“Mas? Itu … itu sungguhan begitu?” Anika mematung memandang suaminya yang sedang terkejut.Tak mau istrinya salah paham, Juna segera menghampiri Anika. Dia tidak ingin Anika berpikir yang terlalu jauh.“Nik, biar aku jelaskan lebih detail. Tolong kamu jangan salah paham dulu.” Juna panik di hatinya.Ayolah! Mereka ini masih dalam suasana pengantin baru, tapi kenapa selalu saja ada masalah ini dan itu di sekitar mereka?“Mas, aku hanya ingin tahu, benarkah Shevia melakukan tindakan nekat itu karena ditolak cintanya olehmu?” Pertanyaan Anika ternyata berbeda dengan yang ada di dalam ketakutan Juna.Tadi Juna sempat berpikir kalau Anika bisa saja salah paham mengira dia dan Shevia memiliki hubungan terlarang, tapi ternyata bukan itu yang menjadi perhatian Anika.Sedikit termangu, Juna menjawab, “Um, yah, begitulah!”Di dalam hatinya, Juna merasa lega karena ternyata yang ditanyakan Anika bukanlah hal yang dia cemaskan.“Nik?” Juna menyentuh lengan istrinya yang masih saja diam termangu k
“Hah? Bagaimana, Sayang? Menikahi Shevia?” Juna sembari memicingkan mata karena tak yakin apa yang dia dengar dari istrinya. Telinga salah mendengar?‘Anika ingin aku apa tadi? Menikahi Shevia?’ batin Juna dengan perasaan heran dan tak yakin.Namun, Anika menganggukkan kepalanya. Apalagi wajahnya terlihat sangat serius ketika memandang suaminya.“Iya, Mas. Menikahlah dengan Shevia. Nikahi dia dengan resmi, aku tidak masalah memiliki madu seperti Shevia.” Anika mengatakannya dengan lancar seakan itu bukan apa-apa baginya.Tapi itu apa-apa bagi Juna! Jantung Juna seperti sedang digedor-gedor godam milik dewa petir dari mitologi Nordik kuno yang ternama, Thor.“Sa—Sayang! Nik!” Juna bingung harus mengambil kalimat apa untuk menyahut istrinya.“Mas, aku benar-benar rela dan tulus menginginkan itu.” Anika mengangguk dengan tatapan tegas tertuju lurus ke mata Juna. “Oh, jika memungkinkan, sekalian juga kak Rin, yah Mas! Aku tahu kak Rin mencintai Mas. Aku yakin mengenai itu.”Ini gila! Juna
“Hhghh … Nik, sayangku satu-satunya ….” Juna mencoba memberikan pengertian ke istrinya. “Akan aneh dan tidak baik kalau aku menambah istri, dua sekaligus pula. Nanti apa pandangan masyarakat? Lagipula, aku sudah tidak bisa memiliki cinta lain untuk aku bagikan kecuali denganmu saja.”Juna menyaksikan istrinya menatap dia dengan pandangan sayu tapi mengandung keras kepala di sana."Mas, aku belum pernah meminta sesuatu yang besar pada Mas, 'kan?" Anika memulai ucapannya. Juna memiliki perasaan ini akan panjang dan lama. "Kali ini aku ambil kesempatan itu dan meminta. Tidak, bukan meminta tapi memohon! Mohon Mas nikahi mereka berdua. Terserah, hendak langsung dua sekaligus atau bergiliran dengan jeda satu minggu atau satu hari juga lebih baik." Anika menatap tegas mata Juna.Hal itu mengakibatkan Juna tak berdaya."Nik, haruskah begitu? Ini kamu seperti menyodorkan suami kamu sendiri ke orang lain, loh!" Dia merasa bahwa ini sesuatu yang aneh dan tak lazim.Perempuan pada lazimnya adala
Segera, Anika mendekat untuk memulihkan ibunda Shevia. “Dudukkan mama ke sofa dulu.”“Nik, apakah aku perlu bawa Rafa?” Juna bersiap mengambil Rafa yang sedang bersama dengan pekerja perempuan rumah Hartono.“Tidak perlu, Mas. Begini saja bisa, kok! Aku akan baik-baik, jangan khawatir.” Anika menyahut penuh percaya diri.Setelah beberapa menit menyalurkan energi chakra murni ke ibunda Shevia, Anika berhasil menyadarkan Beliau.Kemudian, belasan menit berikutnya, Shevia dan keluarganya sudah berpakaian lebih pantas untuk mengimbangi rombongan Juna.Di kursi, Shevia sibuk meremas tangannya sendiri sambil kepalanya tertunduk. Jantungnya bergemuruh karena tak menyangka dia dilamar Juna begitu dia keluar dari rumah sakit setelah percobaan penghilangan nyawa sendiri.‘Apakah karena aku nekat melakukan itu makanya Juna melamarku?’ Shevia sempat memiliki pemikiran demikian.“Nah, tanggal sudah ditetapkan, yah Pak Hamid. Dua bulan dari sekarang, akan menjadi hari bahagia untuk dua keluarga ini
