PERNIKAHAN KEDUA 38"Mas, tidak bisakah ditunda? Nanti malam Key tunangan. Ini moment penting untuknya."Samar aku mendengar suara Ibu. Subuh masih sangat muda, dari kejauhan suara adzan sedang dikumandangkan. Aku keluar kamar hendak mengambil minum ketika tanpa sengaja mendengar suara Ibu dari celah kamar yang terbuka sedikit."Justru karena dia mau tunangan, aku tak mau hadir.""Ya Allah, Mas. Sampai kapan kebencianmu pada anak-anakku usai?"Suara Ibu bergetar. Aku menggigit bibir mendengarnya, sedih dan juga geram. Entah terbuat dari apa hati lelaki ini sehingga begitu bebal dan tinggi hati. Dia pikir aku dan Ara lahir dari batu kah?"Sampai mati!"Astaga.Aku nyaris saja menginterupsi perdebatan itu kalau tak ingat bahwa itu akan makin mempersulit keadaan Ibu."Sudahlah, kubilang sabar. Saat ini aku masih terus teringat wajah Arman dan bagaimana kamu mengkhianati aku."Suara Om Reyhan melunak. Lalu tak terdengar apa-apa lagi. Aku melipir naik lagi ke atas dan menutup pintu kamar d
PERNIKAHAN KEDUA 39PoV OM REYHANEmpat jam sebelumnya.Dari balik jendela kamar hotel, Aku memandang Jembatan Ampera yang tampak indah di sore hari. Banyak orang lalu lalang, wisatawan lokal maupun mancanegara yang menanti sunset di sungai Musi. Aku berencana mengajak Sarah wisata kuliner lalu belanja. Kami mungkin akan menghabiskan malam yang romantis disini. Sesuatu yang kuimpikan bertahun-tahun lamanya. Disini, akan kulakukan apa saja agar dia bisa melupakan bahwa nanti malam seharusnya dia ada disana, mendampingi Keysha menerima cincin pertunangan dari Zaid.Pintu kamar mandi terbuka, istriku keluar dari sana dengan wajah basah setelah mandi. Aku memandangnya sambil tersenyum, bahagia karena akhirnya berhasil menjauhkan dia dari Keysha. Tapi, Sarah menunduk dan dia menghindari tatapanku."Ada apa?" Aku mengangkat dagunya, dan tampak matanya yang bengkak dan merah. Aku mendesah, sungguh tak suka melihatnya seperti ini."Kau masih ingat pada Keysha?"Sarah membuang muka, mengalihka
PERNIKAHAN KEDUA 40"Aku tahu bahwa ini akan terjadi."Aku terkejut, menegakkan tubuh dari posisiku yang sedang membetulkan tali sepatu. Sandal sepatu putih cantik ini memiliki tali di bagian tumit, yang menahannya agar tetap berada di tempatnya meski aku berlari sekalipun. Solnya empuk meski sedikit tebal."Apa kabar, Bu Guru."Aku tertawa kecil, menyambut uluran tangan Diaz. Dia masih memanggilku Bu Guru. Ini adalah pertemuan pertama kami sejak pernyataan cintanya waktu itu. Dia pergi tanpa pamit dan tahu-tahu muncul menghadiri pertunanganku."Kau pergi tanpa pamit.""Aku nggak mau membuatmu ragu dan menangis.""Kenapa memangnya aku harus ragu dan menangis?""Karena aku terlalu ganteng untuk kamu tolak."Aku refleks memukul bahunya. Ternyata dia belum berubah, masih over-pede dan bicara seenaknya."Ternyata nggak ada cewek bule secantik kamu."Aku melotot."Berhenti menggoda. Aku ini calon kakak iparmu."Diaz meringis. Tatapan matanya lekat padaku. Tamu-tamu telah pulang, tinggal ke
PERNIKAHAN KEDUA 41Aku mengerjakan ujian Nasional untuk kelulusan SMA dengan wajah pucat Ibu di pelupuk mata. Susah payah kucoba untuk berkonsentrasi, tapi kemudian aku menyerah. Kukerjakan semua seadanya saja. Setelah selesai, aku nyaris berlari ke parkiran dan ngebut ke rumah sakit. "Mas, sudah jam sebelas. Berangkatlah. Nanti Mas ketinggalan lelang tender itu."Kudengar suara Ibu yang lemah dari balik pintu. Aku terdiam, menunggu jawaban Om Reyhan."Apa gunanya aku mendapatkan kontrak itu kalau kau sakit Sarah.""Jangan begitu. Mas masih punya Rani.""Kamu dan Rani sama berartinya bagiku. Sembuh lah Sarah. Tak apa jika kau tak kuat, kita turuti saja opsi yang ditawarkan dokter untuk mengakhiri kehamilan.""Tidak, Mas. Jangan. Kita nggak boleh mendahului takdir Tuhan."Aku bersandar di pintu, mencoba meraba apa yang terjadi pada Ibu. Sepertinya kehamilan Ibu sangat bermasalah. Aku tak tahu dengan pasti karena Om Reyhan tak mau bercerita padaku.Aku ragu untuk masuk, khawatir Om Re
PERNIKAHAN KEDUA 42Nyaris semalaman aku tak bisa tidur. Kalau saja tak ingat aku masih harus ujian besok pagi, rasanya aku ingin menangis saja. Tapi kemungkinan, mataku akan bengkak besok dan Lea pasti bertanya-tanya. Kalau menuruti keinginan, rasanya aku ingin membalas WA dari Celine dan memaki-maki dirinya. Tapi itu malah akan membuatnya senang. Dia akan semakin mengataiku anak bau kencur. Padahal di sekolah saja, aku harus menebalkan telinga dengan gosip yang beredar bahwa aku bertunangan dengan konglomerat karena aku sudah dijual oleh Ibuku. Astaga. Untung saja ada Lea, yang dengan garang, berdiri di depanku dan menepis siapa saja yang coba-coba menyakiti perasaanku.Gadis tujuh belas tahun dan sudah bertunangan, memangnya kenapa?Aku turun ke dapur ketika aroma masakan memenuhi udara. Mbok Imas, seperti masih di rumah Vila, sudah hampir selesai masak. Aku segera membantu dengan membuat minuman hangat."Ini bubur untuk Ibu, Mbak Key. Katanya Ibu harus makan makanan yang lembut."
