Wooow hak apa yang diminta Alvaro? Semakin seru kan? Yuk ikuti terus. Mohon dukungannya dengan memberi vote dan gem. Terima kasih. I love you all
“Aku tidak terima alasan seperti itu!” “Terus mau kamu bagaimana?” tantang Ambar. Sambil berdiri tegak di depan Alvaro, mata Ambar menatap tajam lelaki yang baru beberapa bulan menikahinya itu. “Aku akan meminta hakku agar kamu selalu ingat kewajibanmu,” ucap Alvaro dengan tegas. Ambar menatap Alvaro dengan bingung. “Hak? Hak yang mana yang ingin kamu minta?”Alvaro balik menatap Ambar lekat. “Tentu saja hakku sebagai seorang suami. Dan tentunya sebagai seorang istri sudah kewajibanmu untuk memenuhi hakku sebagai suami.”Kening Ambar berkerut membentuk beberapa garis. Bibirnya sedikit melongo. Dia terbengong-bengong mendengar ucapan Alvaro. “Aku tidak mengerti maksudmu. Hak yang mana lagi? Bukankah aku sudah memberikan semuanya kepadamu? Bukankah sudah kuturuti juga semua perintahmu? Apa semua itu masih belum cukup?” “Tentu saja belum cukup! Justru hal yang paling dasar belum kamu penuhi!” sentak Alvaro. “Hal yang paling dasar?” gumam Ambar sambil mengulangi kata-kata Alvaro. Eksp
"Ini surat pengunduran diri saya, Tuan."Ambar meletakkan sebuah amplop berwarna putih di meja kerja majikannya, lalu berdiri menunggu balasan. Tangannya memainkan pita baju terusan model A line yang dikenakannya, kentara gugup."Pengunduran diri? Apa maksud kamu?" tanya lelaki yang duduk di balik meja kerja kayu jati itu dengan suara baritonnya. Alis hitam tebal yang membingkai wajah lelaki berahang kokoh itu nyaris bertaut ketika sepasang mata kelamnya menatap Ambar dengan nanar. Ambar menunduk. Dia merasa gamang dan bingung harus menjawab apa. Tubuhnya merasa tertekan di bawah sorot tajam majikannya yang terkenal dingin dan pemarah. "Jelaskan Ambar! Kamu jangan menunduk terus!" sentak majikan Ambar lagi. Ambar menutup mata dan menarik napas dalam sebelum akhirnya menatap sang majikan, Alvaro Hadinata, lurus. "Saya mau menikah, Tuan."Mata Alvaro terbeliak. "Menikah? Kamu?" "Betul, Tuan. Saya akan segera menikah. Itu sebabnya saya perlu mengundurkan diri," jelas Ambar.Kening
Bab 2 Ambar tak elak melongo mendengar ucapan Alvaro. Apa dia tidak salah dengar? Majikannya baru saja mengajaknya menikah, bukan?“Kenapa kamu diam? Saya bilang, ayo kita menikah!”Sungguh, Ambar tidak salah dengar. Majikannya benar-benar sedang mengajaknya menikah!Dengan senyum yang dipaksakan, Ambar berujar, "Tuan, jangan bercanda ….”“Apa kamu pernah melihat saya bercanda?” balas Alvaro dengan wajah serius.Sudut bibir Ambar berkedut. “T-tapi, saya tidak mungkin menikah dengan Tuan …." Alvaro mengerutkan keningnya. "Kenapa tidak mungkin? Saya kurang baik untukmu? Atau wajah saya terlalu buruk dan bukan seleramu?”Kurang baik sih tidak, buruk rupa juga tidak. Bahkan, bisa dikatakan Alvaro luar biasa tampan. Akan tetapi …. siapa yang mau menikah dengan singa galak seperti ini!? Walau tampan, tapi yang ada Ambar bisa mati muda karena sakit hati diomeli terus!‘Selain itu ….’Belum sempat Ambar bahkan menyelesaikan ucapan batinnya, dia tersentak begitu melihat Alvaro berdiri dari
Ambar terpaku mendengar kata-kata Alvaro. Kepalanya mendongak dan matanya balik menatap Alvaro dengan agak melotot."Apa?!" tanya Ambar setengah berseru."Saya bilang, saya setuju menikahimu secara sah! Apa ada masalah dengan telingamu, Ambar?!” bentak Alvaro yang sungguh sudah kehilangan kesabarannya.Tidak, Ambar tidak tuli. Akan tetapi, bagaimana bisa majikannya itu berakhir menerima permintaannya!? Apa pria tersebut sudah kehilangan akal sehatnya?!“Tuan, pikirkan kembali! Saya adalah bawahan Anda, bagaimana mungkin Anda menikahi saya secara sah?! Apa kata keluarga besar Hadinata nanti!? Bagaimana dengan reputasi Anda?!” ujar Ambar dengan agak panik. Menikahi sang majikan mungkin terdengar sangat luar biasa, terlebih karena dirinya seakan menjadi tuan putri dalam sekejap. Akan tetapi, mengenal sifat seorang Alvaro Hadinata, itu sama saja seperti masuk ke gua singa!“Entah itu reputasi saya ataupun reaksi keluarga Hadinata, itu urusan saya. Kamu tidak perlu ambil pusing. Yang jela