“Kalian memang benar-benar gila!” Ayah Rinjani menatap Juna dan Hartono secara bergantian, namun bukan dengan tatapan marah, melainkan takjub serta kagum.Juna dan yang lainnya sama-sama terkejut dengan penggebrakan meja baru saja oleh Dharma Winata.Namun, ketika melihat raut wajah Dharma ternyata malah berbeda dari dugaan, mereka justru bingung sendiri. Hanya Rinjani yang mengelus dada, menyabarkan diri atas kelakuan ayahnya.“Ha ha ha!” Dharma tertawa lepas, suaranya menggelegar. “Aku tidak menyangka anak muda sepertimu memiliki keberanian meminta anakku padahal sudah ada istri dan satu calon istri pula! Ha ha ha! Anak muda zaman kini memang pintar memberi kejutan ke orang tua sepertiku. Ha ha ha!”Suara tawa Dharma tidak dibuat-buat, tandanya dia tulus tertawa, tidak sedang berlakon.Sedangkan di sudut lain, ada Rinjani yang sejak tadi memunculkan cengiran terus-menerus. Menikah dengan Juna … bukankah itu yang sangat dia dambakan?Benak Rinjani dipenuhi akan eforia bayangan menjad
“Kenapa tidak menjawab?” tanya pria tinggi besar itu dengan sedikit bentakan.Dari 4 anak buah yang bersamanya di mobil, tidak ada satu pun yang bersuara.“Ka—Kami belum sempat membuat daftarnya, Tuan Lexus!” Salah satu anak buah yang duduk tepat di depan pria tinggi besar bernama Lexus itu menjawab sambil memutar badannya ke bos yang ada di kabin tengah.Mendadak, mata Lexus bercahaya merah menggelap yang tidak terlihat karena memakai kacamata hitam ketika dia mendengar jawaban anak buahnya.“Hmph!” Lexus menggumam keras.Segera saja, tangan besar Lexus sudah terjulur ke depan, mencengkeram kepala anak buah yang menjawab tadi.“Ini untuk pengingat kalian semua apa yang bisa menimpa kalian jika tidak membuatku puas.” Lexus berbicara menggunakan suara bas dia yang berat dan dalam.Hal mengerikan terjadi ketika anak buah yang dicengkeram kepala itu berangsur tubuhnya menghitam dan kemudian semakin menciut dan akhirnya mengering menjadi mayat kempis.“Hah?” Pekikan tertahan muncul dari m
“Nik, aku bawakan teh jahe hang—Nik!” Juna yang baru masuk ke kamar setelah membuat wedang jahe untuk istrinya yang kurang sehat, mendadak melihat Anika dalam kondisi yang aneh.Dia lekas menaruh cangkir berisi wedang jahe tadi dan bergegas mendekat ke istrinya. Anika seperti orang tak sadarkan diri, tapi badannya menggigil.“Nik! Nik!” Juna meraih tubuh istrinya dan dia peluk sambil mengalirkan energi murni dia.Melihat kondisi Anika yang menggigil, pucat, dan tidak sadarkan diri, Juna tahu ada yang tidak beres dengan istrinya.“Ma, bisa bawa Rafa ke sini? Aku benar-benar minta maaf merepotkan Mama.” Juna baru saja menelepon Wenti sambil tetap memeluk Anika sambil dia tetap duduk di tempat tidur.Cukup dengan satu lambaikan tangan saja, begitu bel berbunyi, Juna melepaskan kunci pintu dan Wenti bisa masuk bersama Rafa di gendongannya.“Jun, ada apa?” Wenti masuk ke kamar setelah dipersilakan Juna. “Astaga! Anika kenapa, Jun?” Dia terpekik kaget melihat kondisi aneh Anika.Sementara i
“Baik, Pak! Akan saya bawa dia ke sini.” Penjaga menjawab Bobby dan pergi dari hadapan bos Semesta Group itu.Bobby enggan beranjak dari selnya. Dia menggunakan kekuasaannya yang masih bisa berpengaruh di kejaksaan ini dengan meminta sel tersendiri dan menggunakan perabot yang dia inginkan.“Hm, kira-kira siapa dia?” Bobby bertanya-tanya sambil menggumam rendah.Ketika Lexus masuk ke ruangan sel khusus untuk Bobby, dia tersenyum melihat kondisi selnya.“Sepertinya Anda sangat nyaman di sini dan betah sekali, bukan, Tuan Sugandi.” Suara berat Lexus sampai di telinga Bobby.Pria paruh baya itu membuka matanya dan melihat Lexus. “Aku tidak mengenalmu, kenapa kau ingin menemuiku?”“Tidak ada salahnya kalau kita berkenalan sekarang, bukan?” Lexus membeberkan senyum lebarnya yang terlihat menyeramkan. “Namaku Lexus da Salvatore dari Palaoma.”Mata tua namun masih seawas elang milik Bobby melirik Lexus yang berdiri menjulang di depan selnya.“Oh? Apakah kau punya darah Portugal sehingga nama