Share

Bab 3 Rencana Pernikahan

Ambar terpaku mendengar kata-kata Alvaro. Kepalanya mendongak dan matanya balik menatap Alvaro dengan agak melotot.

"Apa?!" tanya Ambar setengah berseru.

"Saya bilang, saya setuju menikahimu secara sah! Apa ada masalah dengan telingamu, Ambar?!” bentak Alvaro yang sungguh sudah kehilangan kesabarannya.

Tidak, Ambar tidak tuli. Akan tetapi, bagaimana bisa majikannya itu berakhir menerima permintaannya!? Apa pria tersebut sudah kehilangan akal sehatnya?!

“Tuan, pikirkan kembali! Saya adalah bawahan Anda, bagaimana mungkin Anda menikahi saya secara sah?! Apa kata keluarga besar Hadinata nanti!? Bagaimana dengan reputasi Anda?!” ujar Ambar dengan agak panik. 

Menikahi sang majikan mungkin terdengar sangat luar biasa, terlebih karena dirinya seakan menjadi tuan putri dalam sekejap. Akan tetapi, mengenal sifat seorang Alvaro Hadinata, itu sama saja seperti masuk ke gua singa!

“Entah itu reputasi saya ataupun reaksi keluarga Hadinata, itu urusan saya. Kamu tidak perlu ambil pusing. Yang jelas, kamu tidak boleh menikah dengan orang lain selain saya dan kamu harus tetap menjaga Afreen!”

Ambar mematung di tempat. Pria ini sudah gila!

Karena Ambar tidak membalas lagi, Alvaro pun berkata, “Kalau tidak ada pertanyaan, kamu tunggu di sini. Saya hubungi Pak Adi,” titahnya seraya memberi isyarat agar Ambar kembali duduk di kursi.

Pak Adi adalah pengacara Alvaro, Ambar mengenalnya. Demikian, wanita itu langsung tahu kalau Alvaro serius ingin menikahinya!

‘Bagaimana ini?!’ pekik Ambar dalam hati. ‘Masa iya aku menikah dengan majikanku sendiri!?’

Walau di luar sana reputasi Alvaro Hadinata luar biasa baik, tapi sebagai pihak yang bekerja untuk pria tersebut selama bertahun-tahun lamanya, Ambar mengenal pria itu dengan sangat jelas. Dingin, galak, jutek, cuek, dan egois. Lima sifat buruk itu membentuk seorang Alvaro Hadinata.

Demikian, menjadi istrinya berarti Ambar harus siap dengan sejumlah resiko yang bisa mengombang ambingkan hidupnya!

Siapkah dia menanggung resiko itu?

Di saat hatinya sibuk bertanya-tanya, mata Ambar mengarah ke wajah Alvaro yang sedang sibuk menelepon pengacaranya. Perpaduan Indonesia-Turki yang berasal dari kedua orang tuanya membuat wajah pria tersebut sangatlah tampan, hampir sempurna.

Namun–

"Dengan sifat sedingin itu, apa aku bisa bersyukur menikahinya?” tangis Ambar dalam hati. Wanita itu menggelengkan kepala. “Haish … ini lebih baik daripada menikahi tua bangka, bukan?” Wanita itu mencoba mengecek realita.

Mendadak, sebuah  bentakan mengejutkan Ambar, "Kamu ngomong apa? Yang jelas!" 

Ambar agak melompat, lalu dengan cepat menatap ke depan, pada Alvaro yang menatapnya tajam. Entah kenapa, sepertinya pria itu sedikit mendengar gumamannya!

"B-bukan apa-apa, Tuan. Sepertinya Tuan salah dengar."

Alvaro mendengkus. Namun, dia tidak memperpanjang masalah itu dan berkata, "Saya sudah bicara dengan Pak Adi. Pernikahan kita akan diadakan minggu depan." 

“Apa?!” Ambar tercengang.

Alvaro menaikkan alis kanannya. “Kenapa? Kurang cepat? Perlu dimajukan besok?”

“T-tidak, Tuan. Tidak. Minggu depan … minggu depan cukup.” Ambar hanya bisa menjawab pasrah.

Mendengar balasan itu, Alvaro pun melambaikan tangannya, mengisyaratkan agar Ambar keluar. “Oke, kalau begitu kamu boleh keluar sekarang.”

“Baik, Tuan. Saya permisi …." 

Ambar buru-buru bangkit dari kursi dan keluar dari ruang kerja Alvaro.

