Share

PERNIKAHAN DADAKAN DENGAN MAJIKAN TAMPAN
PERNIKAHAN DADAKAN DENGAN MAJIKAN TAMPAN
Penulis: Ardhya Rahma

Bab 1 Mengajukan Resign

"Ini surat pengunduran diri saya, Tuan."

Ambar meletakkan sebuah amplop berwarna putih di meja kerja majikannya, lalu berdiri menunggu balasan. Tangannya memainkan pita baju terusan model A line yang dikenakannya, kentara gugup.

"Pengunduran diri? Apa maksud kamu?" tanya lelaki yang duduk di balik meja kerja kayu jati itu dengan suara baritonnya. 

Alis hitam tebal yang membingkai wajah lelaki berahang kokoh itu nyaris bertaut ketika sepasang mata kelamnya menatap Ambar dengan nanar. 

Ambar menunduk. Dia merasa gamang dan bingung harus menjawab apa. Tubuhnya merasa tertekan di bawah sorot tajam majikannya yang terkenal dingin dan pemarah.  

"Jelaskan Ambar! Kamu jangan menunduk terus!" sentak majikan Ambar lagi.  

Ambar menutup mata dan menarik napas dalam sebelum akhirnya menatap sang majikan, Alvaro Hadinata, lurus. "Saya mau menikah, Tuan."

Mata Alvaro terbeliak. "Menikah? Kamu?" 

"Betul, Tuan. Saya akan segera menikah. Itu sebabnya saya perlu mengundurkan diri," jelas Ambar.

Kening Alvaro berkerut. Selama empat tahun bekerja untuknya, dia tidak pernah melihat Ambar dekat dengan lelaki selain sopir dan para pengawal. Itu pun semuanya telah punya kekasih maupun istri.

Jadi, siapa pria yang akan Ambar nikahi ini?

"Memangnya kamu punya pacar?” tanya Alvaro.

Ambar hanya menggeleng. “Tidak, Tuan.”

Kerutan di dahi Alvaro semakin dalam. "Jadi, dengan siapa kamu mau menikah? Jelaskan yang benar!" bentaknya dengan tidak sabar.

“Saya dijodohkan ayah saya, Tuan” jawab Ambar singkat.

Alvaro agak kaget. Perjodohan?

Dengan usaha untuk sabar, Alvaro menegaskan, "Ambar, kamu tidak bisa berhenti begitu saja. Kamu tahu ‘kan betapa pentingnya keberadaanmu di sini? " 

Ambar menunduk. Dia tahu maksud majikannya. 

Empat tahun lalu, Ambar melamar sebagai pengasuh putra Alvaro. Meski tidak punya pengalaman, dia tetap diterima dari sekian banyak pelamar. Hal itu karena hanya dia yang berhasil menenangkan bayi merah yang tidak berhenti menangis keras itu.

Sekarang, akibat kemampuan dan kejujurannya, Ambar sudah menjadi kepala urusan rumah tangga sekaligus orang kepercayaan Alvaro di rumah. Dia yang mengepalai para asisten rumah tangga, tukang kebun, sopir dan tentunya baby sitter Afreen, putra tunggal Alvaro.

Afreen … bocah itu Ambar besarkan sejak bayi. Dibandingkan ibu kandung bocah tersebut yang sama sekali tidak memedulikannya setelah bercerai dari Alvaro, bisa Ambar katakan kalau Afreen lebih dekat dengannya. Tidak jauh beda dengannya, bocah itu juga sangat menyayangi Ambar sampai tidak bisa jauh darinya.

Demikian, kalau ditanya apa hal yang paling Ambar sayangkan ketika mengajukan pengunduran diri, maka dia akan menjawab bahwa hal itu adalah Afreen. Bocah yang sudah dia anggap seperti putra kandungnya sendiri.

"Ambar, kamu saya ajak bicara kok malah melamun?" sentak Alvaro yang menyadarkan Ambar dari lamunannya. 

"Maaf, Tuan tadi bicara apa?"

"Tadi saya bilang mengijinkan kamu menikah, tapi tidak boleh mengundurkan diri," jawab Alvaro.

Ambar mengerutkan kening mendengar keputusan Alvaro. "Maksudnya bagaimana, Tuan? Bagaimana bisa saya menikah kalau saya tidak berhenti bekerja?"

"Kenapa tidak bisa? Bilang saja ke suamimu kalau kamu mau tetap bekerja. Kalau perlu, suami kamu bisa bekerja dengan saya juga. Kalian bisa tinggal di salah satu kamar yang ada di paviliun dekat kolam renang. Seperti Mbok Darmi dan suaminya." 

