Share

Bab 9. Ambar VS Aletta

“Baik, Nyonya Besar,” jawab Ambar santun.

Setelah membungkuk hormat, Ambar meninggalkan ruang tamu dengan tenang. Tidak ada raut wajah jengkel kepada Bu Galuh atas perlakuannya itu. Pun kepada Aletta yang tersenyum mengejek kepadanya. 

Meski akan segera menikahi Alvaro, Ambar menyadari posisinya saat ini yang masih menjadi kepala rumah tangga di kediaman Alvaro. Jadi, tidak ada rasa tersinggung ketika dia diminta untuk menjalankan pekerjaannya. 

Tak lama kemudian, Ambar memasuki ruang tamu kembali. Tangannya membawa sebuah nampan yang di atasnya terletak dua buah gelas berisi minuman dan satu piring berisi kudapan.  

Saat menyajikan makanan dan minuman tersebut, Ambar mendengar Aletta sedang membanggakan diri di depan Bu Galuh. Nenek alvaro itu juga   tampak ramah kepada gadis itu. Hal itu membuat Ambar merasa keduanya tidak ingin diganggu dan memutuskan untuk segera beranjak.

“Kamu mau ke mana?” tanya Bu Galuh saat Ambar mau pergi. “Duduk,” titah Bu Galuh. 

Perintah itu membuat Ambar dan Aletta sama-sama kaget, tetapi keduanya diam. Ambar pun menurut dan memilih duduk di sofa yang berada di seberang Aletta. Bu Galuh sendiri duduk  di sofa tunggal.

Bu Galuh kemudian memandang Ambar dan berkata, “Kami sedang berbincang mengenai karir Aletta yang saat ini sedang melambung.” 

Pernyataan itu membuat Ambar mengangguk dan menatap Aletta, “Selamat, Nona.”

Cuping hidung Aletta kembang kempis mendengar pujian Bu Galuh. Dia menangkap sinyal bahwa sepertinya Bu Galuh ingin membuat Ambar sadar diri dengan perbedaan mereka. 

Jadi dia langsung bertanya, “Kamu sebenarnya lulusan universitas mana, Ambar? Kuliah jurusan apa?”

Kening Ambar berkerut mendengar pertanyaan Aletta. Dia yakin gadis itu tahu persis dirinya tidak sempat kuliah. Jadi, Ambar heran dan bertanya-tanya mengapa Aletta masih tetap bertanya. Sudah sangat jelas niatnya, Aletta ingin mempermalukan Ambar.

Akan tetapi, Ambar tetap menjawab pertanyaan Aletta. “Saya tidak kuliah, Nona.”

Aletta pura-pura terkejut mendengar jawaban Ambar. Kemudian, dia berkata dengan nada mengejek, “Oh maaf, aku kira Mbak Ambar lulusan universitas.” 

Walau melihat Ambar hanya tersenyum menanggapi sindirannya, Aletta tetap melanjutkan, “Terus, apa Kak Alvaro tahu Mbak Ambar bukan seorang sarjana?”

Ambar menatap Aletta lurus. “Saya pekerjanya, jadi jelas Tuan Alvaro tahu,” jawabnya tenang.

Melihat Ambar dipojokkan, Bu Galuh tidak berkomentar sama sekali. Wanita tua itu hanya menyesap tehnya dengan tenang selagi membiarkan dua wanita itu berbicara.

Hal tersebut pun membuat Aletta menjadi semakin berani dan berkata, “Loh, itu kamu sadar diri kalau hanya pekerja. Kok tiba-tiba berusaha menjadi nyonya?”

Ambar terdiam mendengar kata-kata Aletta yang jelas mencemoohnya. Dia menatap Aletta sambil membatin ‘Gadis cantik yang selalu tampil elegan itu rupanya tidak malu-malu merendahkan orang lain.’

‘Mungkin karena dia merasa posisinya jauh lebih tinggi dibanding Ambar. Tingkah kasar gadis itu benar-benar tidak mencerminkan keanggunan penampilannya.’ batin Ambar lagi. 

Mata Ambar kemudian beralih kepada sosok Bu Galuh yang hanya diam. Sepertinya, keberadaan sesepuh keluarga Hadinata itu menjadi dukungan untuk Aletta untuk bersikap semena-mena. 

Sementara itu Aletta tersenyum manis. Dia merasa menang karena mengira Ambar juga tidak berani banyak bicara karena keberadaan wanita tua itu.

Akan tetapi–

“Nona Aletta, memaksakan suatu hal itu tidak baik,” ucap Ambar.

Aletta mengerutkan kening dan bertanya balik, “Apa maksudmu?”

Senyum merekah di wajah Ambar. “Saya membicarakan pernikahan, Nona. Kalau dipaksakan, hasilnya tidak akan baik.” 

Balasan Ambar membuat pelayan yang ada di ruang tamu dan juga Aletta yang mendengarnya kaget. 

Dari ucapannya, Ambar jelas-jelas sedang mengatakan kalau Alvaro dan dirinya saling mencintai, itu alasan pernikahan bisa terjadi. Tidak seperti Aletta yang sudah lama berjuang, tapi tidak menimbulkan hasil!

Ambar sedang menyindir Aletta habis-habisan dengan cara yang sangat berkelas!!

Beberapa pelayan mulai berbisik. Kalau soal latar belakang, Ambar memang kalah dari Aletta. Akan tetapi, kalau soal kecerdasan dan wibawa, Ambar masih menang jauh! 

Empat tahun bekerja menjadi tangan kanan Alvaro di rumah, memang hanya Ambar yang bisa bertahan karena sifat tenang dan sikap bijaknya!

“Kalau dipikir-pikir lagi, memang tidak heran sih Tuan Alvaro suka dengan Mbak Ambar. Di luar latar belakang yang tidak sederajat, dia memang cantik, cerdas, dan cukup berwibawa,” bisik seorang pelayan kepada teman-temannya. 

“Benar. Aku setuju. Kalau bukan karena diberi tahu Mbak Ambar dari keluarga biasa, aku awalnya kira dia nona besar dari keluarga berada.” Pelayan lain ganti berbisik. 

Bisik-bisik para pelayan itu cukup keras hingga terdengar oleh Aletta. Wanita itu menjadi marah mendengar komentar para pelayan  dan dia pun menatap Ambar dengan tajam.

“Kamu menghinaku!?”

Masih duduk di kursinya, Ambar membungkukkan sedikit badannya menghadap Aletta, ”Saya tidak berani, Nona. Tolong jangan salah paham. Saya hanya memberikan pandangan saya saja.”

Tubuh Aletta bergetar marah. Dia berdiri dan langsung menyiramkan minuman kepada Ambar. “Dasar wanita rendahan! Hanya karena kamu bisa menggoda Alvaro, kamu pikir statusmu berubah menjadi tinggi dan–”

“Apa yang kamu pikir sedang kamu lakukan?!”

Semua orang kaget mendengar teriakan marah itu. Serempak mereka  menoleh ke arah sumber suara dan melihat sosok beraura gelap yang tiba-tiba berdiri di pintu. 

Semua orang gemetar ketika melihat sosok itu kemudian datang menghampiri dengan langkah lebarnya.

Seorang pelayan memekik, “I-itu T-Tuan Alvaro.”

Pelayan lain pun menyahut, “Perang, pasti akan terjadi perang!”

Ardhya Rahma

Nah, loh ... akankah terjadi perang? Ikuti terus cerita ini, ya. Buat para pembaca dukung Ambar,yuk dengan memberi ulasan dan gem. I Love you all 🥰🥰🥰

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status