Sesampainya di luar pintu ruang kerja Alvaro, Ambar langsung merosot ke bawah dan memeluk lututnya sendiri.

‘Ya ampun, apa yang baru saja terjadi!? Bagaimana bisa jadi seperti ini!?’

Di sisi lain, setelah Ambar pergi meninggalkan ruangan, Alvaro segera kembali ke mejanya dan kembali menghubungi satu orang lain. Wajah galak pria itu berubah tenang, tapi pancaran matanya menjadi semakin gelap dan mengerikan.

Saat panggilan tersambung, suara dalam Alvaro terdengar berkata, "Benar ini dengan Pak Sulistyawan, ayah dari Ambarsari Putri?" 

Mendengar suara bingung mengiyakan dari seberang telepon, Alvaro pun melanjutkan, “Saya Alvaro Hadinata, atasan anak Bapak.” Dia melirik ke arah pintu yang sudah tertutup, lalu menambahkan, “Saya ingin membuat perjanjian dengan Bapak,”

*Beberapa hari kemudian. Kantor Direktur Utama Hadinata Grup*

"Bagaimana?" tanya Alvaro singkat kepada Adi, sang pengacara.

"Sesuai permintaan Tuan Alvaro, semua sudah saya kerjakan. Semua dokumen registrasi, perjanjian pra-nikah, juga persiapan acara sudah rampung. Hanya perlu persetujuan Tuan," jawab Adi sambil menyodorkan dokumen yang dia maksud. 

Alvaro menjawab, "Akan kuperiksa nanti.” Dia menatap Adi serius dan bertanya, “Bagaimana dengan Sulistyawan?" 

"Sudah beres, Tuan." 

"Apa dia memberikan perlawanan?" desak Alvaro. 

"Seperti dugaan Tuan, Pak Sulistyawan tidak keberatan sama sekali. Dia langsung menerima tawaran Tuan tanpa keraguan sedikit pun dan menyetujui Tuan menikahi Nona Ambar."

Sebuah dengusan sinis terdengar dari sisi Alvaro. Pria itu pun berkomentar, "Keterlaluan …." Pancaran matanya tampak mencemooh. “Ayah macam apa dia itu?”

Adi pun menghela napas dan berkata, “Nona Ambar beruntung Tuan menyelamatkannya dari keluarga seperti itu.” Dia menambahkan, “Saya dengar, sejak kecil orang tua Nona Ambar memang pilih kasih kepadanya.”

Diceritakan oleh Adi bagaimana ayah dan ibu Ambar memperlakukannya dengan sangat buruk. Bukan hanya pakaian, tapi makanan saja Ambar hanya mendapatkan makanan sisa. Ketika sudah cukup dewasa, Ambar pun dipaksa keluarganya untuk berhenti kuliah dan malah mencari uang untuk membantu sang ayah menangani masalah utang.

Mendengar hal tersebut, Alvaro cukup kaget. Empat tahun Ambar bekerja untuknya, tidak pernah sekali pun pria itu tahu betapa buruk keluarga gadis itu memperlakukannya.

“Dia ada saudara?” tanya Alvaro.

Adi mengangguk. “Dua adik tiri. Satu perempuan, satu laki-laki. Keduanya berada di jenjang kuliah.”

Alvaro cukup terkejut. Bagaimana bisa dua adiknya kuliah kalau Ambar sendiri harus mengorbankan jenjang pendidikan itu untuk bekerja? Apa selama ini sang ayah memanfaatkan Ambar untuk membiayai dua saudaranya?! Dibilang anak kandung, tapi malah diperlakukan seperti anak tiri!

Semakin dipikirkan, Alvaro menjadi semakin curiga. Akhirnya, dia pun berkata, “Coba cari tahu tentang–”

Belum sempat ucapan Alvaro selesai, pintu kantornya terbanting terbuka.

BRAK!

“Alvaro!” Seorang wanita dengan dandanan menor tampak menerobos masuk dengan tidak sopan selagi memanggil sang empunya kantor. 

“B-Bu Siska, tolong jangan begini.” Di belakang sang wanita tadi, tampak sekretaris Alvaro mencoba menghentikannya.

Namun, wanita itu mengabaikannya dan mendelik saat melihat sosok Alvaro tengah menatapnya dingin. “Alvaro, omong kosong apa ini!? Mama dengar kamu ingin menikahi seorang pembantu!?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status