Bab 17."Apa karena kami pasien BPJS?" sindir Dara pada para petugas yang duduk di meja sudut ruangan.Ruang IGD terlihat cukup luas dengan segala alat medis yang dibutuhkan untuk pertolongan pertama. Di suatu sudut dekat pintu ada beberapa brankar kosong yang sengaja diletakkan di situ untuk mempermudah saat ada pasien. Sementara di sudut lainnya, ada meja memanjang dan beberapa kursi tempat para perawat yang bertugas piket di IGD.Lelaki berseragam putih yang beberapa tahun lebih tua dari usia Dara itu menatap teman di sampingnya, tampak ia tak suka dengan sindiran Dara.Halimah tak berhenti muntah karena penyakit lambungnya kambuh. Malam itu Dara membawanya ke sebuah rumah sakit umum di daerah terdekat. Awalnya Dara hanya Diam saat dalam jangka waktu sehari semalam, nenek tak kunjung mendapat ruang rawat.Namun, kali ini ia tak bisa tinggal diam. Prasangka buruk tentang permainan orang dalam di beberapa rumah sakit umum semakin menguatkan hatinya. Malam ini, untuk malam kedua Dara
Bab 18.Rayyan balik ke ruangan setelah itu, rencana untuk segera pulang mendadak berubah. Ada beberapa hal yang harus ia kerjakan di dalam ruangannya, kepalang tanggung jika dibawa pulang ke rumah, karena laporannya hampir selesai. Lelaki yang hampir genap tiga puluh tahun itu menatap layar komputer dan terus mengetikkan sesuatu dengan fokus. Namun, tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki di luar. Suasana yang sunyi membuat derap langkah itu semakin nyata. Ray melihat jam di ponselnya, sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Biasanya hanya keluarga pasien yang menunggu operasi yang masih berkeliaran di luar, atau para perawat yang bertugas menjaga.Rayyan membuka gorden dan melihat keluar jendela. Ia tersenyum saat melihat seorang gadis berdiri dengan ragu di dekat ruangannya.Adara.Gadis itu melihat lorong yang gelap ke ujung sana. Ia sedang mencari mushalla rumah sakit untuk menunaikan isya yang sudah terlewat waktu. Namun, gadis itu ragu, karena kesunyian begitu kentara.Ia ta
Bab 19.Dara duduk di atas hamparan pasir di tepi pantai, matanya menatap kosong pada laut luas dengan deburan ombak yang menyapu membasahi ujung kakinya. Perlahan hujan rintik-rintik mulai turun membasahi jilbab warna mint yang ia kenakan. Gadis itu tampak tak peduli, meski di sekelilingnya para pengunjung mulai mencari tempat berteduh.Harusnya di waktu seperti itu, para pengunjung sudah ramai mengunjungi pantai di hari Minggu. Namun, cuaca sedang hujan, jadi pantai tampak sepi. Sementara Dara menyukai susasana itu, karena ketika hujan turun, ia bisa menangis sepuasnya tanpa takut pada tatapan iba dan pertanyaan mengapa dari orang lain.Gadis itu menatap jauh pada laut yang tak berbatas di hadapannya, lalu mata sembabnya kembali meneteskan air mata yang mengalir di pipi. Kembali Dara membayang wajah ibunya, dan perlahan tanpa diminta, memorinya membuat bayangan-bayangan kejadian yang menimpa ibunya puluhan tahun yang lalu, seperti yang diceritakan keluarganya. Dara terluka amat dal
Bab 20.Dara berjalan lesu menapaki gang untuk sampai di rumah. Sesekali ia pejamkan mata sejenak dan mengusap matanya untuk menghalau rasa hangat di matanya, agar sisa sembab tak begitu kentara.Di depan rumah, ia melihat Om Herman sedang duduk di depan pintu seperti sedang menunggunya.Dara langsung mendekat, dan Herman juga melihatnya. Lelaki itu keluar dari rumah dan mendekat kada motor yang diparkir di depan rumah semi permanen itu."Ikut, Om!" ujar Herman tanpa peduli pada ekspresi bingung Dara."Ke mana?" tanya Dara masih tak mengerti."Jangan ke kantor polisi, Om, please!" pinta Dara mengiba. Baru saja ia dengar kalimat dari Rayyan yang ikut melukai hatinya. Lelaki itu akan menolongnya melaporkan Yasmin ke polisi. Namun, keputusan Dara sudah bulat, ia tak ingin ada banyak hati yang terluka lagi. Ada Rayyan, Fahira dan suami Yasmin. Dara sungguh tak sanggup jika itu terjadi.Herman menarik tangan Dara dan menuntunnya untuk segera naik ke atas motor. Sementara nenek dan kakek h