PERNIKAHAN KEDUA 43Sungguh, tak pernah terlintas dalam benakku bahwa akan seperti inilah akhirnya. Gemetar, aku mendekatkan tanganku ke wajah Ibu, ke bawah hidungnya, dan jantungku terasa berhenti berdetak sesaat lamanya saat menyadari bahwa tak ada lagi udara keluar dari sana. Wajah Ibu pucat pasi, dengan mata yang memandang kosong ke atas plafon. Tanpa dapat kucegah, aku menjerit sekuat tenaga."Ibuuuuuuu!"Rani ikut histeris, menjerit memanggil Ibu dengan sebutan Mama Sarah. Om Reyhan, seperti orang linglung, malah diam bersandar di pojok kamar. Dari arah dapur langkah kaki Mbok Imas berlari masuk terdengar, dia tercekat menyaksikan pemandangan di dalam kamar lalu suara tangisan Ara, semuanya campur baur di kepalaku.Kenapa harus begini, Bu? Kenapa harus seperti ini akhir kisah Ibu?"Ibu ingin, jika suatu saat Allah memanggil, Ibu ada di dekat kalian, dituntun oleh Key dan Ara menyebut asma Allah."Ucapan Ibu waktu itu terngiang lagi. Kini, jangankan menuntun Ibu mengucap asma
PERNIKAHAN KEDUA 44Aku belum sempat berkata apa-apa, ketika tiba-tiba orang tua Lea muncul dan langsung menarik Celine, mencegahnya untuk ikut masuk. Lalu, Lea menerobos dan berdiri di tengah-tengah kami."Gimana caranya ulet keket itu nempel terus sama Abang?"Lea nyaris meledak. Aku segera menarik tangan Lea dan mengajaknya ke atas, sementara Bang Zaid sudah mengambil alih Kiara dari gendonganku. Aku tak mau ada keributan di depan jenazah Ibu. Kami menaiki tangga perlahan sementara Bang Zaid mengekor di belakang."Kita sholat dulu. Aku akan menjelaskan semuanya."Aku diam saja. Pikiranku rasanya buntu. Tapi aku sungguh tak ingin bertengkar, apalagi di depan jenazah Ibu. Aku masuk ke kamar dan mandi kilat setelah memandikan Ara juga. Sementara Bang Zaid mengambil wudhu di kamar mandi yang ada di bawah. Lea ikut masuk kamarku ketika aku selesai memakai mukena."Kamu kenapa disini?"Lea terkejut. "Kenapa memangnya?""Kita masih ujian Le. Kamu harus berangkat ke sekolah.""Ujian bisa m
PERNIKAHAN KEDUA 45Kami kembali lagi kesini. Rumah mungil dengan pohon jambu kristal yang disukai Ara. Jambu-jambu itu mulai besar dan dahannya tampak keberatan oleh buahnya yang gendut. Tidak seperti di rumah Ibu, kiara langsung tertawa riang begitu mobil yang disopiri Bang Zaid memasuki halaman. Dia melompat dan sibuk menghitung buah jambu yang bergelantungan. Di rumah Ibu, aku nyaris tak pernah melihat Ara tertawa. Rumah itu membawa aura yang suram, menulari seluruh penghuninya.Untung saja, meski kecil-kecil, rumah ini punya tiga kamar sehingga Rani mendapat kamar sendiri. Dia duduk di atas ranjang berukuran sedang dengan kasur empuk yang nyaman dan AC yang berdengung lembut. Kamar ini tentu jauh dari mewah seperti kamarnya di rumah Om Reyhan, tapi seperti Kiara, Rani tampak senang. Hanya saja, sejak kemarin, senyumnya memang telah memudar. Dia selalu ingat Papanya, yang kini berada di bangsal perawatan rumah sakit jiwa."Besok, boleh nggak aku tengok Papa?""Tentu saja. Harus ma