnya.

Tangan Ambar meraih piring dan mulai menatanya di meja. Kemudian, dia menghela napas berat.

‘Apa sebenarnya yang membuat Tuan Alvaro bertindak seperti itu? Aku masih tidak mengerti. Pengumuman itu sama sekali tidak membawakan keuntungan, melainkan menambah risiko keluarga besar akan mendengarnya lebih cepat.’

Kemudian, tangan Ambar berhenti.

Apa mungkin … Alvaro memang sengaja ingin melihat apakah ada mata-mata dalam kediamannya?

‘Sepertinya … sebelum pengumuman, sudah ada orang yang membocorkan masalah ini ke salah seorang anggota keluarga besar,’ tebak Ambar pada akhirnya.

Selagi melamun, mendadak Ambar mendengar sebuah suara bertanya, “Apa yang kamu pikirkan?” 

Suara dalam itu membuat Ambar kaget dan hampir menjatuhkan piring di tangan. Beruntung sosok tersebut dengan sigap menangkap piring agar tidak jatuh dan pecah.

“Apa yang kamu lakukan? Kenapa malah bekerja sambil melamun!?”

Bentakan familier itu membuat Ambar langsung mengangkat pandangan dan menyadari siapa orang yang ada di sampingnya sekarang itu.

Ya, siapa lagi kalau bukan Alvaro?

“M-maaf, Tuan,” jawab Ambar lirih.

Dalam hati, dia membatin, ‘Kalau bukan karena tindakan pria ini kemarin, apa dia pikir aku akan begini? Selain itu, dia yang mengagetkanku!’ 

Menepis rasa frustrasinya, Ambar menatap Alvaro yang sudah berpakaian rapi dengan tatapan heran. Sungguh tidak biasa mendapati lelaki tersebut di dapur begitu pagi.

“Apa ada yang bisa saya bantu, Tuan?”

Alvaro terdiam untuk sesaat sebelum membalas, “Mau sampai kapan kamu akan memanggilku Tuan? Semua orang sudah tahu rencana pernikahan kita, jadi akan lebih masuk akal kalau panggilan itu juga diubah.”

Ambar mengerjapkan mata, lalu spontan dia menunduk dengan wajah merona. ‘M-mengubah panggilan?’

Kening Alvaro berkerut. “Kenapa malah menunduk?”

Ambar berusaha mengangkat pandangan. “S-saya tidak tahu bagaimana harus memanggil Anda selain Tuan ….”

“Alvaro,” ujar pria tersebut. “Panggil saja namaku langsung.”

“S-sepertinya itu tidak pantas?” balas Ambar ragu.

Raut muka Alvaro menggelap. “Apa membantahku sekarang sudah menjadi kebiasaanmu?”

Mendengar suara dingin Alvaro, tubuh Ambar mengkerut. Kemudian, dengan terpaksa dan gugup gadis itu menjawab, “Baiklah, Al–Alvaro.” 

Mendengar panggilan itu, sebuah senyuman merekah di wajah tampan pria tersebut. “Itu lebih baik.”

Sadar dirinya terpesona dan mulai melamun lagi, Ambar pun menggelengkan kepala dan bertanya, “Kenapa Tuan–” dia melihat pandangan Alvaro menggelap. “Kenapa kamu datang ke dapur? Apa ada yang kamu butuhkan?” 

Pertanyaan itu membuat Alvaro mengedikkan kedua bahunya dan berkata, “Tidak.”

Kemudian, pria itu berbalik pergi meninggalkan Ambar yang hanya bisa terperangah. 

‘Pria itu kenapa sih!?’

Siang harinya, setelah menyelesaikan semua tugas, Ambar berniat untuk istirahat dan menonton drama favoritnya. Akan tetapi, baru saja dia meletakkan gelasnya di meja, wanita itu mendengar keributan dari arah ruang tamu.  

Ada suara wanita yang berteriak-teriak memanggil namanya.

Mendengar itu, Ambar langsung keluar menuju ruang tamu. Di saat itulah Ambar melihat seorang wanita muda sedang dihalangi oleh security. 

Wanita itu berteriak marah pada sang security, “Apa kamu tidak tahu aku siapa!? Minggir!”

Ambar menghela napas. Tubuh tinggi langsing yang dibalut gaun ketat itu menunjukkan profesi sang wanita sebagai seorang model ternama, dan hanya ada satu model yang berani menerobos masuk kediaman Alvaro.

Aletta, keponakan Siska yang berniat dijodohkan dengan Alvaro.

“Pak Pardi, biarkan masuk saja,” pinta Ambar. 

“Tapi, Mbak ….”

“Gak apa-apa, Pak. Saya bisa atasi.” Ambar meyakinkan security untuk membiarkan Aletta masuk rumah. Security bernama Pardi itu pun menurut. Dengan wajah ragu dia membiarkan Aletta masuk.

Ambar kemudian bertanya, “Ada apa mencari saya, No–” 

Belum lengkap Ambar bertanya. Aletta yang sudah merangsek maju mendekati Ambar.

PLAK!

Suara tamparan yang keras membuat semua orang di ruangan itu kaget.

“Jangan sebut namaku dengan mulut busukmu itu!”

Ardhya Rahma

Halo Sahabat-sahabat tercinta ... Silakan dibaca karya terbaru saya. Semoga suka, ya. Dan mohon dukungannya selalu untuk Ambar. 🥰🥰🥰

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status