Lotus Hall. Tak terasa sudah hampir dua bulan Maeera dikurung di mansion tanpa pernah ke luar. Selain di kurung, Gin juga membatasi aksesnya menghubungi orang luar dengan menyita kembali ponsel yang ia berikan. Gadis bodoh itu, kini menghabiskan sebagian besar waktunya untuk belajar, belajar dan belajar. Belajar cara menjadi seorang wanita kaya dan terpelajar. Belajar cara menjadi seorang Avani Lie yang sempurna, dan hasilnya tak terlalu buruk, ia kini berubah menjadi sedikit lebih anggun dan tau cara membawakan diri. Selama menghabiskan lebih banyak waktu di mansion, hubungannya dengan Gin Yuta dan Kai Yuta kini menjadi semakin dekat. Kini ia menjadi pusat perhatian dua orang tuan muda di keluarga Yuta. Saat siang sang adik tiri, Kai Yuta akan datang dan bermain-main dengannya dan saat malam, sang kakak Gin Yuta akan menemaninya. Untungnya, selama dua bulan ini, Gin tak tau jika adik tirinya sering berkunjung ke mansion, jika tahu, pasti perang besar akan terjadi. Tak hanya
Siang hari di mansion Lotus Hall. Maeera berjalan gontai memasuki ruang belajar dengan wajah kuyu dan ekspresi penuh tekanan. "Ahhhh ... Kapan semua sandiwara ini akan berakhir. Aku lelah sekali," ucap gadis bermata besar itu sembari melunglaikan tubuhnya ke atas kursi kesayangan Gin di ruang belajar. Ia rebahkan kepalanya ke atas meja di samping kursi, dengan ekspresi penuh dengan kebosananan. "Andai aku tak kabur dari pernikahanku," gumam Maeera sembari menatap birunya laut Samudra Hindia di siang hari dari balik dinding kaca di ruang besar itu. "Apakah jalan hidupku akan tetap serumit ini?" Maeera mengela napas panjang. "Hufftt ... mungkin sama, atau bahkan lebih buruk," ucap Maeera lirih lalu mulai memejamkan mata. Ia lelah memikirkan arah jalan hidupnya. Tapi baru sebentar memejamkan mata, tiba-tiba ia merasakan ada seseorang yang datang, lalu menaruh sesuatu tepat di depan wajahnya. Penasaran, Maeera membuka matanya. Terlihat, sekotak besar kue Macaron kini berada tepat d
Maeera tersentak kaget dan langsung tersedak mendengar perkataan Kai Yuta. Ia tak menyangka, adik tirinya itu selama ini diam-diam jatuh cinta padanya. Gadis miskin dari desa dengan wajah biasa-biasa saja. "Uhuhukk ... Uhkkkk ... Uhkkkk ... " Maeera tersedak. Macaron yang ia makan tersangkut di tenggorokannya. Segera, Kai menepuk-nepuk punggung Maeera dengan wajah panik. "Kau tak apa?" tanya Kai.Maeera menganggukkan kepala sembari menepuk-nepuk dadanya. "Hmmmm ... Aku tak apa, hanya sedikit tersedak," jawab Maeera sembari mengangkat tangannya meminta Kai berhenti menepuk-nepuk punggungnya. "Aku lupa tak membawa air minum, kalo begitu, aku akan mengambil air minum untukmu," seru Kai panik lalu berdiri dari tempat duduknya. Maeera memegang tangan Kai yang hendak berdiri pergi, memintanya untuk tetap duduk."Aku tak apa, aku sudah baikan. Aku hanya sedikit tersedak karena mendengar kata-katamu," terang Maeera. "Maaf jika perkataanku mengagetkanmu," kata Kai, lalu kembali duduk di
Pulau Koch. Rin Leung terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, selang infus masih terpasang di tangan kirinya. Setelah terbaring tak sadarkan diri selama lebih dari dua hari, mafia muda itu akhirnya siuman. Kini ia berada dalam masa pemulihan. "Oh! Kau sudah bangun," tanya Avani yang baru saja datang dari luar. Terlihat ia membawa paper bag kecil berisi buah-buahan dan beberapa makanan ringan. Rin yang sedang duduk bersandar di ranjang, tersenyum melihat kedatangan Avani. "Maaf, aku tadi pergi keluar saat kau tidur. Aku membeli beberapa makanan untukmu?" terang Avani sembari berjalan ke arah meja tak jauh dari Rin. Ia mengeluarkan beberapa makanan ringan dan buah-buahan dari dalam paper bag yang ia bawa, lalu menatanya dengan rapi di atas meja. "Dari mana kau mendapatkan uang?" tanya Rin penasaran. Matanya melihat barang-barang yang di keluarkan Avani dari dalam paper bag. "Uang?? Aku mendapatkannya dari asisten rumah tanggamu, Gulbi. Dia memberikan banyak uang padaku. A