Sekarang bukan hanya keningnya yang berkerut, tapi mulut Ambar pun melongo mendengar tawaran Alvaro. Majikannya itu beranggapan calon suaminya adalah seorang pekerja kecil seperti dirinya! 

Ambar tertawa kesal dalam hati. Dia agak tersinggung, tapi dengan sabar dia menjawab, "Maaf, Tuan. Terima kasih untuk tawarannya, tapi saya tidak bisa menerima. Saya tetap akan mengundurkan diri." 

Mata Alvaro mengerjap kaget. 

Selama ini, belum pernah ada orang yang berani membantah permintaan atau melawan perintahnya, jadi bagaimana gadis di depannya ini tidak takut melakukannya?! Apa karena dia sudah mengenalnya terlalu lama?! Atau Alvaro sudah terlalu baik padanya!?

Menepiskan rasa tidak senang dalam hati, Alvaro bertanya, “Kenapa? Apa tawaran saya kurang menarik?” Aura yang menyelimuti tubuh pria itu menggelap.

“Bukan begitu, Tuan, tapi–”

“Gaji ….” Alvaro memotong ucapan Ambar. “Gaji dan bonus kamu akan saya naikkan. Kalau perlu dua kali lipat dari sekarang!" kata Alvaro dengan nada tinggi. Rupanya dia mulai jengkel dengan penolakan yang diberikan oleh Ambar. 

Merasakan amarah majikannya mulai muncul, Ambar menghela napas dengan berat. Sungguh keras kepala pria di hadapannya ini. 

"Bukan karena itu, Tuan. Saya tetap harus mengundurkan diri kalau menikah. Karena calon suami saya yang memintanya. Dia bukan pekerja, tapi seorang pengusaha." 

"Pengusaha?” 

Alvaro mulai merasa ada yang aneh.

“Tadi kamu bilang tidak pacaran, lalu dijodohkan ….” Pria itu mulai menarik asumsi. “Apakah kamu dijodohkan dengan seorang pengusaha tua karena ayahmu punya utang kepadanya?" 

Selama sesaat, Ambar terbengong. Apa majikannya ini peramal? Atau malah terlalu sering menonton sinetron? Kenapa tebakannya begitu tepat sasaran?!

Dengan senyum yang dipaksakan, Ambar menjawab, "Benar, Tuan." Dia tidak menyangka harus mengakui hal memalukan ini di hadapan sang majikan. “Oleh karena itu, tolong izinkan saya berhenti.” 

Alvaro terdiam mendengar ucapan Ambar. Untuk sesaat, di hatinya melintas perasaan kasihan kepada Ambar melihat dia dijual sebagai pelunas utang.  

Akan tetapi, Alvaro bukan orang yang terbiasa memperturutkan perasaan. Wajahnya segera berubah menjadi datar tanpa ekspresi. Dia kembali menjadi sosok dingin dan tidak berperasaan yang dikenal orang. 

"Berapa utang ayahmu? Saya yang akan melunasinya!"  ucap Alvaro tegas.

Pupil mata Ambar melebar.

"Tunggu apa lagi? Cepat telepon ayahmu dan batalkan rencana pernikahannya!" 

Ambar terdiam di tempat untuk sesaat sebelum menggelengkan kepala. “Terima kasih, Tuan. Akan tetapi, saya tidak bisa menerima.”  

Pandangan Alvaro menggelap mendengar hal itu. "Ambar, jangan mengetes kesabaran saya.” Dia melanjutkan, “Kamu berkata alasanmu harus berhenti adalah utang ayahmu. Sekarang, saya bersedia membayarnya, jadi kenapa kamu bersikeras ingin berhenti? Apa kamu mempermainkan saya!?”  

Nada bicara Alvaro yang meninggi membuat Ambar menggigit bibir. Dia sudah benar-benar membuat pria itu marah.

"Tuan, jangan salah paham,” ujar Ambar, mencoba menenangkan emosi Alvaro. “Pun utang itu dibayarkan, selama saya tidak menikah, saya pasti tetap akan dijadikan jaminan ketika lain kali ayah saya berutang. Kala itu, Tuan tidak mungkin membayarkan kembali utang ayah saya, bukan?”

Ucapan Ambar membuat Alvaro terdiam, tahu gadis itu benar. 

“Oleh karena itu, lebih baik saya tetap menikah saja.”

Mendengar ucapan Ambar membuat Alvaro menggeram rendah, merasa frustrasi. Dia bisa membayangkan jelas kericuhan yang akan dibuat putranya seandainya Ambar tidak ada di rumah ini. 

Akhirnya, pria berparas rupawan itu pun memasang wajah serius dan berkata, "Kalau begitu, kamu menikah saja dengan saya!" 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Luvdiana
Kasihan banget Ambar Dipaksa nikah demi utang lunas ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status