Bab 21.Gone.Semua yang tersisa terpaksa harus pergi karena perbedaan. Semua yang ia perkirakan terjadi begitu saja seperti sebelumnya, bahwa ia tak layak untuk jatuh cinta pada sembarang hati, Dara harus tahu diri.Pukul dua belas malam, Dara masih belum bisa terpejam karena pikirannya masih tertinggal pada setiap kejadian yang menimpanya. Pikiran gadis itu tetap serabut, meski berkali ia mencoba untuk memejamkan mata dan melupakan semuanya. Berkali-kali ia coba untuk istirahatkan pikirannya."Aku harap kamu menyerah, Tuan Dokter!" gumam Dara seorang diri. Di kamar yang gelap itu, ia merintih perih atas cinta yang ia inginkan tetap berjalan, tapi tak bisa.Dara seolah dipaksa berhenti atas hak mencintai dan dicintai yang seharusnya bisa dirasakan setiap manusia.Gadis itu akan mencoba untuk bangkit dan menata hatinya kembali. Ia berharap Rayyan akan melupakannya, karena ia bukan gadis istimewa untuk diperjuangkan. Rasa rendah diri yang kerap kali menyelimuti pikiran Dara itu terlal
Pertemuan demi pertemuan terjadi seolah memang Tuhan sedang merencanakan peluang, menciptakan alasan Dara dan Rayyan bertemu. Setelah tak sengaja bertukar nomor ponsel, Dara hanya bertanya tentang keberadaan anak itu, tidak lebih. Hal itu membuat Rayyan juga segan jika ingin menanyakan kabar gadis itu lewat telepon.Malam ….Udah tidur?Gimana kabar nenek?Boleh ngobrol sebentar?Pesan-pesan yang sempat terketik, lalu dihapus kembali oleh Rayyan. Canggung dan terasa klise, bersatu menjadi dua rasa yang tak memberi peluang untuk lebih dekat.Hingga di lain kesempatan, Rayyan mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Dara. Semakin ia cari tahu, semakin banyak hal yang tak ia ketahui. Lelaki itu tak berani mengikuti, tapi kini ia tahu tempat Dara bekerja.Sore itu, pengunjung di cafe sedang ramai. Alunan lagu western menghibur para pengunjung melepas penat di meja-meja. Rayyan berdiri di depan pintu, langkahnya terayun pelan untuk masuk ke dalam. Ia datang bersama seorang teman yang juga
ADARABab 23."Bagaimana kabarmu?" tanya Damar menatap wajah sendu yang duduk di depannya.Hari ini Dara kembali bekerja seperti biasanya. Berdiam diri dan merenungi nasib buruk, tak akan membuatnya kenyang. Gadis itu dengan sisa ketegarannya harus melangkah memainkan peran dalam kehidupannya.Damar mencoba menemui Dara setelah ia mengobrol banyak hal dengan Rayyan. Gadis itu bahkan sempat tercekat di depan pintu saat akan keluar pulang dari tempatnya bekerja. Dara tak menyangka bahwa kali ini ayah dari Rayyan akan menemuinya.Yasmin sudah pernah menemuinya, Fahira juga, Rayyan bahkan sering datang meski kadang hanya diam-diam mengamati, atau pura-pura datang sebagai pelanggan, yang berakhir tak diacuhkan oleh Dara. Kini Damar yang datang, entah besok siapa lagi."Seperti biasa, Pak! Kuat atau tidak, saya tetap harus berjalan untuk hidup saya." Dara tersenyum perih.Sementara Damar hanya mengangguk, dari nada gadis itu bicara, ia bisa mengerti bahwa Dara belum baik-baik saja. Hanya k
ADARABab 24.Seorang lelaki membukakan pintu mobil, sedikit membungkuk seraya menunggu sang majikan keluar dari mobil mewahnya. Minggu pagi, Yasmin menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah pribadi Rayyan. Sudah empat hari putra sulungnya itu tak pulang ke rumah. Rayyan merasa masih marah dan kecewa atas perlakuan Yasmin terhadap Dara.Sebab itu, ia mencoba untuk menghindari sang mama untuk sementara waktu, hingga rasa kecewa itu perlahan terkikis dari hatinya.Yasmin berjalan lurus ke depan, hingga terdengar suara sepatu haknya yang berirama. Saat wanita itu tiba di depan itu, jari lentiknya mencoba menekan beberapa angka untuk membuka pintu.Yasmin menggeleng, karena beberapa kali ia masukkan angka, pintu itu tetap tak terbuka. Padahal ia masih ingat dan yakin telah menekan password dengan benar.Wanita itu menggeram kesal, bisa-bisanya Rayyan mengubah password di pintu tanpa sepengetahuannya. Dengan hati yang kesal, ia lalu menekan bel di pintu agar Rayyan sadar bahwa di luar i