Sore hari di sebuah mansion mewah di pusat kota Bulan. Nyonya Isihiika, ibu kandung Kai, terlihat sedang duduk santai di sebuah ruangan besar bergaya modern sembari menyeruput teh hangat dari cangkir mahalnya. Wanita paruh baya berpenampilan anggun dengan alis tebal dan hitam dan tulang hidung tinggi itu, terlihat sesekali membalik buku tebal mengenai bedah dan kedokteran yang sedang ia baca. Di tengah kesibukannya menikmati secangkir teh dan membaca, dari luar ruangan, seorang asisten rumah tangga berpakaian rapi, berjalan pelan masuk ke dalam ruangan besar itu kemudian mendekat ke arahnya. Asisten rumah tangga berpenampilan rapi, berseragam hitam putih dengan rok hitam selutut dan blazer warna hitam itu, terlihat mendekat ke arahnya lalu membisikkan sesuatu ke telinga nyonya besar grup Liong itu. Raut wajah nyonya Isihiika tampak antusias mendengar bisikan asisten rumah tangganya. Ia bersemangat. "Suruh dia masuk. Aku memang sudah lama menunggunya," perintah nyonya Isihiika
Nyonya Isihiika duduk diam di ruang baca dengan wajah cemas dan gelisah. Jari-jarinya yang lentik, tak henti-hentinya mengetuk-ngetuk pelan meja dengan penuh kekhawatiran. Ia penasaran dengan siapa putranya menjalin hubungan. Dan entah mengapa ia merasa tak asing dengan wajah gadis itu. "Siapa gadis itu," gumamnya pelan. Di tengah kegelisahannya, dari luar ruangan, seorang asisten rumah tangga berjalan pelan mendekatinya. "Nyonya, tuan muda Kai datang," ucap asisten rumah tangga itu dengan sopan. Nyonya Isihiika menghentikan ketukan tangannya. "Suruh dia masuk," ujar wanita paruh baya itu sembari mengambil buku tebal dari atas meja lalu pura-pura membacanya. Asisten rumah tangga itu mengangguk pelan lalu berjalan kembali ke luar. Tak lama kemudian, seorang pria muda berbadan tegap berpenampilan rapi, memakai setelan blazer berwarna red wine, berjalan pelan masuk ke dalam ruangan. Aroma bunga gardenia, seketika memenuhi ruang besar itu begitu pria tampan itu masuk. "Apa ibu
Musim penghujan telah tiba di kota Bulan, ditandai dengan berhembusnya angin muson barat dari Samudra Hindia dan Laut Cina, ke daratan utama.Angin yang membawa banyak uap air karena telah melintasi samudra yang begitu luas, menyebabkan hujan dan hawa dingin di wilayah yang di laluinya.Beberapa hari terakhir, hujan bahkan turun seharian, membuat suhu udara di kota Bulan, yang terletak di pinggir Samudra Hindia itu turun drastis. Rin berbaring malas di atas tempat tidur dengan selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya. Mengenakan hoodie berwana abu-abu dan kaos kaki panjang di atas mata kaki, pria bermata kecil itu memeluk bantal besar dan meringkuk dengan nyaman di atas tempat tidurnya. Sedangkan Maeera, istri palsunya atau ia kerap menyebutnya 'peliharaan', duduk diam di pinggir ranjang sibuk memainkan ponselnya. Gadis manis berambut panjang itu, tak terlalu memperhatikan tingkah suaminya yang sedari tadi meringkuk diam di atas kasur sembari memasang wajah masam. Ia terlalu sibuk d
Dalam sepersekian detik, bunga-bunga api meletup-letup indah di otak Maeera saat bibir Gin menyentuh bibirnya dan menggigitnya. Ia merasakan sensasi panas dan pedas di mulutnya, tapi disaat yang bersamaan, ada rasa lembut dan manis dari bibir Gin yang menyentuh bibirnya. "Hmm ... Memang lumayan pedas," ucap Gin begitu botol wine di tangannya terbuka, dan ia mengakhiri ciumannya. Maeera diam ternganga dengan jantung berdegup kencang. Tatapan matanya kosong, wajahnya beku tanpa ekspresi. Ini adalah pengalaman pertamanya, dan pengalaman itu hampir membuatnya gila. Dalam sepersekian detik, otaknya bahkan berhenti bekerja sehingga gagal memproses data bahwa ciuman pertamanya baru saja di renggut oleh suami palsunya. Tapi ketika letupan-letupan bunga api di otaknya berakhir, dan ia kembali ke kesadarannya. Maeera langsung murka."Gin!!!" pekik gadis manis itu dengan wajah merah menahan marah dan malu. Buru-buru ia mengelap bibirnya yang baru saja melakukan dosa besar. "Puih ... Puih-pui