Alvaro memasang wajah gelap melihat kedatangan salah satu wanita yang dibencinya di dunia ini. Dia mengisyaratkan pada Adi dan sekretarisnya untuk pergi.Setelah Adi dan sekretaris Alvaro melangkah keluar dan pintu kantor ditutup, Alvaro menatap tajam wanita paruh baya itu dan berkata dengan ketus, "Apa kamu tidak tahu sopan santun?" "Alvaro, Mama terpaksa melakukannya karena ingin mencegah perbuatan konyolmu itu." Siska, ibu tiri Alvaro, menjawab dengan wajah khawatir yang dibuat-buat.Alvaro mendengkus. "Aku tidak mengerti ucapanmu. Apa yang konyol?""Jangan berpura-pura lagi. Mama sudah dengar kalau kamu ingin menikahi pembantu kamu sendiri!" Alvaro mengepalkan tangannya dan menatap tajam sang mama tiri. Dia sudah menyembunyikan segala prosesnya agar tidak ada gangguan, tapi ibu tirinya itu masih bisa mengetahui hal ini. Sepertinya, orang-orang di kediaman harus ‘dibereskan’ lagi."Apa yang aku lakukan dan siapa yang akan aku nikahi bukan urusanmu. Pergi dari ruangan ini,” balas
Malamnya di ruang bermain kediaman Alvaro, terlihat Ambar tengah menemani Afreen bermain. Namun, berbeda dari bocah kecil menggemaskan itu, alih-alih memainkan mobil-mobilan di lantai, Ambar justru tampak terbengong-bengong.Bagaimana tidak? Hatinya terus bertanya-tanya apakah keputusannya menikah dengan sang majikan tidak terlalu gegabah? Ambar mengembuskan napas pelan untuk membuang resahnya. Namun rasa gelisahnya itu tetap tidak mau pergi, terutama saat membayangkan nanti akan berhadapan dengan keluarga besar Hadinata. “Akan ada perang dunia," gumam Ambar.Bekerja untuk Alvaro selama empat tahun membuat Ambar tahu hampir segalanya mengenai sifat tiap-tiap anggota keluarga besar Hadinata, begitu pula dengan permasalahan dalam keluarga tersebut. Dan, kalau dirinya menikah dengan Alvaro, pasti salah satu masalah terbesar untuknya adalah ibu tiri dari pria tersebut, Siska Yunita. "Miss Ambar kenapa?"Ambar tersentak dari lamunannya. Dia menoleh ke arah sumber suara, tempat seorang b
"Papa!" jerit Afreen senang. Dia segera berlari menghampiri sang papa. Anak lelaki itu tampak agak lupa dengan janjinya untuk melindungi Ambar dari sang ayah.Pada saat yang sama, Alvaro sudah berjongkok dan merentangkan tangannya. Dia menyejajarkan tinggi dan langsung menyambut anak tunggalnya itu ke dalam pelukan. Sebuah senyuman menawan terlukis di wajah tampannya saat sang putra telah berada dalam dekapan.Ambar berdiri sambil menghela napas saat melihat adegan itu. Bohong kalau dia tidak terpesona dengan betapa tampannya sang majikan tiap kali tersenyum memunculkan lesung pipi manisnya itu.Namun, dia tahu, hanya ada satu alasan Alvaro bisa tersenyum seperti itu.Afreen."Kelihatannya kamu senang sekali hari ini, Boy," ucap Alvaro selagi mengusap kepala putranya. Dia memang selalu menggunakan kata ‘Boy’ sebagai panggilan kesayangan untuk Afreen."Ya! Hari ini, Miss Ambar membacakan buku seru untuk Afreen! Bukan cuma itu, Miss Ambar juga–”Mendadak, ucapan Afreen terhenti, membuat
Di malam yang sama di kediaman keluarga besar Hadinata“Apa katamu? Alvaro ingin menikah dengan pembantu itu?!”Teriakan itu terdengar dari arah ruang santai, tempat beberapa anggota keluarga besar Alvaro berkumpul setelah selesai makan malam. "Benar! Tidakkah itu aneh!?" sahut Siska sinis selagi menatap beberapa orang lain di hadapannya. "Seperti tidak ada perempuan lain yang lebih baik saja daripada pembantu itu!" lanjut Siska."Iya, kalau memang Bang Alvaro mau, aku bisa kenalkan dengan temanku," ucap salah satu sepupu perempuan Alvaro. “Masih lebih banyak yang cantik dan pintar dengan latar belakang yang jelas!”“Mungkin dia sudah termakan rayuan perempuan kampung itu," ucap Siska sinis. "Atau jangan-jangan gadis kampung itu sudah memantrai Alvaro? Jadi Alvaro tidak bisa melupakan gadis itu karena diguna-guna?"Semua orang di ruangan itu terkesiap ngeri mendengar omongan Siska yang belum tentu kebenarannya. "Masa sih sampai seperti itu, Ma? Apa itu mungkin?" ujar Adam, adik tiri